22 September 2025
20:14 WIB
Ekspor Sawit Indonesia Ke India Tetap Tinggi
Ketua Umum GAPKI optimis ekspor sawit Indonesia ke India tetap tinggi meski mengalami fluktuasi harga.
Penulis: Erlinda Puspita
Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (10/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Muhammad Izfaldi
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono memperkirakan ekspor sawit Indonesia ke India tetap dominan meski cenderung fluktuatif. Hal ini tentu tak terlepas dari posisi India sebagai importir minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia terbesar kedua setelah China.
Eddy menyampaikan, tantangan minyak sawit Indonesia ke pasar India saat ini didominasi fluktuasi harga minyak nabati dunia dan kebijakan tarif impor CPO yang kerap berubah di India. Namun, ia menilai ketergantungan India terhadap CPO Indonesia masih tetap tinggi, lantaran produksi minyak nabati dalam negeri India yang belum mencukupi kebutuhan konsumsi.
“(Negara tujuan) ekspor (CPO) utama kita adalah pertama ke China, kemudian ke India. India ini adalah market yang sangat penting untuk Indonesia, untuk palm oil Indonesia,” ujar Eddy dalam diskusi INDEF “Palm Oil as A Strategic Corridor: Strengthening Indonesia-India Economic and Trade Cooperation” secara daring, Senin (22/9).
Baca Juga: INDEF Ungkap 5 Isu Sawit RI-India, Ada Soal Harga Dan Tarif
Berdasarkan data yang Eddy sampaikan sesuai laporan Oil World 2025, India mampu memproduksi minyak nabati sendiri. Minyak nabati yang berhasil di produksi tahun 2024 tersebut antara lain rapeseed, soyabeans (minyak kedelai), cottonseed (minyak biji kapas), groundnuts (minyak kacang tanah), kopra, sesame (minyak wijen), sunflower (minyak bunga matahari), dan palm oil (minyak kelapa sawit).
Dari sekian minyak nabati yang berhasil India produksi tersebut, terbesar adalah produksi minyak rapeseed yang mencapai 3,8 juta ton dengan jumlah konsumsi yang hampir sama.
Sementara produksi minyak nabati terkecil adalah minyak kelapa sawit sekitar 401 ribu ton dengan konsumsi mencapai 9,8 juta ton per tahun. Sehingga India memerlukan impor minyak kelapa sawit 8,9 juta ton di tahun 2024. Dari jumlah itu, impor asal Indonesia mencapai 4,49 juta ton.
“India impor palm oil dan palm kernel oil ini dari beberapa negara. Memang kalau kita lihat dominannya dari Indonesia. Dari total impor 2023 dan 2024 itu sudah di atas 9 juta ton, dari Indonesia sangat besar, kedua dari Malaysia, Thailand, kemudian Singapura. Singapura juga sebenarnya impor dari Indonesia atau Malaysia,” ungkap Eddy.
Mengacu pada data tersebut, Eddy meyakini ekspor minyak sawit Indonesia ke India masih akan tetap dominan. Bahkan ia menyebut, ekspor sawit Indonesia ke India pernah mencapai 6 juta ton selama setahun penuh. Jumlah tersebut memang cenderung naik dan turun mengikuti harga minyak nabati dunia.
“Suplai (Indonesia) ke India tetap konsisten, hanya saja memang fluktuatif tergantung dengan kondisi harga vegetable oil dunia seperti apa,” sambung Eddy.
Memilih CPO
Eddy menambahkan, terkait struktur impor, India pun lebih memilih impor CPO dibandingkan produk olahan atau turunan minyak kelapa sawit. Hal ini karena India memiliki sistem pemrosesan CPO sendiri. Selain itu, tarif impor CPO jauh lebih murah dibandingkan turunan minyak sawit lainnya, meski tarif ekspor CPO Indonesia justru lebih tinggi dibandingkan produk turunan.
“Mereka bahkan ada asosiasi (pengolahan) di sana. Tarif impor untuk CPO di India lebih murah dibandingkan dengan yang sudah refined atau diproses di Indonesia. Walaupun di Indonesia sendiri untuk biaya keluar atau pajak ekspor CPO jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah diolah,” kata Eddy.
Baca Juga: Kemenperin Dorong Limbah Sawit Jadi Energi Berkelanjutan
Diketahui, berdasarkan revisi Mei 2025, besaran tarif bea masuk impor CPO Indonesia ke India semula 20% ditambah 5% berubah menjadi hanya 16,5%. Sebaliknya, untuk refined palm oil justru jauh lebih besar, yakni mencapai 35,75%.
Dari catatan GAPKI, ekspor produk kelapa sawit Indonesia pada Juni 2025 mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni naik menjadi 3.606 ribu ton atau bertambah 35,75% dari bulan Mei 2025. Berdasarkan negara tujuannya, ekspor tertinggi menuju China (283 ribu ton), India (244 ribu ton), Afrika (125 ribu ton), Pakistan (69 ribu ton), Rusia (65 ribu ton), Amerika Serikat (58 ribu ton), Bangladesh (47 ribu ton), Malaysia (39 ribu ton), dan EU-27 (10 ribu ton).
Nilai ekspor produk sawit Indonesia di Juni pun mengalami kenaikan dari US$2,822 miliar pada Mei 2025 menjadi US$3,636 miliar di Juni 2025.