c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

27 September 2023

16:59 WIB

ICAEW Optimistis Pertumbuhan Indonesia 2023 Sentuh 5,1%

Di tengah perlambatan ekonomi global, ICAEW menilai pertumbuhan PDB kuartal terakhir Indonesia masih cukup menjanjikan.

Penulis: Khairul Kahfi

ICAEW Optimistis Pertumbuhan Indonesia 2023 Sentuh 5,1%
ICAEW Optimistis Pertumbuhan Indonesia 2023 Sentuh 5,1%
Pemandangan gedung perkantoran bertingkat di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2022) . ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) memproyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat berada di level 5,1% pada akhir 2023. Sejauh ini, kondisi pertumbuhan dunia masih menantang karena beragam dinamika dan perlambatan ekonomi.  

Tantangan tersebut seperti berakhirnya periode pemulihan pasca pandemi di China, kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat (AS), lemahnya sektor semikonduktor dan permintaan domestik. Kesemua ini membuat ICAEW sempat menilai prospek pesimis bagi perekonomian ASEAN, termasuk Indonesia. 

“Namun, di tengah perlambatan ekonomi global, riset menilai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal terakhir Indonesia masih cukup menjanjikan,” sebut laporan Oxford Economics dalam ICAEW Economic Insight Forum Q3 2023, Jakarta, Rabu (27/9).

Riset yang digagas oleh ICAEW ini melihat perlambatan pada pertumbuhan ekonomi akan semakin terlihat pada kuartal ketiga, meskipun pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya cukup baik. 

Secara umum, pertumbuhan ekonomi di ASEAN-6 yang mencakup Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam diperkirakan akan mencapai 3,6% pada paruh kedua 2023. Capaian ini terlihat menurun dari 4,2% pada paruh pertama 2023 dan 5,7% pada 2022. 

Khusus untuk Indonesia, pertumbuhan ekonomi 2023 diprediksi akan tumbuh mencapai 5,1%, konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya. Setelahnya, pertumbuhan Indonesia diproyeksi akan melambat ringan ke angka pertumbuhan 4,7% di 2024.

“(Pertumbuhan 4,7%) dapat terjadi di tahun depan, jika meninjau adanya hambatan eksternal, yaitu dampak pengetatan moneter yang masih berlanjut,” ujarnya. 

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,17% pada Kuartal II/2023

Di samping itu, ICAEW juga melihat pertumbuhan Indonesia yang lebih lambat di kuartal ketiga diperkirakan terjadi karena beberapa alasan. Mulai dari pemulihan ekonomi China pasca pandemi yang melambat, sehingga menyebabkan perkiraan pertumbuhan konsensus diturunkan dengan cepat. 

Kemudian, dampak penuh dari kenaikan suku bunga Federal Reserve AS sebesar 550 basis poin, dan dampaknya terhadap suku bunga ASEAN yang belum sepenuhnya dapat dirasakan. 

“Harga semikonduktor yang lemah juga memengaruhi negara-negara seperti Singapura dan Malaysia,” jelas laporan yang sama. 

Di atas semua itu, sektor ekspor menjadi hambatan utama terhadap pertumbuhan Indonesia di kuartal ketiga. Setelah melonjak naik pada masa-masa awal pandemi covid-19, ekspor barang merosot turun pada tahun lalu dan masih dalam tren penurunan yang serius saat ini. 

"Sebagian besar perlambatan ini disebabkan oleh pergeseran permintaan global dari barang ke jasa. Sementara komposisi permintaan eksternal diperkirakan akan mulai normal pada paruh kedua tahun ini, permintaan secara keseluruhan cenderung cukup baik," tulisnya.

Sebelumnya, BPS melaporkan, ekspor komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, minyak kelapa sawit, serta besi dan baja mengalami penurunan kinerja cukup dalam secara tahunan. Secara keseluruhan, nilai ekspor Indonesia selama Agustus 2023 mencapai US$22 miliar, atau turun 21,21% (yoy) yang mencapai US$27,93 miliar.

Ketahanan Konsumen Indonesia Cenderung Akan Melemah
Sementara ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami kenaikan, dari 5% (yoy) di kuartal I menjadi 5,2% (yoy) di kuartal II. Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, PDB tumbuh 1,5% (quarter-on-quarter/qoq), sama dengan yang terjadi pada kuartal I. 

Namun, ICAEW melanjutkan, perbedaan antara permintaan domestik yang kuat dan permintaan eksternal yang melemah menjadi sangat mencolok. Terlihat dari suku bunga riil Indonesia saat ini masih menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

"Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang," tulisnya.

Menurut riset tersebut, situasi ini tak akan hanya berdampak pada investasi, terutama di sektor konstruksi, tetapi juga pada pinjaman rumah tangga yang dapat berdampak pada konsumsi swasta. 

"Ini adalah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil," ujarnya.

Baca Juga: Dibayangi Risiko Global 2023, Pertumbuhan Asia-Pasifik Diproyeksi 4,7%

Perlambatan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada semester II/2023 dan awal 2024 dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang-barang buatan Indonesia. 

Sebagai salah satu tujuan utama ekspor, Tiongkok menghadapi perlambatan pertumbuhan yang dapat menjadi penghalang tambahan bagi kinerja ekspor Indonesia. Kendati, sektor jasa terutama pariwisata, diharapkan dapat membantu menopang total ekspor.

Adapun peningkatan inflasi Indeks Harga Konsumen/IHK, dari 3,1% (yoy) di Juli menjadi 3,3% (yoy) di Agustus, masih berada dalam rentang target inflasi bank sentral tahun ini. Hal ini memberi ruang Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan, yang dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi. 

“Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintah dan pelaku ekonomi di Indonesia harus tetap waspada dan responsif terhadap perubahan dalam dinamika global,” paparnya. 

Inflasi Umum Terus Menurun di ASEAN
Di luar Indonesia, pantauan ICAEW, tren positif penurunan inflasi umum kemungkinan akan terus berlanjut di seluruh wilayah ASEAN. Meski, inflasi inti secara keseluruhan lebih tinggi. 

Lebih lanjut, ICAEW memproyeksi, inflasi IHK Asia Tenggara akan terus konsisten mengalami penurunan sepanjang 2022-2024, dari 4,6% pada 2022; menjadi 3,5% di 2023; dan lanjut turun menjadi 2,4% pada 2024

“Dengan latar belakang ini, bank-bank sentral di kawasan ASEAN kemungkinan telah mencapai puncak siklus kenaikan suku bunga. Bank-bank sentral diperkirakan akan atau telah mulai memangkas suku bunga,” jelasnya.  

Namun, penurunan suku bunga ini mungkin masih tertunda karena efek perlambatan ekonomi Tiongkok yang cepat. Pemangkasan suku bunga oleh People's Bank of China (PBoC) selama beberapa bulan terakhir, kemungkinan tak sepenuhnya efektif dalam menstimulasi permintaan di tengah tingginya penghindaran risiko.

“Hal ini pada gilirannya dapat memberikan tekanan pada mata uang ASEAN,” pungkasnya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar