c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

13 November 2023

18:00 WIB

Industri Halal Sebagai Katalis Ekonomi Berkelanjutan

Ukuran penduduk yang besar dan luas geografi menjadi salah satu modal dasar yang digunakan untuk mengembangkan perekonomian, termasuk industri halal.

Editor: Fin Harini

Industri Halal Sebagai Katalis Ekonomi Berkelanjutan
Industri Halal Sebagai Katalis Ekonomi Berkelanjutan
Ilustrasi Logo Label Halal terbaru. dok.Shutterstock

JAKARTA - Industri halal Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Bagaimana tidak, saat ini Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Ini menjadikan Tanah Air pasar produk halal yang besar.

Bukan tanpa sebab menyebut Indonesia punya potensi yang luar biasa dalam industri halal. Di dalam negeri saja, pada akhir 2022, Kementerian Dalam Negeri mencatat, jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 241,7 juta jiwa atau sekitar 89,02% dari total populasi yang ada. Melihat ini, industri halal tentu menjadi salah satu katalis untuk menuju ekonomi yang berkelanjutan.

Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, ukuran penduduk yang besar dan luas geografi menjadi salah satu modal dasar yang digunakan untuk mengembangkan perekonomian, termasuk industri halal.

Oleh karena itu, ia optimistis kondisi Indonesia dengan penduduk muslim mayoritas bisa menaikkan industri halal dan mendorong ekonomi yang berkelanjutan. “Dengan Kapasitas penduduk muslim yang besar saya kira bisa menjadi peluang untuk mendorong beragam produk industri halal,” katanya kepada Validnews di Jakarta, Minggu (12/11).

Seperti diketahui, ekonomi syariah dan gaya hidup halal sudah banyak dilirik masyarakat dunia, tidak terlepas Indonesia. Data State of the Global Islamic Economy Report (SGIER) 2022 menyebut pengeluaran muslim secara global pada 2022 akan tumbuh hingga 9,1% untuk sektor-sektor ekonomi syariah, ini belum termasuk sektor keuangan syariah.

Pertumbuhan itu diproyeksi bakal meningkat mencapai US$2,8 triliun pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 7,5% dalam empat tahun.

Di dalam negeri, pengeluaran umat muslim Indonesia untuk produk dan layanan halal diproyeksikan meningkat 14,96% pada 2025 yaitu menjadi US$281,6 miliar. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai konsumen pasar halal terbesar di dunia, yaitu 11,34% dari pengeluaran halal global.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan sektor prioritas halal value chain (HVC) di dalam negeri, yaitu pertanian, makanan dan minuman halal, fesyen muslim dan pariwisata ramah muslim akan tumbuh 4,5-5,3% pada 2023, yang diproyeksikan mampu menopang lebih dari 25% ekonomi nasional.

Yusuf mengingatkan, produk dari industri halal perlu dipastikan memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan.

“Karena kalau kita lihat di dalam negeri sendiri produk industri halal itu menjadi semakin diketahui oleh konsumen secara luas dan karena diketahui oleh konsumen secara luas maka tingkat tuntutan dari konsumen juga saya kira bertambah,” ucapnya.

Baca Juga: Pemerintah Rencanakan Bangun KEK Halal

Apa yang dikatakan Yusuf selaras dengan Survei KNKS dalam kajian Strategi Nasional Pengembangan Industri Halal (2019). Hasil survei menunjukkan, kehalalan merupakan hal yang sangat penting bagi produsen dalam menghasilkan produk untuk masyarakat. Untuk itu, industri pengolahan perlu memperhatikan proses pada saat pengadaan bahan, mendesain produk, memproduksi, menyimpan, dan mendistribusikan produk.

Asal tahu saja, menurut UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, produk halal dihasilkan melalui proses produk halal, yaitu rangkaian kegiatan (proses) untuk menjamin kehalalan produk, mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.

“Artinya mereka (masyarakat .red) juga semakin kritis ketika membeli produk yang berada dalam kategori industri halal. Mereka ingin memastikan bahwa apakah produk yang mereka beli itu memang sudah sesuai dengan prasyarat suatu produk industri halal,” tutur Yusuf.

Lebih lanjut, sertifikasi produk halal juga dianggap penting untuk memasuki pasar global. Yusuf berpandangan, standardisasi ini menjadi hal yang krusial untuk mendorong pertumbuhan industri halal di kancah internasional.

Mendorong standardisasi pun tak bisa dilakukan satu atau dua lembaga saja. Yusuf bilang, diperlukan kolaborasi berbagai stakeholders kementerian/lembaga.

“Saya kira ini modal dasar yang kemudian nanti bisa dikembangkan pola kerja samanya dengan lembaga lain seperti misalnya lembaga sertifikasi di dalam negeri ketika misalnya ingin mendorong pertumbuhan industri halal agar bisa melakukan ekspansi ke pasar global,” imbuhnya.

Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Shofie Azzahrah berpandangan sama. Ia melihat potensi penduduk muslim di Indonesia yang besar dapat menjadi katalis untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui beberapa aspek.

Pertama, industri halal. Menurutnya, industri halal saat ini masih hanya melakukan sertifikasi produk berdasarkan bahan dan proses produksi yang sesuai dengan syariat Islam. Padahal, aspek lingkungan juga merupakan syariat Islam yang seharusnya masuk ke dalam salah satu syarat dari sertifikasi halal. 

“Dengan pangsa pasar muslim yang besar beserta peluang memasukkan aspek lingkungan dalam proses sertifikasi halal, maka apabila keduanya dapat berjalan beriringan, hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya kepada Validnews di Jakarta, Senin (13/9).

Baca Juga: BI: Ada Tiga Fokus Tingkatkan Pangsa Keuangan Syariah

Aspek selanjutnya ialah zakat dan wakaf. Zakat dan wakaf merupakan instrumen selain pendapatan negara untuk melakukan pembangunan di Indonesia. Penggunaan zakat dan wakaf dapat digunakan untuk proyek-proyek pembangunan berkelanjutan dapat mengatasi ketimpangan dan mendukung proyek-proyek sosial dan lingkungan.

Kemudian, keuangan syariah. Menurut Shofie, keuangan syariah mempunyai peran mengembangkan ekonomi berkelanjutan dengan memiliki proyek pembiayaan yang mempertimbangkan environmental, social, and governance (ESG).

Lebih lanjut, Shofie mengatakan peran industri halal dalam ekonomi berkelanjutan hanya dapat dirasakan apabila sertifikasi halal di Indonesia mempertimbangkan aspek lingkungan dalam bisnisnya. 

“Perannya akan sangat besar melihat pangsa pasar industri halal juga besar, dengan catatan sertifikasi halal di Indonesia mempertimbangkan aspek lingkungan,” ucapnya.

Seseorang melakukan transaksi di sebuah kedai kopi cepat saji di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. ValidNewsID/Arief Rachman  

Kolaborasi
Shofie melihat pengembangan industri halal dalam ekonomi berkelanjutan memerlukan adopsi pendekatan multi-stakeholder yang inklusif dan kolaboratif.

Adapun pemerintah bisa melakukan konsultasi publik, yakni melakukan dialog terbuka dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perusahaan, konsumen, ulama, dan organisasi masyarakat sipil, untuk memahami kebutuhan dan ekspektasi mereka.

Kemudian, melakukan kolaborasi akademik dengan perguruan tinggi. Pemerintah dinilai perlu melihat studi-studi empiris yang sudah dilakukan terkait industri halal di Indonesia untuk melakukan perencanaan serta evaluasi dari program yang sudah sudah berjalan.  

Selanjutnya, melakukan standardisasi. Artinya, menetapkan standar halal yang jelas dan dapat diimplementasikan untuk memastikan kualitas dan kepatuhan produk halal, serta memudahkan perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi halal.

“Kemudian transparansi dan regulasi. meningkatkan transparansi dalam proses sertifikasi dan menjaga integritasnya melalui regulasi yang kuat untuk mencegah kecurangan dan kesalahan label,” ucap Shofie.

Ia pun menambahkan, pemerintah juga bisa memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kebijakan halal kepada pelaku bisnis, khususnya UMKM yang belum tersertifikasi halal untuk memastikan pemahaman dan implementasi yang benar, sehingga mereka akan mudah untuk mendaftarkan usahanya dalam mendapatkan sertifikasi halal. 

Selain itu, penting juga bagi pemerintah untuk mendorong UMKM melakukan sertifikasi halal dengan memberikan subsidi atau menggratiskan biaya sertifikasi kepada UMKM. 

Terakhir, kerja sama Internasional. Pemerintah bisa bekerja sama dengan lembaga halal internasional untuk memastikan bahwa kebijakan halal Indonesia diakui secara global, sehingga akan memudahkan ekspor produk halal.

“Melalui langkah-langkah ini, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan halal tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan sosial dan keberlanjutan lingkungan,” ucap Shofie.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar