c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

30 September 2025

08:08 WIB

Industri Otomotif Melemah, Inalum Terpaksa Ekspor 30% Aluminium Alloy

Inalum menjelaskan bersamaan dengan pelemahan industri otomotif domestik, kebutuhan alumunium alloy global yang sedang meningkat.

Penulis: Yoseph Krishna

<p id="isPasted">Industri Otomotif Melemah, Inalum Terpaksa Ekspor 30% Aluminium Alloy</p>
<p id="isPasted">Industri Otomotif Melemah, Inalum Terpaksa Ekspor 30% Aluminium Alloy</p>

Pekerja mengoperasikan forklift untuk menyusun letak aluminium ingot di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, Kamis (17/10/2024). Sumber: Antara Foto/Yudi Manar

JAKARTA – Pelemahan industri otomotif di Indonesia turut berdampak pada penurunan penjualan aluminium alloy PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada paruh pertama tahun ini.

Direktur Utama Inalum Melati Sarnita dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR menyebut penjualan aluminium alloy pada semester I/2025 tercatat di angka 10.701 ton. Angka ini terkoreksi 11% dari yang ditargetkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

"Memang kita lihat ada penurunan penjualan di alloy, ini disebabkan lemahnya industri otomotif di Indonesia saat ini, terlihat di pemakaian aluminium alloy ini lebih rendah 11% dari RKAP kita," kata Melati di Gedung Parlemen, Senin (29/9).

Akibatnya, Anggota Holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) itu pun terpaksa mengekspor sebagian aluminium alloy yang tak terserap oleh industri di dalam negeri.

Baca Juga: MIND ID Bidik Produksi Aluminium 900 Ribu Ton Per Tahun

Pasalnya pada saat bersamaan, permintaan aluminium alloy global tengah meroket akibat defisit aluminium sekitar 5 juta ton per tahun. Defisit tersebut ditengarai karena saat ini tidak banyak pelaku industri yang berminat membangun smelter aluminium

"Alumina refinery itu sekarang lagi surplus, tapi aluminium smelter defisit 5 juta ton per tahun di dunia karena faktor tidak banyaknya pemain yang membangun smelter aluminium, kecuali pemain China," jabar dia.

Harga listrik yang kompetitif, sambung Melati, jadi salah satu syarat berat yang harus dipenuhi oleh pelaku industri jika ingin membangun smelter aluminium.

"Tapi, kita akan bangun, termasuk kelistrikannya sudah kita hitung dan memang target kita harus kompetitif secara global. Jadi, bukan hanya membangun smelter, tapi yang kita bangun harus kompetitif," tegasnya.

Dia juga mengatakan perusahaan mengalokasikan sekitar 27%-30% aluminium alloy untuk diekspor sepanjang tahun ini. Inalum telah mengekspor aluminium alloy sekitar 12% pada 2024 lalu.

"Tahun lalu kita ekspor hanya 12%, tapi tahun ini naik ke 27% karena memang kita lihat industrinya juga agak turun, PMI kita turun tahun ini, cukup melemah industri terutama untuk yang frame, lalu juga otomotif," beber Melati.

Penjualan Alumunium Billet
Tak hanya aluminium alloy, dia mengatakan penjualan aluminium billet oleh Inalum juga hanya sebesar 5.358 ton atau 60% lebih rendah dari yang dipatok dalam RKAP.

Pelemahan penjualan aluminium billet, lanjut Melati, menjadi cerminan nyata akan lesunya daya beli masyarakat dan tidak berjalannya proyek-proyek infrastruktur. Oleh karena itu, aluminium billet yang diproduksi Inalum tak dapat diserap di dalam negeri.

"Ini menunjukkan lemahnya daya beli masyarakat dan tidak berjalannya industri infrastruktur dan pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini," ungkapnya.

Baca Juga: Erick Thohir Dukung MIND ID dan Inalum Lakukan IPO

Lebih lanjut, Melati mengatakan penjualan Inalum secara keseluruhan tercatat di angka 132.425 ton sepanjang semester I/2025. Jumlah itu berada 3,59% di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 137.366 ton.

Walau begitu, realisasi penjualan seluruh produk Inalum telah melampaui target perusahaan yang termaktub dalam RKAP semester I/2025 sebesar 131.036 ton. Capaian Inalum itu ditopang oleh penjualan aluminium ingot G1 yang mencapai 100.588 ton pada Januari-Juni 2025.

"Kita bisa mencapai realisasi penjualan di Juni 2025 itu sebesar 132.425 ton atau lebih tinggi dari RKAP kita di H1/2025," tandas Melati Sarnita.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar