29 Agustus 2025
11:46 WIB
Ekonom Bank Mandiri Ungkap Penyebab Tabungan Di Bawah Rp100 Juta Turun
Menurut Ekonom Bank Mandiri ada dua penyebab tabungan di bawah Rp100 juta mengalami penurunan. Apa saja?
Penulis: Fitriana Monica Sari
Ilustrasi buku tabungan dengan uang tunai. Shutterstock/ktasimar
JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyampaikan, tren pergerakan pada tier terendah, yaitu simpanan dengan nilai di bawah Rp100 juta, hanya tumbuh 4,76% pada Juli 2025.
Angka itu lebih rendah dari pertumbuhan pada Juni 2025 yang berada di level 4,89%. Bahkan, jika dibandingkan pada Juli 2024 yang berada di 4,86%.
Menanggapi hal tersebut, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro atau yang akrab disapa Asmo mengamini adanya penurunan tabungan masyarakat Indonesia.
Menurutnya, penurunan tabungan ini sudah lama terjadi dan berlangsung secara berturut-turut. Ia menjelaskan, sejak 2013, rata-rata tabungan masyarakat sudah mengalami penurunan cukup tajam. Dari sekitar Rp4 juta pada 2013, kini rata-rata tabungan turun ke level Rp1,74 juta.
Baca Juga: LPS: Simpanan Nasabah Di Bawah Rp100 Juta Mulai Tumbuh Membaik
Asmo menduga adanya penurunan tabungan ini karena adanya penerimaan (income) yang turun yang diakibatkan oleh pergeseran pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan. Simpanan dengan nilai di bawah Rp100 juta juga diperkirakan bahwa bisnisnya semakin melandai, sehingga penerimaan (revenue) turun.
Selain itu, kecenderungan masyarakat saat ini yang lebih memilih alokasi dana ke instrumen lain di luar tabungan, seperti emas dan properti, juga sebagai penyebab.
Alokasi dana melalui instrumen emas mengalami kenaikan signifikan dalam dua tahun terakhir, bahkan naik lebih dari 25% pada tahun ini, sehingga menarik minat rumah tangga untuk mengalihkan simpanan mereka.
“Nah karena memang alokasi ke instrumen yang lain semakin besar, otomatis penempatan juga di DPK (Dana Pihak Ketiga) terutama untuk yang kelas di bawah (tabungan) Ro100 juta juga mengalami penurunan,” kata Asmo dalam Mandiri Outlook Q3 2025 di Jakarta, Kamis (28/8).
Menurut Asmo, fenomena penurunan tabungan tidak hanya terjadi pada simpanan dengan nilai di bawah Rp100 juta, tapi juga kelompok-kelompok yang lain karena disebabkan adanya realokasi penempatan dana atau aset mereka ke non-DPK.
Generasi Muda
Masih dalam kesempatan yang sama, Head of Mandiri Institute Andre Simangunsong menuturkan, kepemilikan instrumen investasi selain tabungan seperti emas, saham, reksadana, dan obligasi cukup tinggi, terutama di kalangan generasi muda.
“Misalkan untuk Gen Z ini, mungkin (perhitungan) data kami, hasil survei itu 38% yang memiliki atau memilih emas sebagai instrumen investasinya, memang kalau emas generasinya semakin bertambah, semakin tidak muda atau semakin tua, ini eksposurnya semakin tinggi, misalkan kalau milenial itu 45%, Gen X plus itu sekitar 61%. Jadi demikian juga untuk reksadana,” jelas Andre.
Andre memastikan tren tersebut turut mempengaruhi menurunnya rata-rata tabungan masyarakat. Dengan begitu, penurunan indeks tabungan tidak selalu mencerminkan melemahnya kemampuan masyarakat menabung, melainkan lebih banyak disebabkan pergeseran alokasi dana ke instrumen investasi lainnya.
Baca Juga: Pengeluaran Rumah Tangga Meningkat, Indeks Menabung Konsumen Merosot
“Jadi ini sedikit banyak memengaruhi (turunnya jumlah tabungan di bawah Rp100 juta), jadi ada kemungkinan memang ini penurunan rata-rata tabungan,” tutur Andre.
Berdasarkan catatan LPS, simpanan dengan nominal Rp5 miliar justru mencatatkan pertumbuhan paling tinggi, yakni 9,45%. Angka ini meningkat dari 9,21% pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, tabungan dengan nominal Rp100 juta hingga Rp200 juta pertumbuhannya turun menjadi 4,43% dari sebelumnya 4,65% pada Juni 2025. Begitu pula dengan simpanan Rp200 juta hingga Rp500 juta yang juga melemah dari 3,83% menjadi 3,44% pada Juli 2025.