25 November 2023
12:41 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani mengofirmasi, pemerintah baru merealisasi utang Rp203,6 triliun selama sepuluh bulan tahun ini. Padahal total utangan yang direstui dan dapat ditarik melalui APBN 2023 berjumlah Rp696,3 triliun.
“Realisisasi pembiayaan utang ini jauh lebih kecil dari tahun lalu, di mana sampai Oktober (2022) kita melakukan pembiayaan utangnya mencapai Rp507,3 triliun,” katanya saat membacakan APBN KITA Edisi November 2023, Jakarta, Jumat (24/11).
Tidak heran, pertumbuhan pembiayaan utang pemerintah pada saat ini tumbuh negatif cukup dalam, yakni minus 59,9% (yoy). Di sisi lain, realisasi utang tersebut juga baru sekitar 29,2% dari apa yang sudah digariskan dalam undang-undang APBN.
Jika ditilik dari utangan via SBN, pemerintah baru menerbitkan Rp185,4 triliun SBN neto. Adapun, pertumbuhan penerbitan SBN saat ini sudah turun drastis hingga 62,9% (yoy) dari penerbitan SBN per Oktober 2022 yang sempat tembus hingga Rp500,3 triliun.
Baca Juga: Anak Buah Luhut Pastikan Pendanaan JETP Bukan Jebakan Utang
Sedangkan dari sisi pinjaman luar negeri, pemerintah baru merealisasikan utangan sebesar Rp18,2 triliun. Kendati, realisasi pinjaman luar negeri ini sudah melampaui dari target yang diekspektasikan berada fase kontraksi Rp16,6 triliun. Dengan demikian, pinjaman ini tumbuh 159,7% (yoy), dari posisi tahun lalu yang hanya Rp7 triliun saja.
Secara umum, Menkeu Sri menyatakan, pengelolaan utang Indonesia masih terus pemerintah jaga dengan baik dan hati-hati. Realisasi utang dengan mengantisipasi tekanan higher for longer yang masih akan terjadi beberapa waktu ke depan.
“Issuance (penerbitan utang) harus ditentukan secara situasional, sehingga kita tidak terekspos dengan suku bunga (global) yang melonjak sangat tinggi, bahkan sering disertai dengan volatilitas nilai tukar,” ujarnya.
Menkeu juga menginformasikan, bahwa pemerintah juga sukses menerbitkan SBN dalam bentuk sukuk global sebesar US$2 miliar di pekan lalu. Penerbitan ini dinilai cukup baik di tengah sentimen global yang masih belum pulih seutuhnya.
“(Sukuk global) ini mengalami issuance yang sangat baik, padahal dalam situasi pasar yang masih sangat volatile,” jelasnya.
Baca Juga: Penerbitan SBN Ritel Agar Publik Tak Tertipu Investasi Ilegal
Menkeu mencacah, sukuk global ini terbagi ke dua bagian. Yakni sebesar US$1 miliar bertenor 5 tahun dengan yield 5,4%, sedangkan US$1 miliar lainnya bertenor 10 tahun dengan yield 5,6%.
“Itu semuanya green sukuk bond,” ujarnya.
Dari sisi penerbitan, sukuk global hijau ini mengalami 2,8 kali alias oversubscribe. Menkeu pun bersyukur dengan kondisi ini, karena hal ini menandakan bahwa Indonesia mampu mendapatkan kewajiban membayar yield kepada pemegang obligasi dengan lebih rendah.
“Ini relatively sangat kompetitif dibandingkan negara-negara emerging yang lain. Ini adalah sesuatu yang sangat positif,” tegasnya.
Dalam kesempatan sama, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto menyampaikan, pemerintah akan memenuhi pembiayaan utang sesuai dengan kebutuhan APBN 2023. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga akan terus berada pada posisi antisipasi dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan utang 2024.
“Sehingga dalam konteks penerbitan utang saat ini, masih on track sesuai dengan kebutuhan pembiayaan tersebut,” terang Suminto.
Tak beda halnya dengan pengadaan utang berupa global sukuk, pemerintah akan melakukan penerbitannya secara optimal. Mencakup dari currency, tenor, variasi instrumen, sampai pada sisi imbal hasil (yield).
“Sehingga (pemerintah) mendapatkan portofolio yang optimal, baik dari sisi biaya maupun risikonya,” ungkapnya.
ORI24 Laku Rp14,5 Triliun
Menkeu melanjutkan, pemerintah juga menerbitkan Obligasi Negara Ritel (ORI) Seri 24 yang diserbu oleh ritel atau masyarakat Indonesia sebesar Rp14,5 triliun pada 9 Oktober-2 November 2023.
Untuk seri ORI 24 tenor 3 tahun laris Rp11,9 triliun dengan imbalan kupon sebesar 6,1%. “Masyarakat yang membelinya ini terdiri dari 40.825 investor, di mana hampir 40%-nya adalah investor baru,” ungkapnya.
Sedangkan seri ORI 24 tenor 6 tahun laris Rp2,6 triliun dengan imbalan kupon sebesar 6,35%. Adapun pembelinya mencapai 11.274 investor, dengan 33% di antaranya merupakan investor baru.
Dirinya pun semringah, porsi pembeli ORI024 tenor 3 tahun sebesar 47% merupakan investor generasi milenial. Senada, porsi pembeli ORI024 tenor 6 tahun sebesar 55% merupakan investor milenial.
“Mereka-mereka yang mulai melihat instrumen investasi (negara) dan pada saat yang sama bisa membiayai untuk defisit APBN Kita merupakan hal yang sangat positif,” paparnya.
Dirinya juga menggarisbawahi, kaum perempuan juga terpantau dominan membeli salah satu instrumen obligasi ritel pemerintah ini. “Untuk ORI yang 3 tahun mayoritas 58% investornya perempuan, sedangkan untuk yang tenornya 6 tahun 51%-nya adalah perempuan,” jabarnya.