25 Mei 2023
10:39 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti fenomena banyaknya lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang menganggur atau belum mendapat pekerjaan.
Dia mendorong pemerintah untuk dapat menjembatani fenomena ini dengan para pelaku industri, mengingat lulusan sekolah kejuruan sudah siap terjun ke dunia kerja.
“Ironis kalau lulusan SMK adalah lulusan yang paling banyak menganggur. Pemerintah harus meninjau pembekalan lulusan yang diterapkan di sekolah-sekolah kejuruan sehingga mampu bersaing dalam dunia kerja dan menjadi lulusan yang dilirik oleh perusahaan,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima, Kamis (25/5).
BPS mencatat, ada sebanyak 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Jumlah itu mencapai 5,83% dari usia penduduk kerja pada akhir Februari 2023. Selanjutnya, untuk pengangguran terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan adalah lulusan SMK.
Pengangguran lulusan SMK tercatat sebanyak 9,60% per Februari 2023. Disusul lulusan SMA pada peringkat kedua dengan 7,69%. Kemudian pengangguran lulusan Diploma I/II/III tercatat sebanyak 5,91%, dan lulusan Diploma IV, S1, S2, S3 sebanyak 5,52%. Serta tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tercatat sebanyak 5,41%.
Puan mengingatkan, merujuk Peraturan Presiden (Perpres) 68/2022 Tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, seharusnya beleid ini menjadi payung hukum kerja sama antara sekolah dengan para pelaku industri.
Baca Juga: Kompetensi Mumpuni, Kunci Lulusan Vokasi Diminati Industri
Perpres ini, lanjutnya, mengamanatkan perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi. Dari yang selama ini berorientasi suplai menjadi berorientasi kebutuhan pasar kerja (demand oriented).
Dia kembali menegaskan, bahwa perbaikan mutu SDM berkualitas dan berdaya saing, merupakan program jangka panjang pemerintah yang disebut Indonesia Emas 2045.
“Kami di DPR akan bergotong royong merealisasikan hal itu dengan pengawasan di lapangan,” jelas Puan.
Dengan adanya payung hukum tersebut, mantan Menko PMK ini mendorong agar pemerintah dapat menjembatani hubungan antar sekolah dan pelaku industri.
Oleh karena itu, para lulusan SMK ini akan mendalami keahlian yang memang diperlukan para pelaku industri.
Dia menyebutkan sekolah memang bertanggung jawab menyiapkan para lulusan untuk mampu mempraktikkan ilmu yang dipelajari, namun perlu ada kerja sama yang jelas dengan pelaku industri untuk membuka peluang kerja di lapangan.
“Pemerintah harus berperan sebagai jembatan antar keduanya,” sebutnya.
Sebelumnya, Kemnaker menyebut, sejumlah tantangan teknis sebabkan SMK menjadi salah penyumbang terbesar pengangguran di Indonesia hari ini.
Dirjen Pembinaan Pelatihan Vokasi Dan Produktivitas Kemnaker Budi Hartawan menjelaskan, sejumlah tantangan teknis menyebabkan SMK menjadi salah penyumbang terbesar pengangguran di Indonesia saat ini.
Hambatan atau bottleneck tersebut diidentifikasi berasal dari kualitas lulusan yang masih belum mumpuni hingga minimnya pengalaman di lapangan.
“(Seperti) kemampuan implementasi (kerja) yang belum memadai atau masih bersifat teoritis, kemampuan yang dimiliki terlalu umum, dan pengalaman yang belum memadai,” kata Budi, Jumat (12/5).
Sebaliknya, berdasarkan datanya, perusahaan di Indonesia ditengarai juga kesulitan mencari karyawan dengan kemampuan digital memadai. Padahal, perusahaan-perusahaan ini membutuhkan kemampuan ini untuk bisa menyelesaikan permasalahan digitalnya.
Tantangan Pendidikan
Di sisi lain, Puan meyakini sekolah-sekolah kejuruan di Indonesia memiliki kurikulum yang mendidik pesertanya, agar memiliki keahlian serta keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
“Penguatan mental juga perlu diterapkan di tiap satuan pendidikan, terlebih sekolah-sekolah kejuruan yang menciptakan lulusan siap kerja. Persaingan dunia kerja memerlukan mental yang kuat agar dapat bersaing,” ungkap Puan.
Menuju Indonesia Emas 2045, DPR berharap, pemerintah juga membangun infrastruktur demi menunjang pendidikan vokasi. Dengan keterampilan dan keahlian yang menjadi fokus pendidikan, peserta didik bisa mendapatkan fasilitas yang memadai.
“Untuk mengasah keahlian dan keterampilan, anak didik harus memiliki workshop atau laboratorium yang mumpuni, serta dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang relevan dengan bidang keahlian yang diajarkan,” ucapnya.
Terpisah, Kepala BPSDMI Kemenperin Masrokhan menyampaikan, sejak 2017 pihaknya telah menyampaikan dokumen penyelarasan kurikulum pendidikan SMK, sesuai dengan kebutuhan industri melalui surat Menperin Nomor 246/M-IND/6/2017 kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi aneka kendala pengangguran SMK.
Dokumen tersebut memuat penyelarasan kurikulum dan silabus untuk mata pelajaran bidang produktif, dengan memasukkan materi pembelajaran sesuai kompetensi yang dibutuhkan industri.
Dalam dokumen tersebut disebutkan, sejalan dengan perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0, maka unit Pendidikan di lingkungan Kemenperin termasuk di dalamnya SMK, harus melakukan integrasi pembelajaran industri 4.0.
“Pada jenjang SMK di lingkungan Kementerian Perindustrian, wajib menerapkan mata pelajaran dasar industri 4.0,” ujar Masrokhan, Selasa (2/5).
Baca Juga: Lulusan Vokasi Sumbang 22% Total Pengangguran di Indonesia
Lebih jauh, Puan juga menyoroti pungutan biaya bagi peserta didik saat memasuki tahun ajaran baru. Padahal, seharusnya pemerintah dapat menanggung seluruh biaya peserta didik yang akan menjalani pendidikan di sekolah-sekolah negeri.
Dia menegaskan, pendidikan menjadi tanggung jawab negara sesuai konstitusi UUD 1945. Selain itu, pasal 34 UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah 18/2022, pasal 80 dan 81 menyampaikan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat membiayai pendidikan dengan alokasi anggaran 20% dari APBN atau APBD.
“Keresahan para orang tua saat memasuki tahun ajaran baru adalah adanya pungutan kepada calon peserta didik. Kami di DPR selalu melakukan pengawasan Program Sekolah Gratis, jangan sampai ada sekolah memungut biaya untuk keperluan lain-lain,” tegasnya.
Ke depan, DPR akan terus memastikan bahwa setiap anak di Indonesia mendapatkan haknya untuk pendidikan sekolah formal, “Dengan mengawal realisasi sekolah gratis untuk masyarakat di berbagai penjuru daerah,” sebutnya.