16 Oktober 2023
09:18 WIB
Editor: Fin Harini
TOKYO - Harga minyak turun di awal perdagangan Asia pada Senin (16/10), membalikkan kenaikan pada Jumat (13/10) lalu. Investor masih wait and see apakah konflik Israel-Hamas meluas ke negara lain, yang dapat menaikkan harga lebih lanjut dan memberikan pukulan baru bagi perekonomian global.
Dikutip dari Reuters, harga minyak Brent berjangka turun 36 sen, atau 0,4%, menjadi US$90,53 per barel. Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 37 sen, atau 0,4%, menjadi US$87,32 per barel pada pukul 22.15 GMT pada hari Minggu (15/10).
Kedua harga patokan tersebut naik hampir 6% pada Jumat (13/10), membukukan persentase kenaikan harian tertinggi sejak bulan April, karena investor memperkirakan kemungkinan konflik Timur Tengah meluas.
Brent juga mencatat kenaikan mingguan sebesar 7,5%, kenaikan terbesar sejak Februari. WTI naik 5,9% untuk minggu ini.
Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi 2024 Masih Belum Aman dari Risiko Global
Hingga saat ini, konflik Israel-Hamas berdampak kecil terhadap pasokan minyak dan gas global, dan Israel bukanlah produsen besar.
Namun, para investor dan pengamat pasar sedang mengkaji kemungkinan konflik ini meningkat dan apa dampaknya terhadap pasokan dari negara-negara terdekat di wilayah penghasil minyak terbesar dunia tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah pada hari Minggu untuk “menghancurkan Hamas” ketika pasukannya bersiap untuk bergerak ke Jalur Gaza dalam mengejar militan Hamas usai serangan mematikan ke kota-kota perbatasan Israel yang mengejutkan pada Sabtu (7/10).
Di jalan-jalan Gaza yang sempit dan padat, kondisinya memburuk seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa akibat serangan udara Israel. Jenazah disimpan di truk freezer es krim karena memindahkannya ke rumah sakit terlalu berisiko dan kuburan penuh.
Di tengah kekhawatiran akan meluasnya konflik, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melanjutkan turnya ke negara-negara Timur Tengah, berupaya mencegah eskalasi dan menjamin pembebasan 155 sandera yang menurut Israel dibawa kembali oleh Hamas ke Gaza.
Kekhawatiran Kenaikan Harga Minyak
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memperingatkan kenaikan harga minyak dan tekanan inflasi di tengah "awan baru" yang semakin gelap dalam perekonomian dunia."
“Kami memantau dengan cermat bagaimana situasi ini berkembang, bagaimana dampaknya, khususnya pasar minyak,” Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, mengatakan pada konferensi pers hari Kamis (12/10) di Marrakesh, Maroko, pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Pada hari Selasa (10/10), Pierre-Olivier Gourinchas, kepala ekonom IMF, mengatakan "terlalu dini" untuk menilai dampak konflik yang telah berlangsung selama lima hari terhadap pertumbuhan ekonomi global. Namun dia mengatakan IMF "memantau situasi dengan cermat" dan mencatat kenaikan harga minyak ketika konflik dimulai.
Sementara itu, Presiden Bank Dunia Ajay Banga mengatakan bahwa "konflik Israel-Hamas adalah tragedi kemanusiaan dan guncangan ekonomi global yang tidak perlu" akan mempersulit bank sentral untuk mencapai soft landing – sebuah perlambatan yang menghindari resesi – di banyak negara jika konflik tersebut menyebar.
“Bank-bank sentral mulai merasa sedikit lebih yakin bahwa ada peluang untuk melakukan soft landing, dan hal ini justru mempersulitnya,” kata Banga di sela-sela pertemuan Bank Dunia yang sedang berlangsung di Marrakesh.
Baca Juga: Menkeu: Harga Minyak Dunia Masih Berpeluang Naik
Meskipun Palestina dan Israel tidak menghasilkan banyak minyak, terdapat kekhawatiran perang tersebut dapat berubah menjadi konflik regional dan berdampak pada politik seputar pasar minyak mentah.
Timur Tengah adalah rumah bagi beberapa produsen minyak terbesar di dunia, termasuk Iran dan Arab Saudi, dan rute transit utama seperti Selat Hormuz, yang dikenal sebagai “titik penyempitan minyak” (oil chokepoint) yang paling penting di dunia.
Dampak pada harga minyak dunia diperkirakan akan bertambah besar jika Iran terlibat langsung dalam konflik. Seperti diketahui, negara kaya minyak tersebut merupakan sekutu Hamas dan kelompok bersenjata Hizbullah yang berbasis di Lebanon.
Dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada hari Senin, Presiden Rapidan Energy Group Bob McNally mengatakan bahwa harga minyak bisa melonjak sebesar US$5 hingga US$10 per barel jika Iran terlibat dalam konflik tersebut.