c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

06 Agustus 2025

17:35 WIB

Ekonom Desak BPS Buka Data Riil PDB Kuartal II Yang Dinilai Janggal

Ekonom mendesak BPS untuk menunjukkan data PDB dan perekonomian RI secara riil. Perilisan data yang salah dapat mengancam pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tepat. 

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p dir="auto" id="isPasted">Ekonom Desak BPS Buka Data Riil PDB Kuartal II Yang Dinilai Janggal</p>
<p dir="auto" id="isPasted">Ekonom Desak BPS Buka Data Riil PDB Kuartal II Yang Dinilai Janggal</p>

Gedung BPS di Jakarta. Antara//Dewa Wiguna/am

JAKARTA - Laporan pertumbuhan ekonomi RI sebesar 5,12% pada kuartal II/2025 yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS), tidak sepenuhnya mendapat respons positif dari sebagian besar masyarakat, terutama kalangan ekonom.

Banyak pihak menilai, data pertumbuhan yang BPS laporkan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi riil di lapangan, yang justru mengindikasikan penurunan terhadap minat dan daya beli.

Ekonom Senior Indef M. Fadhil Hasan mengingatkan, kondisi bahaya jika terjadi kesalahan dalam metodologi atau basis data perhitungan PDB yang dilakukan pemerintah melalui BPS.

"Ini juga berbahaya sekali, kalau misalnya memang ada kesalahan dalam pencatatan atau pun pengumpulan data terkait dengan PDB ini. Karena nanti itu justru berbahaya bagi pemerintah sendiri," kata Fadhil dalam Diskusi Publik: Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2025, Jakarta, Rabu (6/8).

Baca Juga: Indef Beberkan Kejanggalan Data BPS Soal Pertumbuhan Ekonomi 5,12%

Sebab itu, Indef mendesak pemerintah untuk lebih transparan dalam menyampaikan data ekonomi kepada publik. Fadhil menekankan, pentingnya evaluasi metodologi perhitungan, baik untuk PDB maupun penerimaan negara.

"Kita mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan dan komunikasi lebih lanjut. Dan mendorong pemerintah agar melihat secara lebih mendasar lagi mungkin dari sisi metodologinya," ujarnya.

Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah yang mempertanyakan angka pertumbuhan ekonomi 5,12% di kuartal II/2025, juga menyarankan hal serupa.

Baca Juga: Tepis Tudingan Manipulasi Data Pertumbuhan Ekonomi, Menko Airlangga: Mana Ada

Piter menyorot kondisi penerimaan pajak yang menurun dan cenderung melambat. Padahal, secara sederhana, pertumbuhan ekonomi disebabkan dari adanya pertambahan nilai yang salah satunya tergambar dari peningkatan penerimaan pajak.

"Saya kira memang kita perlu meminta penjelasan dari BPS yang lebih rinci terkait dengan pertumbuhan ekonomi," imbuh Peter kepada awak media, Selasa (5/8).

Laporkan BPS ke Komisi Informasi Pusat
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkap, pihaknya berencana melaporkan BPS ke Komisi Informasi Pusat terkait kejanggalan data dalam mengukur pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2025.

"CELIOS mau melaporkan BPS ke Komisi Informasi Pusat," kata Bhima kepada Validnews, Rabu (6/8).

Adapun rencana pelaporan tersebut, bertujuan meminta BPS untuk membuka seluruh data pertumbuhan, termasuk indeks yang digunakan dalam pengukuran.

Meski demikian, Bhima masih belum mengungkap lebih jauh kapan langkah pelaporan yang dimaksud akan dilakukan.

"Nanti info lanjutnya dikabari," katanya.

Baca Juga: Ekonom Sebut PR Pemerintah Agar Pertumbuhan Ekonomi Menyebar

Sebelumnya, Bhima juga menyorot berbagai kejanggalan dan perbedaan data pertumbuhan yang dilaporkan BPS dengan kondisi di lapangan. Salah satunya soal pertumbuhan industri pengolahan, di mana selisih data terlalu berbeda antara BPS dan PMI Manufaktur.

BPS sebelumnya menghitung adanya pertumbuhan 5,68% (yoy) untuk industri pengolahan, sementara per akhir Juni 2025, level PMI Manufaktur turun dari 47,4 menjadi 46,9. 

"Jadi penjelasannya apa? bagaimana mungkin PHK massal di padat karya meningkat, terjadi efisiensi dari sektor industri, penjualan semen turun, bahkan di sektor hilirisasi juga smelter nikel ada yang berhenti produksi tapi industri tumbuh tinggi?" tegasnya.

Dari kondisi tersebut, Bhima tidak menyalahkan masyarakat yang ikut meragukan akurasi data yang dikeluarkan BPS.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar