21 Mei 2024
17:00 WIB
Internet Satelit Starlink Meluncur di Indonesia, Wajib Patuh Aturan Pajak
Pemerintah meminta Starlink memenuhi 3 aspek, yakni mematuhi peraturan perpajakan RI, mendirikan kantor NOC di Indonesia, dan membuat layanan customer service.
Penulis: Aurora K M Simanjuntak
Menkes Budi Gunadi Sadikin bersama CEO Tesla Inc. sekaligus SpaceX Elon Musk, dalam peluncuran layanan internet berbasis satelit Starlink di Puskesmas Pembantu Sumerta Klod Denpasar, Bali, Minggu (19/5/2024). Antara/M. Adimaja
JAKARTA - Layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk resmi diluncurkan di Indonesia. Seiring dengan masuknya Starlink, pemerintah kerap mewanti-wanti agar pengusaha membayar pajak dan mematuhi regulasi perpajakan Indonesia.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong mengingatkan layanan internet Starlink yang sudah beroperasi di Indonesia itu wajib mematuhi peraturan perpajakan, sama seperti operator internet lainnya.
"Starlink harus comply terhadap aturan perpajakan di Indonesia, supaya tercipta kompetisi yang setara atau fair playing field yang sehat," ujarnya kepada awak media, Selasa (21/5).
Secara rinci, Usman menyampaikan sedikitnya ada 3 aspek yang perlu diperhatikan sekaligus dipenuhi oleh pihak Starlink saat menjalankan bisnis di Indonesia. Pertama, seperti yang telah diungkapkan, Starlink wajib mematuhi peraturan perpajakan di dalam negeri.
Kedua, pemerintah RI meminta Starlink untuk menyediakan layanan customer service bagi para pengguna internet satelit. Menurut Usman, Starlink wajib menghadirkan pelayanan pelanggan, terlebih lagi apabila Starlink akan berjualan melalui ritel.
"Nanti kan Starlink akan ke ritel, tentu kalau ada pengaduan dan keluhan bagaimana? Jadi perlu mereka membangun satu sistem customer service yang bagus," tutur Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo.
Baca Juga: Kemenkes: Starlink Wujudkan Kualitas Layanan Kesehatan Setara
Ketiga, Starlink wajib memiliki network operation center (NOC) yang berada di Indonesia. NOC merupakan lokasi atau tempat untuk memonitor, menjaga dan mengendalikan jaringan telekomunikasi atau satelit.
Usman menjelaskan kantor NOC Starlink wajib secara fisik ada di Indonesia agar kinerjanya bisa dipantau, termasuk memilah konten dan melindungi data pribadi. Sebab, Indonesia sendiri sudah memiliki regulasi atau Undang-undang yang mengatur keduanya.
"NOC jelas harus di Indonesia, supaya ada proteksi terhadap perlindungan data, dan kita juga bisa mengawasinya, pemerintah Indonesia bisa mengawasinya," imbuh Usman.
Jadi secara keseluruhan, pemerintah meminta bisnis layanan internet satelit, Starlink, untuk memenuhi 3 aspek, yakni perpajakan, customer service, dan NOC.
Di satu sisi, Usman mengapresiasi kehadiran Starlink untuk membantu menjangkau daerah di Indonesia yang tidak tersentuh internet sebelumnya. Contohnya seperti daerah di perbatasan, serta wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).
"(Penetrasi) internet di Indonesia ini baru 78,96%, berarti sekitar 20% belum terjangkau internet rakyatnya dan umumnya, mereka ini berada di daerah-daerah 3T. Nah karena itu, kehadiran Starlink kita harapkan bisa memenuhi kurang lebih 20% tadi," ucapnya.
Menurutnya, layanan internet langsung dari satelit, tanpa harus memasang kabel ataupun kabel fiber optik itu justru akan memudahkan warga di kawasan terpencil. Dia menyebutkan, misalnya di puskesmas dan sekolah di daerah terpencil, lalu kantor desa, kantor polisi dan TNI yang di perbatasan, agar komunikasi berlangsung lancar.
Baca Juga: Elon Musk Bantu Akses Internet Puskesmas Daerah Terpencil
Selanjutnya, saat ditanya mengenai kerja sama Starlink dengan pihak lain ke depannya, Usman mengatakan pemerintah mempersilakan jika ada pihak yang mau berkolaborasi dengan Starlink. Menurutnya, ranah B2B (business to business) itu milik pasar, dan pemerintah tidak turut andil.
"Kalau kerja sama kan B2B, pemerintah tidak bisa campur tangan, tapi bisa meng-endorse, mendorong, dan memfasilitasi. Ya silakan Starlink mau bekerja sama dengan siapa atau siapa mau mengajukan kerja sama dengan Starlink, ya terbuka," tuturnya.
Secara terpisah, pengamat pajak sekaligus Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar menjelaskan layanan internet satelit Starlink yang dikembangkan oleh SpaceX milik Elon Musk itu tergolong sebagai jasa digital dari luar negeri.
Oleh karena itu, ia memproyeksikan perlakuan perpajakan untuk pengusaha Starlink, yakni memungut dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Namun dia menerangkan perlu dilihat terlebih dahulu batasan atau threshold nilai transaksi dan trafik sebelum ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE.
"(Starlink) masuknya jasa digital dari luar negeri, itu kena PPN PMSE. Namun perlu lihat threshold-nya, apakah sudah melewati batas atau tidak," ujar Fajry kepada Validnews, Selasa (21/5).
Untuk diketahui, kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, antara lain nilai transaksi dengan pembeli Indonesia melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12.000 setahun atau 1.000 dalam sebulan.