15 Agustus 2025
10:10 WIB
HGBT Terhambat, Kemenperin Wanti-wanti Ancaman PHK 134 Ribu Pekerja
Kemenperin menyatakan pengetatan pasokan gas HGBT akan berimbas ke industri. Total pekerja yang menggantungkan nasib pada keberlanjutan pasokan HGBT di sektor industri mencapai 134.794 orang.
Editor: Khairul Kahfi
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif. Dok Kemenperin
JAKARTA - Kemenperin menyatakan pengetatan pasokan gas dalam program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan harga khusus akan berimbas luas terhadap keberlangsungan industri manufaktur.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyatakan, gangguan suplai dan tingginya biaya tambahan (surcharge) gas, seperti tarif sebesar US$16,77 per MMBTU, memberatkan pelaku usaha, terutama di sektor padat energi seperti industri keramik, kaca, baja, pupuk, petrokimia, dan oleokimia.
Dia mengonfirmasi, Kemenperin menerima banyak surat dan laporan dari industri pengguna HGBT yang merasakan dampak langsung kebijakan tersebut, serta menyampaikan keprihatinan mendalam atas pengetatan penerapan subsidi gas industri.
"Seolah-olah ini menjadi masalah klasik yang berulang. Padahal, HGBT adalah keputusan Presiden, yang sudah menetapkan baik harga US$6,5 per MMBTU dan keberlanjutan pasokannya," katanya melansir Antara, Jakarta, dikutip Jumat (15/8).
Baca Juga: Ini Jurus Kemenperin Kerek Daya Saing Kawasan Industri
Kemenperin menegaskan, tidak seharusnya ada pihak atau lembaga yang mencoba melakukan subordinasi terhadap perintah presiden dalam bentuk menaikkan harga di atas US$6,5 dan membatasi pasokannya.
Menurutnya, biaya energi merupakan komponen signifikan dalam struktur biaya produksi pada industri penerima HGBT.
Kenaikan harga atau berkurangnya pasokan akan langsung menggerus margin keuntungan, menurunkan utilisasi pabrik, dan dalam jangka panjang menekan minat investor untuk menanamkan modal di sektor manufaktur terutama pada industri di sektor pengguna padat energi.
Data Kemenperin mencatat, beberapa sektor industri saat ini mulai menunjukkan penurunan utilisasi akibat kendala pasokan gas.
Misalnya, industri keramik nasional yang pada semester I/2025 baru mampu mencapai tingkat utilisasi sekitar 70-71%, meski telah membaik dibandingkan tahun sebelumnya.
“Jika pasokan gas terus terganggu, capaian ini (juga) bisa tergerus lagi terutama industri pupuk yang akan memasok kebutuhan pupuk dalam program swasembada pangan Presiden Prabowo,” ucap Febri.
Febri menekankan, penerima manfaat terbesar dari program HGBT selama ini berasal dari BUMN. Kebutuhan gas industri secara keseluruhan diperkirakan mencapai sekitar 2.700 MMSCFD, sementara volume HGBT yang tersedia hanya sekitar 1.600 MMSCFD.
“Di sisi lain, perusahaan industri swasta yang menjadi tulang punggung manufaktur nasional kerap mendapat perlakuan berbeda. Ini menciptakan ketimpangan yang tidak sehat dan berpotensi mengganggu iklim usaha,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihaknya mencatat total pekerja yang saat ini menggantungkan nasib pada keberlanjutan pasokan HGBT di sektor industri mencapai 134.794 orang. Apabila pasokan HGBT mengetat menjadi hanya 48% dari kebutuhan, maka sebagian besar pekerja ini berpotensi terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca Juga: Perkuat Daya Saing Industri, ESDM Luncurkan Skema Baru HGBT
Jika dirinci, ancaman PHK akibat pengetatan pasokan gas akan berdampak pada 10.420 pekerja di industri pupuk; 23.006 pekerja di industri petrokimia; 12.288 pekerja industri oleokimia; 31.434 pekerja industri baja; 43.058 pekerja industri keramik; 12.928 pekerja industri kaca; dan 1.660 pekerja industri sarung tangan karet.
Kemenperin berharap koordinasi lintas kementerian dan lembaga dapat segera dilakukan untuk memastikan ketersediaan HGBT yang adil dan merata.
“Gas bumi adalah sumber energi strategis. Kebijakan terkait HGBT harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan BUMN dan industri swasta, sehingga daya saing industri nasional tetap terjaga,” kata Febri.
Ia juga mengingatkan bahwa industri manufaktur merupakan penyumbang terbesar PDB nonmigas dan memiliki peran penting dalam menyerap jutaan tenaga kerja.