28 Juni 2024
15:35 WIB
Dua Perusahaan Eropa Mundur Dari Proyek Sonic Bay, Ini Kata Menteri ESDM
Masih banyak perusahaan yang antre untuk menggarap Proyek Sonic Bay di Teluk Weda, Maluku Utara.
Penulis: Yoseph Krishna
Menteri ESDM Arifin Tasrif saat menemui awak media di Kantor Ditjen Migas, Jumat (28/6). Validnews/Yoseph Krishna
JAKARTA - Eramet dan BASF menyatakan telah menyatakan mundur dari Proyek Sonic Bay, yakni proyek pemurnian nikel dan kobalt di Teluk Weda, Maluku Utara beberapa waktu lalu.
Menanggapi mundurnya dua perusahaan asal Benua Biru itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan pemerintah bakal mencari investor lain untuk menggarap Proyek Sonic Bay.
Pemerintah Indonesia tak akan goyah menjalankan proyek itu sekalipun Eramet dan BASF mengurungkan niatnya untuk berinvestasi. Pasalnya, Arifin menyebutkan masih banyak perusahaan yang ingin menggarap Proyek Sonic Bay.
"Kalau mundur kita cari yang lain, masih banyak yang mau," ujar Menteri Arifin saat menemui awak media di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Jumat (28/6).
Sekadar informasi, Eramet dan BASF telah menandatangani perjanjian untuk menilai potensi pengembangan bersama kompleks pemurnian nikel dan kobalt di Weda Bay.
Setelah evaluasi menyeluruh, termasuk diskusi soal strategi pelaksanaan proyek, Eramet yang berasal dari Prancis dan BASF dari Jerman sepakat untuk tidak melanjutkan investasi Proyek Sonic Bay.
Baca Juga: BPKM Klaim Mundurnya BASF Dan Eramet Tak Surutkan Minat Investasi
Menteri Arifin mengatakan, produk akhir dari pemurnian nikel dan kobalt itu sejatinya bakal digunakan oleh BASF. Namun, dirinya menilai BASF sudah mendapat pengamanan suplai dari pihak lain.
"Dia (BASF) memutuskan tidak masuk Indonesia mungkin dia ada di tempat lain. Tapi kita tidak tahu di balik itu ada apanya ya," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal menilai pembatalan investasi Eramet dan BASF di Maluku Utara tak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modal pada sektor hilirisasi di tanah air.
BASF dan Eramet sebelumnya telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (EHN) untuk mengembangkan Sonic Bay senilai US$2,6 miliar berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydrocide Precipitates (MHP).
Baca Juga: Smelter Siap Beroperasi, Freeport Kirim Perdana Konsentrat Ke Gresik
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM mengatakan keputusan BASF dan Eramet untuk membatalkan investasi menjadi keputusan bisnis yang diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.
"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini, tapi pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus. Sehingga pada akhirnya, mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi Proyek Sonic Bay ini," jelas Nurul lewat keterangan tertulis, Kamis (27/6).
Mengutip rilis resmi Eramet, dirinya menyebut pembatalan investasi didasarkan pada pertimbangan atas perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan, khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku kendaraan listrik.
"Tapi kami melihat hilirisasi untuk ekosistem baterai kendaraan listrik masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Apalagi, baru-baru saja Indonesia mendapat peringkat 27 World Competitiveness Ranking (2024), Top 3 terbaik di ASEAN," tegasnya.