06 Agustus 2025
09:40 WIB
Istana Jadikan Rohana-Rojali Sebagai Lecutan Benahi Ekonomi
Mengaku tidak gembira dengan istilah rohana dan rojali, Mensesneg Prasetyo mengatakan pemerintah menjadikan istilah itu untuk memecut kinerja membenahi ekonomi.
Penulis: Al Farizi Ahmad
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa (5/8/2025). Antara/Mentari Dwi Gayati.
JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi ikut menyoroti fenomena rombongan hanya nanya (rohana) dan rombongan jarang beli (rojali) yang sedang tren belakangan ini. Istilah tersebut muncul lantaran daya beli masyarakat dinilai lesu.
Prasetyo merespons pertanyaan wartawan soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II-2025 sebesar 5,12%. Padahal, masyarakat banyak kena PHK serta muncul juga fenomena rohana dan rojali.
"Muncul fenomena saudara-saudara kita yang kemampuan secara ekonominya sekarang masih terbatas, dengan istilah-istilah saya terus terang tidak terlalu gembira dengan istilah itu," kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (5/8).
Justru, Prasetyo mengatakan, istilah rohana dan rojali akan dijadikan pemerintah untuk memecut kinerja melakukan perbaikan berbagai hal yang belum berjalan maksimal.
"Menurut pendapat saya, istilah itu jangan-jangan dijadikan sebagai sebuah jokes atau lelucon. Itu adalah sebuah lecutan bagi kita bahwa memang masih banyak yang harus kita perjuangkan, masih banyak yang harus kita benahi," ujarnya.
Baca Juga: Menko Airlangga: Isu Rohana dan Rojali Sengaja Ditiup-tiup
Bagi pemerintah, kata Prasetyo, fenomena itu menjadi pengingat bahwa masih ada kelompok masyarakat memiliki daya beli lemah. Sehingga, pemerintah masih harus bekerja untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Serta mengurangi kebocoran-kebocoran sebagaimana yang Bapak Presiden sering sampaikan di segala sektor dan di segala lapisan," jelas dia.
Sekadar informasi, 'rojali' merupakan singkatan dari 'rombongan jarang beli'. Istilah ini merujuk pada sekelompok orang yang datang ke pusat perbelanjaan, tetapi hanya berjalan-jalan, melihat-lihat, berfoto, atau menikmati fasilitas yang ada tanpa melakukan transaksi pembelian.
Sementara 'rohana' atau singkatan dari ‘rombongan hanya nanya-nanya’, merujuk pada sekelompok orang yang hanya bertanya tentang produk di pusat perbelanjaan. Sama halnya seperti 'rojali', 'rohana' juga tidak melakukan transaksi pembelian dan hanya nongkrong saja di pusat perbelanjaan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Fenomena ini marak ditemui karena di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan akan hiburan yang murah, pusat perbelanjaan jadi pilihan ideal untuk menghabiskan waktu tanpa harus mengeluarkan uang.
Pertumbuhan Ekonomi Hasil Stimulus
Sementara soal pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% dan melampaui proyeksi berbagai ekonom, Prasetyo mengatakan BPS telah melakukan penghitungan komponen pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
"Kalau sebuah perhitungan tingkat pertumbuhan sebuah negara, itu kan secara menyeluruh," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12% secara tahunan (yoy) pada kuartal II/2025. Capaian ini menunjukkan kenaikan dari kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh di angka 4,87% (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025 bila dibandingkan dengan kuartal II/2024 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,12%" ujar Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8).
Baca Juga: Rojali Dan Rohana Marak Jalan Di Mall, Ekonom Ungkap Faktor Penyebabnya
Adapun bila dibandingkan dengan kuartal I/2025, perekonomian tumbuh sebesar 4,04% (q-to-q). Pada Kuartal II/2025 besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku tercatat sebesar Rp5.947 triliun, sedangkan PDB Atas Dasar Harga Konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.
Prasetyo menambahkan, BPS telah menjabarkan sejumlah komponen yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12%.
“Di situ ada belanja rumah tangga, ada belanja pemerintah, ada komponen investasi. Komponen-komponen itu adalah hasil dari program-program. Kalau dari sisi pemerintah adalah hasil dari stimulus yang disiapkan oleh pemerintah, ya memang demikian kerjanya, sistemnya begitu,” ujar Prasetyo.
Namun, Prasetyo tidak mau berspekulasi lebih jauh terkait metode penghitungan yang digunakan BPS hingga akhirnya muncul angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12%.
“Kalau secara teknis perhitungan ya tentunya ada di BPS. Kalau kita sebagai pemerintah tugasnya adalah menciptakan ekosistem yang memungkinkan semua komponen-komponen itu bertumbuh. Tapi bahwa cara menghitungnya seperti apa menjadi domainnya BPS,” imbuhnya.