07 Juli 2025
18:07 WIB
Evaluasi Masa Berlaku RKAB Wajib Perhatikan Penyederhanaan Birokrasi
RKAB lebih baik ditetapkan untuk periode 1 tahun supaya perencanaan perusahaan bisa lebih fleksibel. Pengembalian masa berlaku RKAB perusahaan tambang jangan sampai mengulang keruwetan di masa lalu
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri ESDM Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu telah menyetujui usulan dari Komisi XII DPR untuk mengembalikan masa berlaku Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan menjadi per tahun.
Adapun kebijakan itu sebelumnya telah direvisi lewat Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan, Persetujuan RKAB, serta Tata Cara Pelaporan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lewat beleid itu, perusahaan tambang yang tadinya mengantongi RKAB untuk periode 1 tahun, diperpanjang menjadi 3 tahun. Hal tersebut tak lepas dari menumpuknya antrean RKAB di meja Kementerian ESDM yang berdampak pada keterlambatan produksi oleh perusahaan.
Secara umum, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai, RKAB lebih baik ditetapkan untuk periode 1 tahun supaya perencanaan perusahaan bisa lebih fleksibel.
Tapi, dia menegaskan, proses persetujuan harus lebih sederhana. Jangan sampai, evaluasi kebijakan RKAB 3 tahunan hanya mengulang keruwetan yang dahulu dialami oleh perusahaan.
"Yang paling penting proses persetujuannya harus lebih simpel, cepat, dan ada jaminan kepastian agar tidak mengulang keribetan tiap tahun seperti yang dulu," ujar Bisman kepada Validnews, Jakarta, Senin (7/7).
Baca Juga: Cegah Oversupply, Aspebindo Setuju RKAB Tambang Kembali Tahunan
Untuk mengatasi antrean RKAB yang mengular, Kementerian ESDM dalam hal ini wajib menggunakan sistem IT yang jauh lebih andal, menambah jumlah evaluator, serta menyederhanakan format dan persyaratan.
"Termasuk juga jaminan kepastian waktu proses persetujuan dan yang lebih penting harus dijamin semua proses bersih, transparan, dan bebas kolusi," tegas dia.
Adapun usulan evaluasi masa berlaku RKAB perusahaan tambang dari 3 tahun menjadi 1 tahun diusulkan oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi.
Dalam Rapat Kerja bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Politisi Gerindra itu menyebut perpanjangan masa berlaku RKAB perusahaan tambang disetujui Komisi VII DPR bersama Menteri ESDM terdahulu, Arifin Tasrif.
"Kita keputusan dahulu di Komisi VII dan setelah kita laksanakan trial and error, ternyata banyak errornya. Dulu diputuskan di ruangan ini bersama Pak Arifin Tasrif, ternyata ketika dilakukan ini supply terlalu berlebih," ujar Bambang di Gedung Parlemen, Rabu (2/7).
Baca Juga: Tok! Harga Batu Bara Periode Kedua Juni 2025 Turun
Dia mencontohkan, komoditas bauksit punya serapan yang jauh lebih rendah daripada produksi yang dilakukan sesuai RKAB. Karena itu, Bambang meminta agar masa berlaku RKAB dikembalikan menjadi 1 tahun sekali.
"Kalau enggak salah RKAB-nya (bauksit) sekitar 45 juta ton, sedangkan serapan hanya sekitar 20 juta ton. Terjadi kelebihan yang berlebih," sambungnya.
Sejumlah alat berat memindahkan batu bara ke truk pengangkut di salah satu perusahaan pertambangan b atu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (28/1/2025). Antara Foto/Syifa Yulinnas
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun menerima usulan dari Bambang Haryadi untuk membahas evaluasi masa berlaku RKAB perusahaan tambang dari 3 tahun kembali ke 1 tahun.
Bahkan, Eks-Ketua Umum HIPMI itu berencana membatalkan semua RKAB yang sudah terbit untuk masa berlaku 3 tahunan seandainya evaluasi ini berjalan lancar dan kebijakan masa berlaku dikembalikan menjadi 1 tahun.
"Ini kita akan memotong RKAB supaya kita harus tahu antara kebutuhan dalam negeri, luar negeri, dan produksi. Jadi kalau besok ada pengusaha yang datang ngeluh sama bapak (Komisi XII DPR), bapak-bapak jangan sampai kembalikan itu salah ESDM ya," tegas Menteri Bahlil.
Oversupply Komoditas Mineral
Lebih lanjut, Bisman Bhaktiar tak menampik ada fenomena oversupply komoditas mineral dan batu bara. Tetapi, oversupply itu juga tak lepas dari kebutuhan pasar global yang juga tengah menurun.
Meski kebijakan RKAB 3 tahun telah diluncurkan pada 2023, implementasinya baru dilakukan efektif untuk tahun 2024. Jadi, saat ini belum bisa dinilai lebih jauh soal plus minus kebijakan tersebut.
Pada dasarnya, Bisman tak mempermasalahkan masa berlaku RKAB. Permasalahan utama menurutnya adalah proses persetujuan yang rumit, panjang, dan tidak ada kepastian.
"Jadi kalau saat ini akan diubah lagi menjadi 1 tahunan, maka hal-hal tersebut yang harus ada perbaikan dan jaminan oleh pemerintah," tandas Bisman.