12 September 2024
19:04 WIB
Ekonom: PPNDTP Properti Bagus, Tapi Belum Cukup
Ekonom menilai insentif kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan cukup baik bagi perekonomian nasional.
Penulis: Khairul Kahfi
Ilustrasi. Rumah siap huni yang dipasarkan sebuah pengembang perumahan di dekat kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (17/6/2021). Antara Foto/Muhammad Iqbal.
JAKARTA - Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai, insentif kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan cukup baik bagi perekonomian nasional. Utamanya dalam rangka menggairahkan kembali sektor properti yang sampai saat ini masih lesu parah terkena efek negatif (scarring effect) pandemi covid-19.
Adapun sektor properti termasuk perumahan juga Eko amini menjadi salah satu sektor yang masih sulit bangkit di dalam negeri.
“Kalau bicara PPN Ditanggung Pemerintah (perumahan), menurut saya masih diperlukan, karena ini salah satu yang kena scarring effect kemarin cukup dalam, bahkan kalau misalkan teman-teman ke pengadilan negeri, banyak PKPU-PKPU menyangkut dengan bisnis properti. Itulah yang terjadi dan ini masih dibutuhkan,” katanya dalam webinar ‘Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat’, Jakarta, Kamis (12/9).
Hanya saja, jika ingin dikaitkan dengan upaya insentif pemerintah untuk kelas menengah, dia merasa hanya berdampak pada pekerja formal saja. Adapun kelas menengah yang bekerja informal akan cenderung tidak bisa menerima benefit dari kebijakan ini, lantaran tidak punya kepastian atau cenderung tidak punya pemasukan gaji.
Sementara, perbankan selaku penyalur kredit perumahan hanya dapat memberikan pinjaman kepada debitur yang sudah punya pemasukan yang jelas. Apalagi, perbankan ‘mensyaratkan’ hanya bisa mengambil cicilan sekitar 30% dari total income yang dimiliki debitur, sehingga klasifikasinya ditujukan untuk kelas menegah yang punya ketetapan pendapatan.
Baca Juga: Pemerintah Beri Insentif Buat Kelas Menengah, Apa Saja?
“Apakah ini diperlukan (kelas menengah)? Ini diperlukan, (sembari) untuk memulihkan sektor perumahan. Apalagi kita tahu backlog (perumahan) yang besar itu di segmen yang benar-benar (kelas) menengah ke bawah, (dengan rumah) tipe 36 (sampai) tipe 45. Menurut saya kebijakan yang tepat,” jelasnya.
Dengan begitu, dia mengingatkan, kebijakan insentif PPNDTP perumahan masih belum mencakup seluruh kelas menengah di Indonesia. Pasalnya, pelaku yang bisa memanfaatkan kebijakan ini hanya masyarakat yang dapat menyicil rumah.
“Nah nanti, untuk (kelas menengah) yang pekerja sektor informal, harusnya ada kebijakan lain di luar kebijakan sektor perumahan,” ucapnya.
Masalah lain, Eko sebut, ada juga puluhan juta kelas menengah yang berkenan dan hendak memiliki rumah, namun barang tidak tersedia di pasaran. Kondisi ini ditandai dengan backlog perumahan nasional yang diestimasi jumlahnya bisa mencapai 9-10 juta unit hari ini.
“Backlog itu setahu saya, 9-10 juta unit, mereka bukan tidak mampu, mereka mampu dan pingin tapi tidak ada barangnya (rumah). Sehingga, (ketersediaan) rumah tipe kecil sederhana menjadi sangat diperlukan (ke depan),” paparnya.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Abdul Manap Pulungan mengatakan, memang sulit memberikan insentif sektor informal dalam sisi penyaluran kredit. Karena itu, butuh formula lain sehingga kelas menengah pekerja informal dapat merasakan benefit insentif dari pemerintah.
“Karena memang, kan kalau sektor informal itu susah ya masuk ke sistemnya (keuangan formal). Selain diperbangkan tidak diterima, BPJS juga tidak masuk, agak susah mereka untuk mendapatkan pembiayaan (perbankan),” jelas Manap.
Baca Juga: Tak Ada Bantalan Sosial, Daya Beli Kelas Menengah Tertekan Harga Pangan Dan Kebijakan Pemerintah
Selain itu, dia menunjukkan, pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah Susun (KPRS) yang biasanya dipakai oleh kelas menengah pekerja formal masih belum mengesankan di bawah 10%, sekitar 6-7% sepanjang Januari-Juli 2024. Utamanya, untuk KPRS tipe 22-70 m2 yang masih dalam kisaran 3,14-5,05% dalam periode tujuh bulan pertama 2024.
Karena itu, stimulus PPNDTP perumahan bisa cukup berperan positif bagi kelas menengah. “Agar dorongan untuk berbelanja atau membeli properti Itu bisa meningkat. Tapi sekarang, ada tidak duitnya, di situasi-situasi kelas menengah yang agak berat, bagaimana dia mau mengajukan kredit, situasi pendapatan (juga) tidak pasti,” ucapnya.
Hal tersebut pun akan jadi faktor bank bisa memberikan pinjaman kredit kepada kelas menengah untuk segera bisa memiliki rumah. Karena pada dasarnya, perbankan tidak mau tahu debitur KPR tengah menghadapi ketidakpastian PHK atau tidak.
“Makanya, sustainability dari pendapatan harus diperhitungkan juga. Apalagi kalau dari (pekerja) informal malah enggak karu-karuan, langsung ditolak sama banknya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto masih pede, insentif PPNDTP perumahan dari pemerintah mampu menstimulus ekonomi kelas menengah Indonesia saat ini. Adapun pemberian insentif ini pemerintah indentifikasi sudah cukup memberikan daya ungkit daya beli kelas menengah.
“Sekarang kan sudah ada PPN DTP properti, FLPP. (Karena) kelas menengah kan salah satu konsumsi yang besar ada di perumahan,” ujar Airlangga, Rabu (11/9).