c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

05 Juli 2025

09:41 WIB

Cegah Oversupply, Aspebindo Setuju RKAB Tambang Kembali Tahunan

Aspebindo mendukung pemerintah menyetujui penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari tiga tahun menjadi tiap tahun untuk menjaga harga komoditas tambang.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Cegah <em>Oversupply</em>, Aspebindo Setuju RKAB Tambang Kembali Tahunan</p>
<p>Cegah <em>Oversupply</em>, Aspebindo Setuju RKAB Tambang Kembali Tahunan</p>

Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Dermaga Cendrawasih Mustika Indah, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (18/12/2021). Antara Foto/Makna Zaezar/nym.

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho mendukung persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) diubah dari tiga tahun menjadi tiap tahun, untuk menjaga harga komoditas tambang.

“Kami, Aspebindo, menilai positif dengan inisiatif Menteri ESDM RI Bahlil Lahadalia dan Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengenai wacana pengembalian ke RKAB dengan sistem tahunan,” ujar Fathul melansir Antara dari Jakarta, dikutip Sabtu (5/7).

Baca Juga: Tok! Harga Batu Bara Periode Kedua Juni 2025 Turun

Sebagai contoh, dia melanjutkan, berdasarkan RKAB 2025, Indonesia menargetkan produksi hingga sekitar 900 juta ton batu bara dan sekitar 600 juta ton untuk pasar ekspor.

Namun, Fathul mengatakan, di lapangan terkadang jumlah penyerapan pasar (demand side) jauh di bawah angka tersebut, sehingga mengakibatkan oversupply.

“Hal ini mengakibatkan pada jatuhnya harga ekspor batu bara dan menurunnya PNBP,” ujarnya lagi.

Sejumlah alat berat memindahkan batu bara ke truk pengangkut di salah satu perusahaan pertambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (28/1/2025). Antara Foto/Syifa Yulinnas

Dia memaparkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) pada kuartal I/2025 tercatat menurun 7,42% secara tahunan menjadi Rp23,7 triliun.

Penurunan ini utamanya dipicu oleh melemahnya harga komoditas batu bara. Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target PNBP minerba 2025 sebesar Rp124,5 triliun, yang lebih rendah dibandingkan capaian kumulatif tahun sebelumnya yang mencapai sekitar Rp142 triliun.

“Salah satu faktor menurunnya PNBP ini adalah sistem RKAB yang disetujui setiap tiga tahun yang mengakibatkan oversupply,” kata Fathul pula.

Fathul juga optimistis dengan pengembalian sistem persetujuan RKAB secara tahunan dapat meningkatkan harga ekspor yang nantinya membawa dampak positif bagi negara dan perusahaan tambang.

Aspebindo berharap, perubahan sistem RKAB menjadi tahunan dapat membuat Indonesia dapat mengendalikan volume produksi batu bara nasional. Sehingga penyesuaian RKAB ini juga dapat memberi kepastian bahwa tidak terjadi keadaan oversupply yang dipengaruhi oleh faktor fluktuasi harga batu bara dunia.

"Hal ini diharapkan dapat membuat harga ekspor batu bara Indonesia meningkat dan berujung pada peningkatan PNBP sektor mineral dan batu bara,” ujar Fathul.

Menteri ESDM-Komisi XII Sepakat RKAB Tahunan
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bersama Komisi XII menyepakati pemberian persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan akan dilakukan per tahun.

“Mulai hari ini, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kami buat RKAB per tahun,” kata Bahlil dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR di Jakarta, Rabu (2/7) melansir Antara.

Baca Juga: RI Krisis Batu Bara Kalori Tinggi, Industri Diminta Beradaptasi

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, perusahaan pertambangan dapat mengajukan RKAB untuk berproduksi selama tiga tahun.

Kebijakan tersebut mulanya bertujuan untuk memberi kepastian usaha bagi perusahaan tambang, serta menyederhanakan proses administrasi tanpa mengurangi substansi dalam proses evaluasi.

Akan tetapi, Bahlil menilai, pemberian persetujuan RKAB dalam jangka waktu tiga tahun menyebabkan kegiatan produksi pertambangan menjadi sulit disesuaikan dengan permintaan dunia.

“Akibat RKAB jor-joran yang kita lakukan bersama, itu buahnya adalah tidak bisa kita mengendalikan antara produksi batu bara dan permintaan dunia. Apa yang terjadi? Harganya jatuh,” kata Bahlil.

Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (18/6/2025). Antara Foto/Nova Wahyudi

Oleh karena itu, Bahlil menyetujui usulan Komisi XII DPR untuk mengubah pemberian persetujuan RKAB dari rentang tiga tahun menjadi per tahun.

Menyusul persetujuan tersebut, Bahlil berencana memangkas RKAB dari berbagai perusahaan pertambangan yang sudah mengajukan untuk berproduksi selama tiga tahun.

“Mohon maaf, dengan RKAB per tahun, ini kami akan memotong RKAB. Jadi, kalau besok ada pengusaha yang datang mengeluh ke DPR, kenapa RKAB-nya dipotong, jangan sampai (melempar) salah ke ESDM lagi,” tuturnya.

Usulan tersebut mulanya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi, yang menilai adanya produksi pertambangan Indonesia yang berlebih, hingga menyebabkan jatuhnya harga komoditas tambang.

Bambang mengusulkan kepada Kementerian ESDM untuk mengubah pemberian persetujuan RKAB dari tiga tahun menjadi per tahun. Usulan tersebut pun disetujui dalam rapat kerja antara Menteri ESDM dengan Komisi XII DPR.

“Komisi XII DPR RI sepakat dengan Menteri ESDM untuk mengevaluasi persetujuan RKAB perusahaan pertambangan yang semula diberikan untuk jangka waktu tiga tahun menjadi satu tahun, dalam rangka menjaga kestabilan supply dan demand,” kata Ketua Komisi XII DPR Bambang Patijaya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar