c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

19 September 2024

16:06 WIB

Kemenperin Tak Sepakat Dengan Wacana Rokok Kemasan Polos

Kemenkes wajib cari substitusi rokok sebagai kontributor terbesar penerimaan negara apabila kebijakan rokok kemasan polos tetap diterapkan.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Kemenperin Tak Sepakat Dengan Wacana Rokok Kemasan Polos</p>
<p id="isPasted">Kemenperin Tak Sepakat Dengan Wacana Rokok Kemasan Polos</p>

Pedagang menunjukkan bungkus rokok bercukai di Jakarta, Kamis (10/12/2020). Kementerian Keuangan mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen yang berlaku pada 2021. ANTARAFOTO/Aprillio Akbar

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak wacana rokok berkemasan polos dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang bakal diterbitkan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria menilai kebijakan rokok kemasan polos hanya akan meningkatkan jumlah rokok ilegal dan tidak bakal berdampak pada penurunan prevalensi perokok di Indonesia.

"Kebijakan kemasan polos seperti di beberapa negara itu tak serta merta menurunkan prevalensi perokok, malah cenderung meningkatkan rokok ilegal," ujarnya dalam sebuah sesi diskusi di Jakarta, Kamis (19/9).

Menurutnya, pengendalian peredaran rokok dengan mewajibkan kemasan polos hanya akan menyulitkan pelaku industri dan berpotensi melenyapkan salah satu kontributor terbesar terhadap penerimaan negara.

Baca Juga: Asosiasi Petani Tembakau Serahkan Surat Tolak Kemasan Polos Produk Tembakau Pada Wamentan

Pasalnya selama ini, pengendalian rokok yang dilakukan lewat kebijakan fiskal membuat industri tembakau menyumbangkan ratusan triliun pada penerimaan negara. Dari sisi cukai saja, sumbangsih rokok berada di kisaran Rp213 triliun dan belum termasuk pajak.

"Angka ini kita ketahui sebagai pengendalian, kita tetapkan di APBN. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, ini jadi bagian dari sumber pendapatan kita yang kita catatkan di APBN," kata Merri.

Merri tak menampik, penerapan kebijakan kemasan polos pada rokok memunculkan kemungkinan turunnya pendapatan negara. Menurut perhitungannya, sumbangsih rokok dari cukai dan perpajakan secara total bisa mencapai Rp250 triliun.

Karena itu, dia mengingatkan Kementerian Kesehatan supaya mencari solusi untuk menggantikan rokok sebagai kontributor terbesar pendapatan negara apabila menerapkan kebijakan kemasan polos tersebut.

"Mungkin teman-teman Kemenkes punya kebijakan lain yang bisa mendukung penambahan pendapatan negara untuk menutup kemungkinan penurunan pendapatan. Sekali lagi, kebijakan fiskal ini bukan untuk mencari dana. Jadi, apakah sudah substitusi untuk menutup kekurangan capaian penerimaan negara ini?" tambah dia.

Kebijakan rokok kemasan polos ia sebut hanya sekadar meniru negara-negara maju, mulai dari Australia hingga Inggris. Tapi di lain sisi, Indonesia punya karakteristik yang berbeda dengan negara-negara tersebut.

Baca Juga: Petani Tembakau Dan Cengkeh Minta Perlindungan Kementan

Misalnya dari sisi mata pencaharian, Indonesia masih memiliki petani tembakau maupun petani cengkeh yang harus dihidupi oleh negara. Secara tidak langsung, kebijakan kemasan polos pada produk rokok ujungnya bakal menekan pendapatan para petani.

"Kita tidak sama seperti negara yang sudah menerapkan clean packaging, Australia, Inggris, Amerika Serikat, Prancis, itu karakteristik masyarakat penduduknya berbeda," tegas Merri.

Dirinya menegaskan harusnya Indonesia tak perlu meniru kebijakan negara lain. Belajar dari pandemi covid-19 kala negara-negara maju menerapkan lockdown, ekonomi Indonesia justru bisa tumbuh tanpa harus mengikuti penutupan aktivitas seperti yang dilakukan negara lain.

"Kala itu juga Kemenperin tetap memberikan fasilitasi untuk sektor manufaktur agar tetap berproduksi dengan pemantauan yang ketat dan ini kita lihat bisa menjadi satu catatan kesuksesan Indonesia. Artinya, Indonesia bisa menciptakan kebijakan yang membuat Indonesia sebagai trend setter," pungkas Merrijantij Punguan Pintaria.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar