02 Juli 2025
18:30 WIB
Imbas Perang Dagang, Kemenperin Soroti Potensi Lonjakan Impor Baja-TPT
Kemenperin mewaspadai potensi lonjakan produk impor di industri baja dan aluminium, industri TPT dan alas kaki, industri agro, hingga industri aneka akibat perang dagang AS-China.
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Kementerian Perindustrian mewaspadai potensi lonjakan produk impor di industri baja dan aluminium, industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan alas kaki, industri agro, serta industri aneka akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyampaikan, pemerintah bersiaga terhadap potensi lonjakan impor produk-produk tersebut akibat adanya trade diversion atau pengalihan perdagangan berupa dumping dari China.
"Dampak ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China akan berpotensi mendorong trade diversion sebagai respons atas hambatan dagang yang terus meningkat," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (2/7) melansir Antara.
Baca Juga: Pemerintah Waspadai Indonesia Jadi Transit Barang China Ke AS
Dirinya mencontohkan, sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta Alas Kaki berkontribusi besar pada ekspor manufaktur nasional di 2024. Adapun Amerika Serikat menjadi pasar utama bagi kedua sektor tersebut.
Pangsa pasar TPT Indonesia ke AS mencapai 40,6% dan alas kaki 34,2%. Ini menunjukkan, sambung Faisol, hampir setengah dari ekspor tekstil, serta sekitar 30%-an ekspor alas kaki nasional bergantung pada permintaan AS.
Melihat masih tingginya tensi ketegangan antara AS dan China, serta adanya penurunan pangsa pasar China di AS, situasi ini memunculkan tantangan berupa meningkatnya potensi dumping produk China ke pasar domestik. Kemenperin pun sudah mengendus impor untuk dua produk ini sudah naik sejak awal 2025.
"Ini menunjukkan adanya peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84%, sedangkan impor produk alas kaki melonjak hingga 30,89% pada Januari hingga April 2025," katanya.

Pada sektor industri agro, terdapat indikasi adanya trade diversion produk China dari AS. Pihaknya juga mengidentifikasi, ekspor produk agro China ke AS sepanjang Januari-April 2025 turun sebesar US$1,17 miliar atau sekitar 7%.
Di saat yang sama, Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk sektor pertanian-perikanan dari China sebesar US$477 ribu atau meningkat sekitar 30%.
"Sekurang-kurangnya, terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS 23, yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11%, HS 03 ikan dan krustasea, dan HS 18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100%. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan, yaitu sekitar 105,4%," jabarnya.
Baca Juga: Menjajaki Pasar Baru, Menyiasati Perang Dagang
Dia menyampaikan, kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional, sekaligus peluang untuk memanfaatkan potensi dan tantangan industri di dalam negeri.
"Ini tentu kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif," ujar Wamenperin.
Secara keseluruhan, BPS mendata, tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Mei 2025 ke Indonesia adalah China US$33,12 miliar (39,92%), Jepang US$6,31 miliar (7,61%),dan Singapura US$3,89 miliar (4,69%).