18 Januari 2025
08:00 WIB
Industri Teriak Bayar Gas Harga Komersial, Menperin: HGBT Harus Segera Berlaku
Mulai banyak pelaku industri yang mengeluhkan harga bahan baku gas yang makin mahal. Namun, pemerintah belum memutuskan untuk melanjutkan program HGBT.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Ilustrasi. Petugas menyiapkan Meter Regulator Station (MRS) untuk penyaluran gas di stasiun induk PT Java Energy Semesta di Gresik, Jawa Timur, Selasa (16/10/2018). Antara Foto/Moch Asim
JAKARTA - Pemerintah belum memutuskan untuk memberlakukan kembali program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai US$6/MMBTU, sehingga para pelaku industri saat ini membayar bahan baku gas dengan harga komersial.
Adapun harga gas bumi komersial nilainya mencapai US$16,77/MMBTU. Itu jauh lebih mahal ketimbang HGBT. Namun, program gas murah untuk industri tersebut telah berakhir per 31 Desember 2024.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pun mengaku sudah banyak industri yang teriak karena harga bahan baku gas untuk proses produksi makin mahal. Sejalan dengan itu, ia mendesak agar HGBT diberlakukan kembali.
"Itulah problem-nya (industri pakai harga gas komersial), banyak keluhan yang saya dapati dari industri berkaitan dengan komitmennya yang rendah dari PGN," ujarnya di Jakarta, Jumat (17/1).
Baca Juga: Bahlil: Perpanjangan Gas Murah Untuk Industri Jangan Sampai Rugikan Negara
Menperin pun menyinggung komitmen PT PGN Tbk, selaku penyalur gas bumi ke industri, yang menerapkan harga tinggi. Menurutnya, suplai gas harus terjamin, dan harganya terjangkau.
Ia menilai, harga gas bumi untuk industri tidak boleh terlalu fluktuatif. Apabila dilihat, belum satu bulan program HGBT berakhir, harga gas mengalami lonjakan signifikan.
"Apa yang sudah menjadi kontrak antara industri dan PGN, juga kontrak atau komitmen itu harus dihargai oleh PGN," ucap Agus.
Seiring banyaknya keluhan dari para pelaku industri RI mengenai harga gas yang makin mahal, Menperin pun meminta Kementerian/Lembaga terkait untuk segera melanjutkan program HGBT.
Untuk diketahui, kebijakan gas murah ini menjadi wewenang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ada 7 sektor industri yang mendapatkan program HGBT, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Menperin pun mengingatkan, bahan baku gas adalah komponen fundamental dalam proses produksi pabrik. Untuk mendongkrak produksi dan kinerja manufaktur, menurutnya, pemerintah perlu menjamin ketersediaan gas dengan harga terjangkau.
"Ya saya kira harus segera berlaku ya (HGBT), karena kan pabrik harus tetap berjalan, jadi gas yang dibutuhkan itu kan tetap harus ada, harus tersedia," tutur Agus.
Baca Juga: Kemenperin Minta HGBT Tetap US$6 Dan Suplai Gas Lancar
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan, penyusunan kebijakan HGBT masih dalam proses.
Dia juga mengaku khawatir, kenaikan harga gas akan berdampak negatif terhadap Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia.
"HGBT ya masih dalam proses. Kalau bagi kami HGBT, hasil riset Ekonom UI menyatakan bahwa ada korelasi negatif antara harga gas dengan PMI dan IKI (Indeks Kepercayaan Industri)," kata Febri, Senin (13/1).