c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

21 Juni 2025

13:08 WIB

INDEF: Diversifikasi Investasi Diperlukan Untuk Optimalisasi Dana Haji

Diversifikasi investasi dana haji diperlukan untuk menutup kesenjangan antara Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Penulis: Siti Nur Arifa

<p id="isPasted">INDEF: Diversifikasi Investasi Diperlukan Untuk Optimalisasi Dana Haji</p>
<p id="isPasted">INDEF: Diversifikasi Investasi Diperlukan Untuk Optimalisasi Dana Haji</p>

Petugas Bank Syariah Indonesia (BSI) melayani calon haji yang melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) di BSI Kantor Cabang Banda Aceh Diponegoro, Banda Aceh, Aceh, Selasa (30/1/2024). AntaraFoto/Khalis Surry

JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, pemerintah Indonesia perlu melakukan reformasi kelembagaan haji dan umrah, terutama dalam hal pengelolaan dana haji lewat investasi yang dibutuhkan untuk membiayai ibadah keagamaan tersebut.

"Pengelolaan dana haji memiliki urgensi yang tinggi karena hasil investasinya digunakan untuk menutup kesenjangan antara Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)," papar Kepala CSED-INDEF Nur Hidayah, dalam diskusi publik yang berlangsung di Jakarta, Jumat (20/6).

Hidayah menjelaskan, selama ini landasan hukum pengelolaan keuangan haji ini merujuk pada UU No. 34 Tahun 2014 dan PP No. 5 Tahun 2018.

Baca Juga: BPKH Bidik Dana Kelolaan Haji Capai Rp188,8 Triliun di 2025

Pada tahun 2023, terjadi peningkatan aset yang berasal dari investasi pada surat berharga dan pembiayaan bagi hasil. Namun, dari sisi investasi terjadi penurunan sebesar 20,09%, meski diikuti proporsi investasi emas yang mulai masuk sebagai diversifikasi baru dengan keuntungan sekitar 12% atau Rp48 juta.

Dirinya menyebut, Indonesia dapat mencontoh Malaysia dalam hal diversifikasi dan peningkatan investasi dana haji, serta pengelolaan dana haji yang dinilai tepat dan bermanfaat bagi banyak pihak.

Disebutkan, Malaysia telah menggunakan kerangka alokasi aset strategis yang kuat, dengan komposisi pendapatan lembaga haji yang sebagian besar berasal dari efek berpendapatan tetap.

"Malaysia juga telah membedakan subsidi pembiayaan haji sejak 2022 berdasarkan kelompok ekonomi; B40 (pendapatan bawah); M40 (menengah); dan T20 (atas), di mana kelompok T20 tidak lagi disubsidi," urai Hidayah.

Antisipasi Lonjakan BPIH
Dalam kesempatan sama, Peneliti CSED-INDEF Handi Risza menyorot pentingnya optimalisasi dana haji dan umrah dalam ekosistem keuangan syariah.

Hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai tantangan signifikan yang dihadapi dalam pembiayaan haji di Indonesia, salah satunya besarnya antusiasme masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, sedangkan kuota haji terbatas sehingga menyebabkan waktu tunggu ibadah ini memerlukan waktu bertahun-tahun.

Belum lagi, di tahun 2030 akan terjadi dua musim haji dalam satu tahun kalender (karena perbedaan kalender Hijriah dan Masehi), yang dapat menyebabkan lonjakan biaya BPIH hingga Rp42 triliun.

"Jika tidak diantisipasi, dana kelolaan bisa menyusut dari Rp170 triliun menjadi Rp128 triliun. Sementara itu, jumlah jemaah yang masih menunggu mencapai 5,4 juta orang, dan future liabilities diperkirakan mencapai Rp504 triliun," papar Handi.

Sebab itu, dirinya menilai diperlukan reformasi kelembagaan melalui revisi Undang-Undang Haji, serta pembentukan satu lembaga terintegrasi yang mengelola dana haji secara halal dan profesional.

Baca Juga: Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji: IPHI Usul Dibentuk Komite Tetap Haji

Lembaga yang dimaksud, diharapkan setara dengan lembaga kelas dunia seperti Tabung Haji Malaysia, Public Investment Fund Arab Saudi, atau Abu Dhabi Investment Authority.

"Diversifikasi aset dan penguatan sinergi antar pemangku kepentingan juga sangat penting untuk menjamin keberlanjutan dana haji ke depan," tambahnya.

Spesifik, Hidayah juga kembali merekomendasikan sejumlah rekomendasi dalam hal diversifikasi investasi dana haji, di antaranya diversifikasi instrumen investasi, termasuk memperluas investasi emas, misalnya lewat bullion bank.

Selain itu, investasi langsung di luar negeri juga dirasa perlu, dibarengi upaya mendorong revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji guna memperkuat kewenangan BPKH, koordinasi antar lembaga, penggunaan multi-currency, serta opsi penambahan emas sebagai bentuk setoran biaya haji.

"Semua ini berpijak pada prinsip Maqashid Syariah, yakni perlindungan atas harta, jiwa, dan keberlanjutan sosial-fiskal melalui pengelolaan yang transparan dan akuntabel," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar