c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Januari 2024

19:19 WIB

Dirjen Hortikultura Kementan Absen dari Panggilan Ombudsman Soal Baput

Dirjen Hortikultura Kementan tak penuhi panggilan Ombudsman terkait masalah impor bawang putih. Sejumlah pejabat Kementan juga diketahui meminta atur ulang jadwal pemeriksaan karena asesmen.

Penulis: Erlinda Puspita

Dirjen Hortikultura Kementan Absen dari Panggilan Ombudsman Soal Baput
Dirjen Hortikultura Kementan Absen dari Panggilan Ombudsman Soal Baput
Ketua Tim Kerja Hukum Dirjen Hortikultura Taufik Irawan saat ditemui wartawan di Kantor ombudsman RI, Selasa (16/1). Validnews/Erlinda PW

JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto absen pada pemeriksaan Ombudsman terkait potensi maladministrasi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), yang seharusnya dilakukan pada hari ini, Selasa (16/1). Ketidakhadiran Prihasto pun diwakili oleh tim kerja hukum, untuk selanjutnya dilakukan penjadwalan ulang.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika menilai absennya Prihasto menunjukkan ketidakkooperatifannya, sehingga hal tersebut membuat Yeka terpaksa meminta agar Menteri Pertanian Amran Sulaiman mendorong Prihasto bisa memenuhi panggilan Ombudsman.

“Ini patut disayangkan. Sebetulnya tidak ada masalah terkait tata kelola pemberitaan RIPH dan wajib tanam, jadi seharusnya tidak perlu ada yang ditakutkan. Datang saja, berikan informasi apa adanya,” ungkap Yeka saat dihubungi wartawan, Selasa (16/1).

Yeka mengatakan, pihaknya akan memutuskan kesimpulan dari pemeriksaan sesuai dengan data dan fakta, juga sesuai regulasi yang berlaku.

“Kami sangat independen dalam memberikan saran dan tindakan korektif, demi pelayanan publik yang lebih baik lagi,” ujarnya.

Ketidakhadiran Prihasto dalam pemeriksaan Ombudsman menurut Ketua Tim Kerja Hukum Dirjen Hortikultura Taufik Irawan adalah, karena Prihasto diketahui memiliki tugas yang tidak dapat ditinggalkan di Kantor Sekretariat Negara. Taufik sendiri mengaku jika dirinya telah ditugaskan Prihasto untuk menemui Ombudsman mewakili dirinya dan memberikan keterangan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

Baca Juga: Ombudsman Temukan Dugaan Maladministrasi Izin Impor Baput di Kementan

Oleh karena itu, Taufik pun mengaku telah meminta kepada Ombudsman untuk melakukan penjadwalan ulang terhadap pemeriksaan Prihasto.

“Kami minta dijadwalkan ulang terkait dengan apa yang menjadi pertanyaan dari Ombudsman terkait bawang putih,” tutur Taufik.

Taufik juga menyebutkan jika Prihasto tak pernah mangkir dalam pemanggilan Ombudsman, hal ini seperti pada pemanggilannya di 17 November 2023 lalu untuk pemeriksaan kasus impor bawang putih yang pertama kali.

Lebih lanjut, Taufik mengapresiasi inisiatif Ombudsman yang berupaya memperbaiki sistem terutama pada impor bawang putih. Namun dalam kasus ini, diperlukan komunikasi oleh seluruh pihak yang terlibat.

“Kita akan klarifikasi, intinya perlu duduk bersama Ombudsman dalam rangka memperbaiki sistem. Kalau perlu merubah sistem, kita tentu akan terima. Tapi kalau ada masukan tentu juga akan kita lakukan selama sesuai dengan ketentuan Undang-Undang,” ucapnya.

Selanjutnya, Taufik juga menjelaskan jika saat ini banyak pejabat eselon I di Kementan yang sedang dalam proses asesmen, sehingga diperlukan penyesuaian jadwal untuk memenuhi panggilan Ombudsman.

