28 Februari 2023
18:42 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA – Peneliti Center of Digital Economy and SME Indef Izzudin Al Farras Adha menilai, kemampuan pekerja Indonesia dalam menyisihkan dana untuk keadaan darurat masih mengkhawatirkan. Mengacu data Bank Dunia 2022, hanya 32,75% pekerja di Indonesia yang mampu menyediakan dana cadangan untuk kebutuhan tujuh hari hari ke depan.
Torehan ini juga masih lebih rendah dari rata-rata penyediaan dana cadangan pekeria untuk waktu tujuh hari di dunia yang mencapai 40%. Bahkan, Indonesia juga masih tertinggal dari sejumlah negara tetangga seperti Singapura (76,1%), Myanmar (50,2%), Thailand (45,59%), Filipina (41,03%), Malaysia (39,3%), Kamboja (34,36%).
“(Akibatnya), sekitar 52,9% pekerja mengalami kesulitan keuangan pada akhir bulan, sementara 19% mulai kekurangan uang tunai di tengah bulan, dan 2,8% di awal bulan,” sebutnya dalam webinar ‘EWA Datang, Rentenir Meradang?’, Jakarta, Selasa (28/2).
Izzudin lanjut menerangkan, berdasarkan survei Indef, sebagian besar pekerja Indonesia memanfaatkan sumber dana darurat yang berasal dari keluarga ketika membutuhkan dana, yakni sebesar 44,42%. Diikuti, pendapatan dari pekerjaan (17,61%), tabungan (13,5%), penjualan aset (5,84%), perbankan, perusahaan tempat bekerja, dan swasta (5,45%), serta lainnya (5,13%).
Survei Indef pun menunjukkan, bahwa kebutuhan mendesak yang sering menghampiri pekerja di Indonesia adalah kebutuhan yang berkaitan dengan keluarga (78,9%) dan kesehatan (37,6%).
Adapun jenis kebutuhan lain relatif lebih kecil, seperti perjalanan (20,8%), gaya hidup (14,7%), renovasi rumah (12,8%), kendaraan pribadi (11%), pembayaran utang (10,1%), dan lainnya (2,4%).
“Jadi, memang urusan keluarga dan kesehatan ini yang jadi sumber kebutuhan daripada pekerja (dalam) mencari dana mendadak,” paparnya.
Baca Juga: Dana Darurat, Investasi, Sinking Fund, Mana Lebih Dulu?
Hal ini diperburuk dengan pendapatan pekerja Indonesia yang relatif rendah. Survei yang sama pun mengungkapkan, bahwa hampir 35% pekerja dewasa di Indonesia tidak puas dengan upah mereka saat ini dan merasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tidak mengherankan, International Labour Organization (ILO) di 2019 mencatat, pendapatan tenaga kerja Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Sebagai perbandingan, rata-rata pekerja di Indonesia berpenghasilan US$385 setara Rp5 juta/bulan, sedangkan orang Malaysia berpenghasilan sekitar Rp18 juta/bulan.
“Selain itu, ketidakpuasan mereka juga (pekerja) dipengaruhi oleh kenaikan harga barang yang tidak sejalan dengan kenaikan pendapatan secara bertahap,” ujar Izzudin.
Pada akhirnya, pendapatan rata-rata pekerja Indonesia yang rendah mendorong permintaan pinjaman yang tinggi, dengan 60% pekerja aktif berhutang.
Faktanya, Findex Global Bank Dunia 2022 melaporkan, bahwa hanya 14% pekerja dewasa Indonesia yang memiliki akses ke bank, sementara sisanya harus bergantung pada pemberi pinjaman informal.
“(Situasi ini) menjebak mereka dalam lingkaran setan di bawah kondisi predator (rentenir dan lainnya),” sebutnya.
Karena itu pada situasi kerja, Izzudin kembali menyampaikan, benefit
Solusi Akses Gaji Instan
Founder dan CEO GajiGesa Vidit Agrawal menyampaikan, kebutuhan akan solusi keuangan yang lebih inklusif untuk meningkatkan kesehatan keuangan jangka panjang sudah sangat jelas dan penting. GajiGesa, sebagai pelopor Earned Wage Access/EWA di Indonesia, telah mendorong upaya untuk mewujudkan ketahanan dan keamanan finansial pekerja di setiap tempat kerja.
Untuk itu, GajiGesa bertekad menjadikan EWA sebagai landasan layanan keuangan inklusif di Indonesia. Sekadar info, EWA merupakan layanan yang dapat memberikan gaji pada karyawan sebelum tanggal pemberian gaji. Karyawan bisa memperoleh gaji dengan jumlah yang bisa disesuaikan dengan jumlah hari kerjanya.
“Hasil survei jelas menyampaikan, bahwa karyawan dan pemberi kerja menginginkan jalan tengah bersama berupa akses tarik gaji sesuai permintaan. Dengan demikian, solusi ini bisa memberikan kontrol keuangan lebih besar serta meningkatkan keamanan finansial dan produktivitas karyawan dari waktu ke waktu,” jelas Vidit pada kesempatan yang sama.
Vidit pun meyakini, platform EWA atau akses gaji instan seperti GajiGesa, bisa membantu bisnis untuk mengoptimalkan arus kas perusahaan secara lebih baik. Sambil meningkatkan produktivitas karyawan, serta melindungi karyawan dari pemberi pinjaman informal atau rentenir.
Baca Juga: Tips Mengelola Keuangan, Dana Darurat Atau Investasi?
Selain itu, survei menunjukkan bahwa 91,4% responden yang sudah menggunakan EWA setuju bahwa gaji mereka terasa lebih mencukupi, dan 33,13% di antaranya tidak lagi mengalami kekurangan uang tunai sejak saat itu.
Sementara itu, sebagian besar responden yang masih memiliki utang adalah mereka yang belum menggunakan sistem EWA. Yang sekitar 35,14%-nya mengaku tidak mampu memenuhi kebutuhannya, jika ada pengeluaran mendesak atau mendadak.
“Karyawan tidak memerlukan beban mental di luar pekerjaan saat bekerja, terutama perihal uang. Earned Wage Access atau akses gaji fleksibel berpotensi mengurangi tekanan finansial secara signifikan dan meningkatkan kesehatan finansial bagi jutaan karyawan Indonesia,” kata Vidit.
Pada Oktober 2022, GajiGesa menjadi perusahaan pertama di Asia Pasifik yang meluncurkan Earned Wage Access melalui WhatsApp, sekaligus memperluas akses keuangan yang lebih bijak ke puluhan juta karyawan. Saat ini, perusahaan ini telah bermitra dengan hampir 350 perusahaan dan melayani lebih dari 750.000 karyawan di seluruh Indonesia.
Untung-Rugi EWA
Izzudin pun menyampaikan, sebanyak sembilan pemberi kerja di Indonesia memberikan penilaian plus-minus dari penggunaan EWA. Dari sisi positif, sistem EWA unggul karena dapat meringankan kerja perusahaan dalam memberikan akses dana ke karyawan.
Selanjutnya, sistem EWA juga dipercaya dapat memberikan perlindungan bagi karyawan dari pinjaman berbunga tinggi. Secara tidak langsung, sistem EWA mampu meningkatkan produktivitas karyawan.
Meski begitu, dari sisi sebaliknya, sistem akses gaji instan juga mengajarkan pekerja untuk mengambil gaji lebih cepat. “(Lainnya), sistem EWA belum memiliki aturan baku pelaksanaan di Indonesia,” jelasnya.