c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

19 September 2024

17:27 WIB

Gappri: Industri Rokok Terus Mendapat Tekanan Global

Wacana kemasan polos pada rokok hanya akan menambah tekanan bagi kontributor terbesar APBN Indonesia.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Gappri: Industri Rokok Terus Mendapat Tekanan Global</p>
<p>Gappri: Industri Rokok Terus Mendapat Tekanan Global</p>

Buruh melinting rokok Sigaret Kretek Tangan di salah satu pabrik rokok, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/5/2023). Antara Foto/Yusuf Nugroho

JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengungkapkan ketatnya peraturan untuk peredaran produk hasil tembakau jadi gambaran besarnya tekanan yang diberikan dunia untuk industri tersebut.

Di Indonesia sendiri, peredaran rokok diatur oleh sekitar 480 regulasi, mulai dari Perda, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Peraturan Gubernur, hingga di tingkat kementerian dan undang-undang (UU).

"Industri ini sudah sangat diawasi dan dikendalikan. Tapi, terlihat bahwa tekanan-tekanan global maunya lebih menekan industri ini," ujar Henry dalam sebuah sesi diskusi di Jakarta, Kamis (19/9).

Teranyar, pengendalian distribusi rokok diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Sebagai informasi, PP Nomor 28 Tahun 2024 telah diteken oleh Presiden Joko Widodo tertanggal 26 Juli 2024 yang lalu setelah pembahasan panjang sejak tahun 2023.

"Muncullah PP Nomor 28 Tahun 2024 di mana mulainya di RUU itu kami dituduh masuk produk narkotika dan psikotropika. Untungnya tidak dipakai lagi," jelas dia.

Baca Juga: Suara Kemenperin Tak Digubris Dalam Pembahasan Regulasi Terbaru Soal Rokok

Bukan hanya peredaran, desain dan kemasan produk rokok pun diatur dalam beleid tersebut. Pada Pasal 435 PP Nomor 28 Tahun 2024, tertulis setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan.

Lalu pada akhir Agustus 2024, muncullah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang bakal mengatur lebih detil seputar peredaran rokok. Dalam hal ini, kemasan produk rokok diwajibkan untuk polos dan seragam, termasuk dengan tulisan merk atau pabrikannya.

"Tiba-tiba muncul akhir Agustus Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang kami nilai sangat eksesif sekali, desain dibuat semua seragam," kata Henry.

Menurut Henry, penerapan kemasan polos justru bakal meningkatkan jumlah rokok ilegal. Misalnya di Prancis, terdapat peningkatan rokok ilegal 30% dibanding negara Benua Biru lainnya ketika mereka menerapkan kemasan polos pada produk rokok.

Sementara negara-negara Asia Tenggara yang menerapkan kemasan polos pada rokok disebutkannya tak bisa dibandingkan dengan Indonesia. Hal itu dikarenakan ekosistem industri rokok sudah terbentuk sangat matang dari hulu ke hilir.

Baca Juga: Kemenperin Tak Sepakat Dengan Wacana Rokok Kemasan Polos

"Malaysia, Singapura, atau Australia itu bukan produsen. Kalau mereka akan menolak industri ini, beda dengan kita yang sangat harmonis. Jadi tidak bisa dibandingkan dengan negara non produsen," tegasnya.

Beberapa pasal pun digadang-gadang menjadi aspek yang mematikan industri rokok, seperti larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sarana pendidikan, hingga pengaturan iklan di media elektronik maupun konvensional.

"Kesannya kami akan dibuat menjadi sunset industry, industri yang perlahan-lahan akan habis. Seakan-akan industri ini dipojokkan agar seperti industri yang berbahaya," tuturnya.

Padahal di lain sisi, industri kretek di Indonesia menampung sekitar 5,5 juta-5,9 juta tenaga kerja. Mulai dari petani di kisaran 1,5 juta orang, dan sisanya berada di pabrik rokok.

Kemudian, rokok juga tercatat menyumbang penerimaan negara sekitar 10% dari cukai yang diterapkan oleh pemerintah. Belum lagi, bahan bau yang digunakan industri rokok 97% dari dalam negeri.

"Dalam sentra industri tembakau, perekonomian berjalan baik. Kalau ini disetujui, kami pasti melihat ada badai yang luar biasa. Kami perlu mengingatkan pemerintah soal exit strategy yang akan dilakukan," pungkas Henry Najoan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar