25 Agustus 2023
11:50 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Ekonom Faisal Rachman memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) di level 5,75% hingga akhir 2023.
"Kami mempertahankan proyeksi kami bahwa BI akan mempertahankan BI-7DRRR sebesar 5,75% pada sisa 2023 dan mengantisipasi kemungkinan penurunan suku bunga pada 2024," kata Faisal di Jakarta, Jumat (25/8), dikutip dari Antara.
Ekonom Bank Mandiri itu menuturkan ke depan, potensi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) akan terlihat jelas pada kuartal II 2024.
The Fed secara historis cenderung mempertahankan Federal Funds Rate (FFR) rata-rata 6–7 bulan setelah puncaknya pada periode inflasi tinggi. Oleh karena itu, diperkirakan penurunan FFR akan terjadi pada kuartal II 2024.
Baca Juga: BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan BI7DRR 5,75%
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 23-24 Agustus 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, khususnya BI-7DRRR pada level 5,75%, suku bunga deposit facility sebesar 5% dan suku bunga lending facility sebesar 6,5%.
Keputusan BI tersebut sejalan dengan strategi kebijakan moneter yang sedang berjalan untuk menjaga pengendalian inflasi pada kisaran sasaran 2–4% untuk sisa tahun 2023, dan 1,5–3,5% untuk 2024.
Faisal memproyeksikan inflasi terus mengalami tren penurunan hingga mencapai sekitar 3% pada akhir 2023.
"Proyeksi ini berakar pada keyakinan bahwa upaya pemerintah akan secara efektif memitigasi dampak El Niño terhadap inflasi pangan," katanya.
Ia menilai tingkat BI-7DRRR yang ada saat ini masih cukup untuk memastikan inflasi tetap berada dalam kisaran sasarannya.
Di sisi lain, Faisal mengatakan neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2023 juga menjadi kendala bagi BI untuk melonggarkan BI-7DRRR tahun ini, karena telah kembali mengalami defisit sebesar 0,55% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, Faisal memperkirakan neraca transaksi berjalan setahun penuh pada 2023 akan mencerminkan defisit yang terkendali sebesar 0,65% terhadap PDB.
Menurut dia, instrumen deposito valuta asing untuk Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) akan memberikan dukungan yang cukup besar terhadap cadangan devisa sehingga menjamin stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Instrumen Baru! BI Akan Terbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia
BI telah memperkenalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai salah satu instrument untuk mengatasi risiko yang terkait dengan peningkatan Federal Funds Rate (FFR) dan penguatan dolar AS.
SRBI diperkenalkan sebagai instrumen operasi moneter (kontraksi) yang pro pasar. Inisiatif itu bertujuan untuk mendorong pengembangan pasar uang lebih dalam, menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, dan mengoptimalkan penggunaan Surat Berharga Negara (SBN) milik BI sebagai underlying aset.
SRBI memiliki ciri-ciri seperti memanfaatkan SBN sebagai underlying aset, jangka waktu antara 1 minggu sampai dengan 12 bulan, diterbitkan secara elektronik, diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, dapat dipindahtangankan, serta dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder.
Selain itu, BI terus berupaya menstabilkan nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
BI juga terus menyempurnakan efektivitas instrumen devisa hasil ekspor (DHE), sejalan dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023. BI memperkirakan kebijakan tersebut mampu menarik aliran dana masuk bulanan sebesar US$8–9 miliar.