“Mungkin hanya minta perubahan jadwal atau waktu yang tadinya jam 10.00 jadi jam 13.30 atau jam 14.00. Jadi kami harus menyampaikan surat. Tadi sudah diminta sama beliau (Prihasto) untuk menyampaikan surat secara administratif,” jelas Taufik. 

Pemanggilan Lanjutan
Pemanggilan berikutnya juga akan dilanjutkan pada besok, Rabu, 17 Januari 2024. Menurut Yeka, pemanggilan tersebut diagendakan untuk memeriksa Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Ditjen Hortikultura. Pemanggilan tersebut selaku pihak yang melakukan proses verifikasi dan validasi persyaratan teknis permohonan RIPH berdasarkan Pasal 19 Permentan 39/2019.

Berikutnya dilakukan lagi pemanggilan dan pemeriksaan pada Kamis, 18 Januari 2024. Pemeriksaan tersebut diagendakan untuk memanggil Direktur Perlindungan Hortikultura Ditjen Hortikultura, selaku pihak yang diamanatkan melaksanakan Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Perlindungan Hortikultura, berdasarkan Pasal 118 Permentan 19 Tahun 2019 tentang Sistem Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kementan.

Yeka menjelaskan, pemanggilan beberapa pihak Kementan ini didasari adanya empat potensi maladministrasi dalam penerbitan RIPH. Pertama, potensi maladministrasi tidak memberikan pelayanan, artinya, Kementan dinilai tidak memberikan pelayanan optimal dan pengawasan industri bawang putih dalam negeri akibat kebijakan tanam pasca impor.

Kedua, potensi maladministrasi penundaan berlarut yakni Kementan menunda penerbitan RIPH bagi importir yang telah sesuai aturan.

“Ketiga adalah potensi maladministrasi berupa ketidak kompetenan. Keempat adalah potensi maladministrasi penyalahgunaan wewenang,” jelas Yeka.

Baca Juga: Ombudsman Bakal Usut Selisih RIPH Dan SPI Bawang Putih

Lebih lanjut, Yeka juga mengungkapkan adanya motif importir yang menghindar dari wajib tanam bawang putih, dan perlu segera dibenahi. Menurutnya, lebih dari 50% perusahaan yang telah mengajukan RIPH memilih mangkir dari wajib tanam, namun ia tidak menyebutkan jumlah pastinya.

“Ya itu motifnya menghindar dari wajib tanam. Ya adalah, saya nggak ngitung, Yang penting ada aja,” ujarnya.

Dia menjelaskan, perusahaan importir bawang putih tersebut lebih memilih mendirikan perusahaan baru daripada harus melakukan wajib tanam usai RIPH diberikan. Padahal seharusnya, importir diwajibkan melakukan wajib tanam terlebih dahulu baru kemudian memperoleh RIPH. Keputusan mendirikan perusahaan importir baru atau perusahaan cangkang dipilih, karena dianggap memiliki biaya yang lebih rendah daripada melakukan wajib tanam.

“Bikin perusahaan baru kan gampang, modalnya (bikin) PT Rp13 juta, kalau wajib tanam kan sekitra Rp1,2 triliun,” ujarnya.

Oleh karena itu, Ombudsman pun mengusulkan agar ada perubahan sistem dalam wajib tanam ini, terutama pada pengelolaannya. Yeka menilai, konsep wajib tanam sudah baik, namun mekanismenya memerlukan pemeriksaan mendalam.

“Wajib tanam bisa diganti dengan program CSR perusahaan, misalnya ganti dengan kasih pupuk senilai tadi (wajib tanam). Nanti pemerintah tinggal mengawasi membuat pupuknya, karena pemerintah punya lembaga riset BRIN, BSIP, ada perguruan tinggi juga,” tutur Yeka.

Dengan memaksimalkan riset dari berbagai stakeholder di dalam negeri, Yeka meyakini Indonesia dalam waktu 2-3 tahun mampu memiliki bibit bawang putih yang baik, sehingga tidak bergantung pada impor.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar