14 November 2023
16:14 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengungkapkan pemerintah melalui Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) berencana mengembangkan berbagai sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
Misalnya, ialah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang akan dikembangkan secara masif pada tahun 2030, diikuti pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu pada 2037 mendatang.
"PLTS jadi yang lebih banyak dikembangkan karena biaya modal relatif lebih rendah dengan memanfaatkan bendungan atau waduk, lalu PLTA, dengan konsep PLTS terapung sebagai solusi keterbatasan lahan daratan," ungkap Jisman dalam Pembukaan Pameran Hari Listrik Nasional Ke-78 Enlit Asia di ICE BSD, Selasa (14/11).
Indonesia sendiri baru saja meresmikan PLTS terapung di Cirata oleh Presiden Joko Widodo. Kapasitasnya yang mencapai 192 MWp menjadikan PLTS terapung itu sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
"Ke depan, PLTS terapung dengan memanfaatkan bendungan atau waduk dan PLTA eksisting punya potensi sekitar 14 GW," kata dia.
Baca Juga: BRIN: 2030 Jadi Titik Balik EBT Indonesia
Sementara itu, untuk pemanfaatan sumber energi hidro, Jisman menerangkan PLTA akan dioptimalkan untuk disalurkan ke pusat-pusat beban.
Dia meyakini PLTA bisa menjaga keseimbangan EBT yang notabene bersifat intermitten.
"Jadi nanti PLTA akan mengevakuasi listrik di Jawa dan Sulawesi yang kaya akan potensi industri smelter," tambahnya.
Selanjutnya, RUKN juga mencantumkan pengembangan panas bumi yang secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 20 GW.
Upaya meningkatkan kapasitas pembangkit panas bumi itu dilakukan lewat pengembangan teknologi PLTP yang lebih modern dan pengembangan sistem panas bumi non-konvensional lainnya.
Kemudian, ada pengembangan tenaga nuklir yang rencananya akan dikomersialisasikan pada tahun 2039 guna meningkatkan keandalan sistem tenaga listrik.
"Dari nuklir itu kapasitasnya akan ditingkatkan hingga 31 GW pada 2060," jelas Jisman.
Selain itu, pemerintah juga akan mengembangkan hydro pump storage pada 2025, battery energy storage system (BESS) secara masif tahun 2034, dan hidrogen yang direncanakan mulai produksi tahun 2031 untuk memenuhi kebutuhan transportasi dan industri.
Baca Juga: Negara Hanya Penuhi 11% Dana EBT, Blended Finance Jadi Solusi
Tak hanya mengembangkan sumber EBT, RUKN juga mengatur upaya pengendalian emisi lewat program dekarbonisasi pada pembangkit listrik berbasis fosil eksisting. Misalnya, dengan mewajibkan cofiring biomassa oleh PLTU.
Kemudian, dedieselisasi juga telah ditetapkan untuk mengurangi dan menggantikan pemakaian BBM untuk pembangkit tenaga listrik, dan meningkatkan bauran EBT serta ketahanan energi di lokasi 3T. Program dediselisasi, tutur Jisman, dilaksanakan pada 5.200 PLTD di 2.130 lokasi seluruh Indonesia.
"Pada dasarnya lokasi potensi EBT yang besar umumnya jauh dari pusat beban, sehingga perlu penguatan infrastruktur transmisi tenaga listrik untuk mengevakuasi energi listrik dari potensi menuju pusat beban," jabarnya.
Untuk itu, Indonesia punya rencana pengembangan supergrid guna mendongkrak konektivitas dan mengoptimalkan potensi energi terbarukan di lima pulau utama, yakni Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara-Bali.
"Interkoneksi ini diperkirakan memiliki panjang 112 km sirkuit dan memerlukan saluran udara maupun saluran kabel laut bertenggangan tinggi," tandas Jisman Hutajulu.