c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

25 September 2025

18:44 WIB

Ini Manfaat-Risiko Himbara Kerek Bunga Deposito Dolar AS ke 4%

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai langkah menaikkan bunga deposito dolar AS yang diambil Himbara ini dapat menuai dampak positif dan negatif secara bersamaan. Apa saja?

Penulis: Fitriana Monica Sari

<p id="isPasted">Ini Manfaat-Risiko Himbara Kerek Bunga Deposito Dolar AS ke 4%</p>
<p id="isPasted">Ini Manfaat-Risiko Himbara Kerek Bunga Deposito Dolar AS ke 4%</p>

Petugas melayani penukaran uang pecahan dolar Amerika Serikat (AS) di gerai penukaran mata uang asing Dolarasia Money Changer, Jalan Alternatif Cibubur, Bekasi, Jumat (24/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kompak menaikkan suku bunga deposito valuta asing (valas) dalam denominasi dolar Amerika Serikat (USD) menjadi 4%, yang efektif berlaku pada 5 November 2025 mendatang.

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai langkah yang diambil Himbara ini dapat menuai dampak positif dan negatif secara bersamaan.

Ia menjelaskan, untuk konteks domestik, suku bunga deposito dolar 4% cenderung berada di atas rata-rata bunga simpanan rupiah yang sudah turun ke sekitar 3,07% pada Agustus 2025.

Dalam beberapa bulan terakhir, biaya dana rupiah memang menurun mengikuti pelonggaran kebijakan moneter. Sehingga, menawarkan 4% untuk simpanan dolar dinilai agresif untuk menarik dana valas.

Josua mengungkapkan, dampak positif pertama dari langkah yang diambil ini adalah bertambahnya pasokan dolar di sistem perbankan domestik.

Baca Juga: Efektif 5 November, Himbara Naikkan Suku Bunga Deposito Valas USD

"Dengan imbal hasil 4%, eksportir dan korporasi berpotensi lebih memilih menyimpan dolar di bank dalam negeri ketimbang di luar negeri. Sesuai pernyataan pemerintah, hal ini diharapkan memperkuat cadangan devisa, memperlancar ketersediaan dolar bagi kebutuhan impor dan pembiayaan proyek, serta memberi penopang tambahan bagi rupiah ketika tekanan meningkat," kata Josua kepada Validnews, Jakarta, Kamis (25/9).

Kedua, lanjutnya, kebijakan ini bisa memperkuat bantalan likuiditas sistem keuangan pada saat likuiditas dasar perekonomian memang sedang ditopang oleh kenaikan aset luar negeri bersih.

"Basis uang tersesuaikan meningkat, didorong oleh kenaikan cadangan devisa; ini menunjukkan ruang bagi penambahan likuiditas valas di perbankan tanpa mengganggu kestabilan moneter," jelas dia.

Menurut Josua, kebijakan 4% pada deposito dolar melengkapi bauran kebijakan yang sedang ditempuh untuk menjaga stabilitas dan mendukung pembiayaan.

Risiko
Selain menuai sejumlah manfaat, Josua juga mengingatkan kebijakan menaikkan suku bunga deposito valas dalam denominasi USD juga memiliki dampak risiko.

"Ada sisi risikonya. Pertama, selisih bunga yang kini berpihak pada dolar bisa mendorong sebagian nasabah memindahkan simpanan rupiah ke dolar," ujar dia.

Akibatnya, ini berpotensi menahan penurunan biaya dana rupiah yang sudah terlihat dalam tren beberapa bulan terakhir, dan pada gilirannya memperlambat transmisi pelonggaran kebijakan moneter ke suku bunga kredit rupiah.

Kedua, sambung Josua, biaya dana valas bank terkerek naik. Padahal, margin perbankan tahun ini cenderung ketat, antara lain karena kenaikan biaya overhead dan upaya memperbaiki laba di tengah penurunan hasil surat berharga.

"Kenaikan harga dana dolar berisiko menekan marjin lebih jauh jika suku bunga kredit valas tidak bisa disesuaikan secepat kenaikan bunga simpanan, terutama untuk debitur korporasi yang sensitif pada biaya pendanaan," ungkapnya.

Ketiga, dari sudut persepsi, pasar bisa membaca langkah ini sebagai sinyal bahwa tekanan pada rupiah cukup nyata.

Adapun, rupiah saat ini melemah ke sekitar Rp16.676 per dolar, terlemah dalam beberapa bulan. Sehingga, kebijakan bunga tinggi untuk dolar meski bertujuan stabilisasi dapat sementara memperkuat narasi kehati-hatian investor.

"Efek penopang terhadap rupiah tetap mungkin, tetapi tidak serta-merta jika peralihan simpanan dari rupiah ke dolar terjadi dalam jumlah besar," kata Josua.

Baca Juga: Modal Investasi Asing Masih ‘Kabur’ Rp8,12 Triliun Pekan Ini

Keempat, biaya pembiayaan dolar bagi pelaku usaha berpeluang naik atau setidaknya tidak turun secepat yang diharapkan. Padahal, data perbankan menunjukkan penyaluran kredit masih di bawah potensinya, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga relatif longgar, dan porsi fasilitas yang belum ditarik masih tinggi.

"Kenaikan cost of fund dolar, jika diteruskan ke suku bunga kredit valas, bisa menahan minat investasi berorientasi impor bahan baku dan barang modal," tambah dia.

Menimbang seluruh faktor, Josua menyimpulkan, kebijakan 4% ini dilihat sebagai langkah jangka pendek untuk menahan aliran dolar di dalam negeri dan mengamankan kebutuhan pembiayaan strategis, tetapi pelaksanaannya perlu terukur agar tidak mengganggu transmisi pelonggaran moneter rupiah.

"Cara mengurangi risiko, antara lain dengan membatasi masa berlaku promosi bunga, memprioritaskan deposan yang memang memiliki arus dolar alami seperti eksportir, mensyaratkan rencana penggunaan dana yang jelas," tutur Josua.

Selain itu, memperkuat komunikasi bahwa kebijakan bersifat sementara dan bagian dari bauran kebijakan yang tetap menekankan stabilitas dan dorongan pembiayaan sektor riil melalui insentif likuiditas makroprudensial.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar