07 Oktober 2025
08:43 WIB
Dirjen EBTKE Beberkan Dampak Positif Campuran Etanol Pada BBM
Pertamax Green 95 jadi contoh nyata kemampuan etanol untuk meningkatkan nilai oktan pada bensin.
Penulis: Yoseph Krishna
Petugs Bersiap mengisi BBM jenis Pertamax Green 95 di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi menilai etanol punya sederet manfaat positif jika dicampurkan ke dalam bahan bakar minyak (BBM).
Selepas gelaran Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, Eniya menerangkan salah satu manfaat campuran etanol itu ialah meningkatkan kualitas dari bensin yang digunakan pada setiap kendaraan bermotor.
Pasalnya, etanol sendiri memiliki tingkat oktan (Research Octane Number/RON) sebesar 108. Praktis dengan mencampur etanol, tingkat oktan dari BBM bakal ikut terkerek naik dan dampak positif juga akan dirasakan pada mesin kendaraan.
"Pertamax ditambah etanol itu RON-nya kan naik. Ada 108 kalau etanol itu. Makin bagus itu, RON-nya semakin bagus," ucapnya kepada awak media, Senin (6/10).
Etanol, sambungnya, juga dapat dimanfaatkan sebagai senjata transisi energi. Pencampuran etanol dalam BBM digadang-gadang bisa menekan gas buang dari kendaraan bermotor.
"Ini kita bisa meng-create penurunan emisi untuk bensin karena impor bensin kita itu 37,7 juta kiloliter (kl), impor solar kita 39,5 juta kl," terang Eniya.
Baca Juga: Ikabi: Etanol 3,5% Dalam BBM Sesuai Standar Dunia, Perlu Naik Bertahap
Saat ini, PT Pertamina telah memiliki produk Pertamax Green 95 sebagai hasil dari pencampuran etanol 5% dengan Pertamax (RON 92). Eniya mengatakan produk itu diluncurkan dalam rangka trial market blending etanol ke dalam BBM.
Dia mengakui, sasaran awal untuk pencampuran etanol ialah BBM yang statusnya di luar Public Service Obligation (PSO) tau BBM non-subsidi. Produk tersebut saat ini sudah tersebar di 104 SPBU kelolaan PT Pertamina Patra Niaga.
"Itu sasarannya non-PSO dulu. Apakah nanti bergerak ke PSO itu nanti keputusan nanti, kita belum tahu. Tapi, posisi sekarang Pertamina itu ada trial market di 104 SPBU, dari situ Pertamax Green 95 itu 5% (etanol), tetapi dipastikan supply-nya dari dalam negeri," jabar Eniya.
Eniya pun berharap segera ada mandatori untuk pengembangan blending etanol ke dalam BBM. Jika ada mandatori, dirinya siap untuk menggenjot atau meningkatkan persentase campuran senyawa dengan rumus kimia C2H5OH tersebut.
"Mungkin pengalihan sekarang itu konsumsi dari yang PSO menuju non-PSO kan bertambah. Kalau tidak salah, BPH Migas melaporkan 1,7 juta kl penambahan yang beralih ke non-PSO. Nah, ini kan jadi market lagi, Pak Menteri juga mendorong ke situ," katanya.
Penerapan Di Luar Negeri
Lebih lanjut, Eniya mengatakan etanol sudah menjadi bahan yang lazim digunakan sebagai campuran BBM. Misalnya di Amerika Serikat, sudah ada program etanol 20% (E20) untuk meningkatkan kualitas dari BBM yang dipasarkan.
Selain Amerika Serikat, Thailand dan India juga memiliki program serupa, yakni E20. Bahkan di Brasil, penerapan etanol terus digencarkan dari persentase 35% sampai 100%, menjadikan Negeri Samba sebagai best practice etanol dunia.
"Brasil sudah fleksi ya, tapi kebijakan dia kalau tidak salah E35 sama E100, jadi di tengahnya terserah, baseline-nya E35. Lalu Uni Eropa sudah E10 semua itu, saya tidak hapal tapi list-nya banyak banget," sambung dia.
Di Indonesia sendiri, kendaraan-kendaraan yang mengaspal ia sebut sudah compatible untuk membakar BBM dengan campuran etanol maksimal 20%. Begitupun dengan kemampuan blending di Terminal BBM yang mencapai batas etanol sebanyak 20%.
Baca Juga: Bukan Cuma Pertamina, Dirjen Migas Ungkap Shell Juga Pakai Etanol
Eniya mengungkapkan level campuran etanol terhadap BBM di Indonesia yang masih sebesar 5% tak lepas dari sumbernya yang terbatas. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, tegas Eniya, menolak keras untuk memaksakan peningkatan porsi etanol lewat impor.
Rencana proyek pabrik bioetanol di Merauke, Papua Selatan pun menjadi harapan bagi Indonesia untuk mendongkrak level campuran etanol pada BBM yang dipasarkan. Walau begitu, sampai saat ini belum ada hitungan pasti soal potensi kenaikan persentase etanol jika pabrik di Ujung Timur Indonesia sudah terbangun.
"Hitungan itu masih kita bicarakan. Intinya di Papua kalau tidak salah, saya mendengarnya sih ada 150 ribu-300 ribu kl ya etanol per tahun," pungkas Eniya Listiani Dewi.