c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

09 Februari 2024

19:29 WIB

Ekonom: Pelemahan Pertumbuhan Konsumsi Berpotensi Lanjut Di 2024

Pelemahan harga komoditas yang terus berlanjut dari tahun lalu berpeluang melemahkan pertumbuhan konsumsi swasta pada 2024.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Ekonom: Pelemahan Pertumbuhan Konsumsi Berpotensi Lanjut Di 2024
Ekonom: Pelemahan Pertumbuhan Konsumsi Berpotensi Lanjut Di 2024
Ilustrasi. Calon pembeli mencoba sepeda motor listrik di salah satu diler motor listrik, Kranggan, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan, sejumlah hal jadi pemberat konsumsi masyarakat, hingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Melemahnya konsumsi akan berlanjut di tahun ini.

“Beberapa faktor yang menahan pertumbuhan konsumsi swasta antara lain, pelemahan harga komoditas global, kenaikan suku bunga akibat kebijakan moneter yang mengetat, rencana perluasan basis pajak, dan pertumbuhan upah riil yang lebih rendah dibandingkan inflasi,” sebutnya kepada Validnews, Jakarta, Jumat (9/2). 

BPS mencatat, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga di kuartal IV/2023 sebesar 4,47% (yoy), atau lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yang sekitar 5,05% (yoy).

Secara kumulatif, konsumsi Rumah Tangga 2023 bertumbuh 4,82% (ctc), sedikit menurun ketimbang periode sama di 2022 yang 4,94% (ctc). Capaian pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga 2023 tertolong inflasi yang terkendali dan menguatnya daya beli masyarakat. 

Untuk tahun 2024, tahun pemilu yang mendorong peningkatan belanja politik, beberapa insentif fiskal yang diberikan pemerintah, serta inflasi yang terkendali akan mengurangi tekanan konsumsi masyarakat di 2024. 

Namun, pelemahan harga komoditas yang terus berlanjut dari tahun lalu berpeluang melemahkan pertumbuhan konsumsi swasta pada 2024.

“(Kemudian), per tahun ini saja, pertumbuhan upah riil sektor pertambangan sudah terkontraksi 2% dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkapnya. 

Baca Juga: Optimisme Konsumen Turun Gerus Konsumsi Rumah Tangga

Sektor pertambangan sendiri menyerap 1,2% dari 52,69 juta pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai. Meski persentase pekerja sektor pertambangan relatif sedikit, penurunan upah pada sektor ini perlu diperhatikan, mengingat posisinya sebagai tiga besar sektor dengan gaji tertinggi di Indonesia. 

Selaras dengan hal tersebut, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi serta sektor Informasi dan Komunikasi juga mengalami penurunan rata-rata upah riil, masing-masing sebesar 4% dan 8%. 

Rendy pun menekankan, kontraksi pertumbuhan upah ketiga sektor ini perlu diwaspadai oleh Indonesia. Mengingat kelompok menengah-atas merupakan penggerak utama konsumsi swasta di Indonesia. 

“Sekitar 60% penduduk berpengeluaran sedang dan tinggi berkontribusi terhadap 81,94% konsumsi masyarakat,” jelasnya. 

Sementara pada sektor yang banyak menyerap pekerja, pertumbuhan rata-rata upah riil tahunan juga terlihat melemah atau tumbuh tipis. Pada Sektor Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan, serta Sektor Industri Pengolahan, upah mengalami pertumbuhan berturut-turut masing-masing sebesar 2,2% dan 1,3%. 

Pada perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor upah menurun secara tahunan sebesar 2%. “(Padahal), ketiga sektor ini menyerap 61,6% pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai,” urainya.

Sebelumnya, BPS mengonfirmasi, turunnya pertumbuhan konsumsi nasional 2023 disebabkan pergeseran pola konsumsi kalangan menengah-atas yang lebih cenderung  berinvestasi, seperti simpanan berjangka. 

Pelemahan konsumsi rumah tangga itu juga terlihat dari perolehan PPnBM dan jumlah penumpang udara yang mengalami perlambatan, begitu juga penjualan mobil yang tak semoncer 2022.

Dengan asesmen tersebut, Rendy memproyeksi, konsumsi rumah tangga 2024 akan relatif stabil, namun cenderung melemah marginal. Alasannya, efek pendapatan rumah tangga dari kenaikan harga komoditas pada 2022 dan awal 2023, diperkirakan akan hilang di 2024. 

Sementara itu, konsumsi barang-barang tahan lama yang mengandalkan kredit, seperti kendaraan dan properti, juga akan sedikit tertekan oleh dampak pengetatan moneter BI pada kuartal IV/2023. 

“Meskipun begitu, pengeluaran terkait dengan kontestasi politik, termasuk pilpres, pileg, dan pilkada, diperkirakan akan memberikan dampak sesaat terhadap konsumsi domestik,” urainya. 

Selain itu, tingkat inflasi yang diperkirakan berada pada rentang 2%-3% tidak akan menahan laju konsumsi, kecuali jika terjadi lonjakan inflasi pada volatile food

Namun, ia tak menutup kemungkinan bahwa beberapa insentif fiskal pemerintah dan peningkatan anggaran bansos yang menyumbang pertumbuhan konsumsi, juga berpotensi tergerus.

“Karena terdampak oleh rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, penerapan cukai minuman berpemanis dalam berkemasan (MBDK), dan kenaikan cukai hasil tembakau,” ucapnya.

Baca Juga: Atasi Perlambatan Konsumsi Masyarakat, Airlangga: Harus Ada Kepastian

Tunda Beban Fiskal Baru 2024
Rendy berharap, pemerintah dapat mengkalibrasi ulang terkait penerapan kebijakan fiskal tersebut. Hal ini untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di 2024. 

Terlebih, jika sinyal momentum perlambatan konsumsi rumah tangga kembali menguat di tahun ini. “Ada bijaknya, pemerintah kemudian menunda sementara beberapa rencana kebijakan (fiskal) yang berpotensi menekan daya beli masyarakat,” sebutnya.

Selain itu, pemerintah pun mesti menatap lekat-lekat pergerakan inflasi, terutama di kuartal pertama dan awal kuartal kedua 2024. Karena sepanjang periode tersebut, masyarakat kaum muslim Indonesia akan mengadakan hari besar keagamaan, yang umumnya bisa mendorong peningkatan permintaan barang dan jasa.  

Peningkatan permintaan barang dan jasa saat puasa dan lebaran Idufitri, pada umumnya juga akan ikut mendorong konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, aspek yang kemudian bisa menekan peningkatan kebutuhan konsumsi tersebut harus diantisipasi.

“Kenaikan ini seharusnya bisa dijaga, agar tidak terlalu signifikan dan masih berada pada batas atau kondisi yang masih terjangkau oleh kelompok masyarakat, terutama kelompok masyarakat pendapatan menengah ke bawah,” jelasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar