31 Juli 2025
09:37 WIB
ESDM Beberkan Sebanyak 80 Cekungan Migas Belum Tereksplorasi
Kegiatan eksplorasi wajib dimasifkan untuk melengkapi data potensi pada setiap cekungan migas.
Penulis: Yoseph Krishna
Pekerja beraktivitas di sumur eksplorasi minyak bumi PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), di Blok Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Antara Foto/Moch Asim/hp.
JAKARTA - Ketua Tim Kerja Rekomendasi Wilayah Keprospekan Mineral dan Gas Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indra Nurdiana menyebut masih banyak cekungan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia yang belum tereksplorasi.
Dari sekitar 128 cekungan yang dimiliki, industri hulu migas Indonesia baru bisa berproduksi pada 20 cekungan. Sedangkan 100 cekungan lain belum diproduksikan dan bahkan ada 80 cekungan yang belum tereksplorasi.
"Kalau kita lihat sebenarnya wilayah kerja yang aktif hanya sekitar 20-an cekungan dan kita masih punya banyak sisanya lagi," ungkap Indra dalam sesi diskusi di acara Energi & Mineral Festival 2025, Rabu (30/7).
Hal itu menjadi penyebab kurangnya data atas sebagian besar cekungan migas yang ada di Indonesia. Tak heran, agak sulit untuk mencari investor yang ingin menyuntikkan modal pada sektor hulu migas di dalam negeri.
Baca Juga: Aspermigas: Kelengkapan Data Bisa Jadi Senjata Tarik Investasi Hulu Migas
"Yang utama kita butuhkan adalah data. Tanpa data, kita tidak bisa memaparkan potensinya seperti apa. Jadi sebenarnya isu yang paling utama di sini adalah lack of data itu ada sekitar 80 cekungan kita benar-benar data geologi dan data bawah permukaannya kurang sekali," sambungnya.
Karena itu, Kementerian ESDM lewat Badan Geologi sejak 2015 terus bekerja mengulik data setiap cekungan yang belum tereksplorasi. Oleh karena itu, investor bisa melihat potensi migas yang ada dari Sabang sampai Merauke.
Eksplorasi cekungan-cekungan migas, tambah Indra, utamanya dilakukan pada kawasan frontier sehingga ada angka potensi yang bisa dipresentasikan di hadapan investor.
"Walaupun masih jauh dari kata produksi, tapi yang namanya jauh kalau kita tidak memulai langkah ya kapan mau sampainya," kata Indra.
Indra juga menyebut pemerintah tak ingin mengulang kesalahan pada era kejayaan industri hulu migas Indonesia tahun 1990-an. Kala itu, Indonesia bahkan tergabung dalam organisasi negara-negara penghasil minyak atau OPEC.
Kejayaan tersebut mengakibatkan pemerintah dan pelaku industri hulu migas terlena dan melupakan pentingnya kegiatan eksplorasi. Imbasnya, lifting minyak Indonesia terus menurun sampai data SKK Migas menunjukkan angka kurang dari 580 ribu barel per hari (BOPD) untuk semester I/2025.
Untuk mendongkrak lifting, Indra mengamini penerapan teknologi seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) bisa saja diandalkan. Tapi supaya berkelanjutan, harus ada kegiatan eksplorasi supaya lifting di masa yang akan datang tidak menurun lagi.
"Kalau untuk kita berbicara ketahanan energi, tentu kita harus eksplorasi WK baru, itu yang penting dilakukan. Kita jangan terlena karena kita punya seperti yang disampaikan tadi sekian tahun lalu kita masuk OPEC, kita menikmati tanpa mengeksplorasi," tuturnya.
Jaga Reserves Replacement Production Ratio
Sebelumnya, Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas) Hadi Ismoyo telah mengingatkan kegiatan eksplorasi merupakan tulang punggung dari kesinambungan produksi migas.
Tanpa adanya masifikasi kegiatan eksplorasi, produksi minyak bumi akan terus menurun dari tahun ke tahun, sama halnya dengan yang terjadi pada lifting minyak Indonesia sampai 2024 lalu.
"Kegiatan eksplorasi adalah tulang punggung kesinambungan produksi. Tanpa eksplorasi yang masif, produksi (minyak) akan turun terus," terang Hadi saat berbincang dengan Validnews beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Melihat Potensi Investasi RI Dari Kaca Mata Bos Migas Dunia
Sebagai upaya untuk setidaknya mempertahankan tingkat produksi setiap tahun, Hadi menyebut, harus ditemukan cadangan yang sama atau lebih besar dari produksi tahun berjalan. Satu-satunya cara untuk menemukan cadangan migas ialah lewat kegiatan eksplorasi.
"Kita harus menemukan cadangan yang paling tidak sama atau lebih besar dari tahun berjalan, Reserves Replacement Production Ratio," tandasnya.
Data SKK Migas menunjukkan investasi untuk eksplorasi telah meningkat. Pada 2020, investasi eksplorasi hanya berada di kisaran US$500 juta, hingga pada 2024 melonjak sampai US$1,3 miliar.
Untuk tahun 2025 ini, SKK Migas mengeluarkan prognosa investasi hulu migas yang terkhusus pada kegiatan eksplorasi bisa menyentuh US$1,5 miliar. Jika tercapai, angka itu akan menjadi investasi eksplorasi terbesar dalam 10 tahun terakhir.