22 Oktober 2025
11:10 WIB
FAO: Deforestasi Dunia Melambat, Tapi Ekosistem Hutan Masih Terancam
FAO menyebut laju deforestasi saat ini melambat jadi 10,9 juta ha/tahun. Namun, capaian ini masih tergolong tinggi dan menyebabkan ekosistem hutan mengalami ancaman besar.
Penulis: Siti Nur Arifa
Lanskap tutupan hutan hujan tropis yang berada di Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi, Indonesia. Antara/HO-Kementerian LHK
JAKARTA - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melalui laporan Global Forest Resources Assessment 2025 (FRA 2025) mengungkap, laju deforestasi telah melambat dalam satu dekade terakhir di seluruh wilayah di dunia.
Laporan lima tahunan itu mencatat, luas hutan dunia saat ini mencapai 4,14 miliar hektare (ha), atau sekitar sepertiga dari total daratan bumi. Adapun laju deforestasi menurun dari 17,6 juta ha/tahun pada periode 1990-2000 menjadi 10,9 juta ha/tahun pada periode 2015-2025.
"Deforestasi melambat menjadi 10,9 juta ha/tahun pada tahun 2015-2025, turun dari 17,6 juta pada tahun 1990-2000. Laju ekspansi hutan juga menurun, dari 9,88 juta ha/tahun pada tahun 2000-2015 menjadi 6,78 juta ha pada tahun 2015-2025," tulis laporan FAO, Jakarta, dikutip Rabu (22/10).
Baca Juga: Menjaga Keseimbangan Ekosistem Dengan Reboisasi Lahan Kritis
Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu dalam Kata Pengantar FRA 2025 mengatakan, FRA merupakan evaluasi global yang paling komprehensif dan transparan terhadap sumber daya hutan serta kondisi, pengelolaan, dan pemanfaatannya, yang mencakup semua elemen tematik pengelolaan hutan lestari.
“Data yang dihasilkan memiliki beragam tujuan, mulai dari menginformasikan komunitas global tentang status hutan dan perubahannya, hingga mendukung keputusan, kebijakan, dan investasi terkait hutan dan jasa ekosistem yang disediakannya,” tulis Qu Dongyu.
Baca Juga: Kemenhut Sebut Deforestasi Meningkat
Selain mencatat penurunan laju kehilangan hutan (deforestasi), laporan FAO juga menyoroti lebih dari setengah kawasan hutan dunia kini berada dalam rencana pengelolaan jangka panjang, serta sekitar seperlima hutan dunia telah masuk kawasan lindung secara hukum.
“Kabar positif lainnya bagi hutan dunia, yang mencakup lebih dari separuh hutan yang kini tercakup dalam rencana pengelolaan jangka panjang, dan seperlima hutan kini berada dalam kawasan lindung yang ditetapkan secara hukum,” tambah Qu Dongyu.
Ekosistem Hutan Masih Terancam
Meski laju deforestasi dilaporkan menurun, angka deforestasi 10,9 juta ha/tahun di saat bersamaan dinilai masih tergolong tinggi dan menimbulkan tekanan besar bagi ekosistem hutan dunia.
Sebab, hutan berperan penting bagi ketahanan pangan, penghidupan lokal, dan penyediaan biomaterial serta energi terbarukan.
"Hutan juga menjadi habitat bagi sebagian besar keanekaragaman hayati dunia, membantu mengatur siklus karbon dan hidrologi global, serta dapat mengurangi risiko dan dampak kekeringan, penggurunan, erosi tanah, tanah longsor, dan banjir," sebut laporan yang sama.
Laporan yang sama juga mengungkap sejumlah temuan besar lain yang masih menjadi perhatian FAO. Di antaranya hutan di dunia yang masih hilang hampir 11 juta ha/tahun yang menunjukkan bahwa upaya konservasi dan kebijakan pengelolaan hutan masih perlu ditingkatkan.
Baca Juga: Tekan Laju Deforestasi Jadi Bagian Penting Mencapai Target Iklim
Selain itu, perlambatan deforestasi juga sayangnya diimbangi dengan penurunan laju perluasan hutan, di mana penanaman kembali (reboisasi) dan ekspansi hutan baru kini berjalan lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya, dari 9,88 juta ha/tahun di 2000-2015 menjadi hanya 6,78 juta ha/tahun pada sedekade terakhir.
Ditambah lagi, gangguan terhadap hutan akibat kebakaran, hama, penyakit, serta dampak perubahan iklim juga terus menjadi tantangan serius bagi kesehatan dan fungsi ekologis hutan. Gangguan-gangguan tersebut mengancam keanekaragaman hayati dan peran hutan sebagai penyerap karbon.
“Kebakaran memengaruhi rata-rata 261 juta ha lahan setiap tahunnya, hampir setengahnya berupa hutan. Pada tahun 2020, serangga, penyakit, dan cuaca buruk merusak sekitar 41 juta ha hutan, terutama di wilayah beriklim sedang,” tambah Qu Dongyu.
Upaya Penanganan
Berkaca dari kondisi yang ada, FAO menyoroti pentingnya menghubungkan pengelolaan hutan dengan tujuan global seperti keanekaragaman hayati, mitigasi iklim, dan penggunaan lahan berkelanjutan. Sebab itu, data kehutanan harus diintegrasikan ke dalam kebijakan lintas sektor agar manfaatnya lebih luas.
FAO juga mencatat, Indonesia termasuk dalam lima negara dengan area hutan primer terbesar di dunia, bersama Rusia, Brasil, Kanada, dan Republik Demokratik Kongo. Kelima negara itu menyumbang sekitar 75% dari total hutan primer global.
Direktur Divisi Kehutanan FAO Zhimin Wu menerangkan, proses pengumpulan data Global Forest Resources Assessment (FRA) 2025 dilakukan secara inklusif dan dipimpin oleh negara masing-masing.
"Jadi ini bukan data yang FAO kumpulkan sendiri. Ini adalah data yang kami kumpulkan melalui 200 koresponden nasional dari 194 negara dan kawasan," ujar Zhimin Wu dalam konferensi pers Global Forest Observations Initiative (GFOI) Plenary 2025, Jakarta, Selasa (21/10), dikutip dari Antara.
Baca Juga: Kemenhut Matangkan RBC Tahap Ke-5 Untuk Dukung Deforestasi
Sementara untuk negara yang belum menyampaikan data, FAO melakukan studi kasus guna melengkapi basis data global, lebih tepatnya terhadap sebanyak 42 negara dan kawasan lain yang belum memiliki data nasional.
Melalui laporan serta konferensi Global Forest Observations Initiative (GFOI) Plenary 2025, Zhimin Wu berharap pemerintah masing-masing negara dapat memanfaatkan hasil data ilmiah tersebut sebagai dasar dalam merancang kebijakan dan memperbaiki tata kelola hutan nasional.
"Ini juga penting kegunaannya bagaimana masing-masing negara bisa menggunakan data berdasarkan sains untuk memperbaiki kebijakan, kemudian memperbaiki pengelolaan hutannya di negara-negara masing-masing," imbuhnya.