10 Juni 2025
12:47 WIB
HIPMI: Format Pembinaan UMKM RI Belum Berhasil, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang
HIPMI mendorong pemerintah untuk memisahkan format pembinaan dan program antara usaha mikro dan kecil dengan usaha menengah, lantaran cakupannya yang terlalu luas.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Pengunjung berada di stand UMKM Festival Kepri Ramadhan Fair (KURMA) 2025 Batam, Kepulauan Riau, Sel asa (18/3/2025). Antara Foto/Teguh Prihatna
JAKARTA - Pengusaha sekaligus Pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Abdul Latief mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi format program pembinaan dunia usaha Indonesia saat ini.
Abdul menilai, format Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang diklasifikasikan pemerintah sebagai acuan dalam membuat program pembinaan dan pemberdayaan yang berjalan masih jauh dari kata berhasil.
"Pembinaan UMKM yang disatukan perlu ditinjau kembali. Perlu secara tajam dipisahkan pembinaan Pengusaha Menengah dan (mikro) Kecil," papar Abdul dalam pernyataan yang diterima Validnews, Jakarta, Selasa (10/6).
Baca Juga: Menteri UMKM: Pendanaan Masih Jadi Tantangan Besar Bagi Startup
Menurutnya, pembinaan usaha yang dilakukan dengan tetap mengacu pada format sekarang tidak akan bisa mengembangkan usaha menengah karena kondisi yang terdegradasi, lantaran disesuaikan juga dengan pembinaan terhadap usaha mikro dan kecil.
Sedikit membeberkan data, menurut Abdul, salah satu cara untuk bisa membuat Indonesia menjadi negara maju adalah dengan keberadaan pengusaha sebanyak 12-14% dari jumlah penduduk.
Sementara saat ini, jumlah pengusaha di Indonesia diperkirakan baru mencapai 3% saja. Dari 3% pengusaha tersebut, sekitar 65% di antaranya masih berupa pengusaha kecil.
Di saat bersamaan, Menteri Ketenagakerjaan pada era Kepemimpinan Soeharto tersebut kembali menilai, Indonesia belum memiliki pengusaha kelas menengah yang memadai, baik dilihat dari aspek kualitas maupun kuantitas.
Baca Juga: UMKM Di Tanah Air, Tantangan Dan Cara Pengembangannya
Dirinya mengakui, jika saat ini masyarakat dan pengusaha dalam negeri masih belum menjadi pemimpin dan pelaku utama dalam menggerakkan ekonomi bangsa sekaligus untuk memakmurkan rakyat.
"Masyarakat menengah Indonesia berada di kisaran 17%, seharusnya diatas 55%. Dalam hal ini kita dalam posisi struktur (ekonomi) yang serius sangat tidak seimbang. Masyarakat umum dan masyarakat bisnis dalam struktur dan kondisi yang rentan," imbuhnya.
Mendorong Pengusaha Kelas Menengah
Kembali ke pandangan Abdul yang melihat perlunya pemisahan antara usaha skala mikro dan kecil dengan usaha skala menengah, pemisahan tersebut dapat dengan mudah menjadi patokan dalam pembuatan program pembinaan yang disesuaikan dengan skala dan jenis usaha ke depannya.
"Untuk usaha menengah, pembinaan pengusaha diperlukan format khusus yang lazim disebut affirmative action/proggrame. Sedangkan usaha kecil cukup luas dan banyak karena terdiri dari tiga kelompok yang lazim yakni smale scale industries, home industries, dan cottage industries," paparnya.
Baca Juga: Pentingnya Legalitas Perizinan Dan Produk UMKM
Guna melancarkan prinsip yang dimiliki dan mendorong lahirnya pengusaha di kelas menengah, bertepatan dengan ulang tahun HIPMI ke-10, Abdul menegaskan pihaknya akan selalu berupaya untuk melahirkan pengusaha baru dari level kelas menengah di Indonesia.
Dirinya menegaskan, para kader pengusaha tersebut nantinya akan dididik dengan aplikasi teknologi yang terus berkembang hingga menjadi pengusaha besar.
"Sekarang kader HIPMI harus dalami dan aplikasikan teknologi dalam bisnis. Kita mulai dengan ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi), yang belum ke China, perlu ke China, atau negara lain yang maju, masih belum terlambat," pungkasnya.