02 Januari 2024
18:30 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Praktisi Minyak dan Gas Bumi Hadi Ismoyo menilai pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak seharusnya memungut PNBP untuk kegiatan eksplorasi migas di laut lepas.
Menurut dia, eksplorasi merupakan tahap pencarian sumber daya migas yang berisiko tinggi. Pengeboran yang dilakukan pada 10 sumur, sambungnya, kemungkinan hanya satu sumur yang berhasil ditemukan cadangan dengan rerata rasio kesuksesan pengeboran di level 10%.
Sementara jika semua sumur tersebut kosong (dryhole), negara tidak menanggung apapun karena production sharing contract (PSC) Term menjadi tanggung jawab investor.
"Negara tidak menanggung apa-apa. Jika discovery sudah menjadi POD, dalam stage produksi semua biaya akan dikembalikan atau diganti negara. Jadi, negara tidak menanggung risk investasi dalam hal ini," ujar Hadi kepada Validnews, Selasa (2/1).
Kegiatan eksplorasi sendiri ia sebut memegang peran krusial bagi keberlangsungan industri hulu migas dan turunannya. Tanpa eksplorasi, Hadi mengatakan tidak akan ada produksi minyak sehingga berdampak pada ketahanan energi nasional.
"Kalau dalam istilah pertanian, eksplorasi itu menanam padi, sedangkan produksi itu panen. Gudang-gudang beras akan kosong kalau petani tidak menanam padi," tuturnya.
Baca Juga: Menteri ESDM Minta Pungutan PNBP Hulu Migas Jangan Dobel
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar tidak memungut PNBP secara berganda pada kegiatan industri hulu migas di laut lepas.
Pasalnya, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) punya kewajiban membayar PNBP baik pada kegiatan eksplorasi, maupun ketika sudah ditemukan cadangan dan mulai berproduksi.
"Ya jangan dobel-dobel dong PNBP-nya," ucapnya singkat saat ditemui awak media di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (22/12).
Senada, Hadi menilai pungutan PNBP sangat fair dan masuk akal jika dikenakan pada tahap eksploitasi atau produksi. Artinya, kegiatan eksplorasi sudah mendapatkan hasil dan sumber daya minyak sudah bisa diproduksikan.
"Sangat fair dan masuk akal jika itu dilakukan di exploitation stage. Jadi semangatnya win-win solution, dan fair bagi para pihak," tambah Hadi.
Investasi Rendah
Hadi tak menampik pungutan PNBP itu jadi salah satu musabab rendahnya investasi pada kegiatan eksplorasi di industri hulu migas.
Padahal, negara lain di Afrika dan Amerika Latin terus berbenah untuk memperbaiki iklim investasi yang baik, sedangkan Indonesia justru mempersulit investasi yang masuk untuk kegiatan eksplorasi.
"Ingat, portofolio migas itu global. Kalau tidak cantik, tidak ada yang datang untuk melamarnya karena semua terms and conditions akan dibandingkan di seluruh negara penghasil migas dunia. Mana yang menarik, mereka akan datang dengan uang dan teknologinya," jabarnya.
Tanpa adanya investor, sumber daya migas RI sampai kapanpun tetap diam 3-4 km di bawah tanah dan tidak bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Tak hanya itu, rendahnya investasi eksplorasi juga akan berdampak pada pencapaian target lifting minyak 1 juta BOPD pada tahun 2030 mendatang yang semakin sulit untuk tercapai.
Baca Juga: SKK Migas: Industri Hulu Migas Butuh Investasi US$20 M Per Tahun
Terkait hal tersebut, Hadi menjabarkan ada sejumlah hal yang menjadi kunci mencapai lifting minyak 1 juta BOPD, antara lain masifnya kegiatan eksplorasi dan Enhanced Oil Recovery (EOR).
"Termasuk Existing With Low Decline Rate Management dengan well work and infil disemua peluang lapangan termasuk dan tidak terbatas kepada idle and marginal field," papar Hadi.
Karena itu, Hadi Ismoyo mengingatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono soal arahan Presiden Joko Widodo, yakni tidak ada visi menteri, yang ada hanya visi Presiden.
Dalam kaitannya dengan ketahanan energi nasional sektor migas, saat ini Indonesia mengimpor sekitar 50% dari kebutuhan crude nasional atau berada dalam posisi kritis.
"Jadi semua harus kompak, hapuskan ego sektoral yang menghambat investasi. KKP harus terbuka berdiskusi dengan SKK Migas, Ditjen Migas, dan Kementerian ESDM, supaya iklim investasi migas semakin kondusif," pungkasnya.