15 November 2025
10:47 WIB
Diprediksi Melonjak 600%, Inalum Percepat Hilirisasi Aluminium
Inalum siap mempercepat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium, sejalan proyeksi kebutuhan nasional yang diprediksi melonjak hingga 600% dalam tiga dekade mendatang.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
SENTUL - Direktur Pengembangan Usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Arif Haendra mengatakan, Indonesia berada pada momentum penting untuk membangun industri aluminium terintegrasi hulu-hilir.
Inalum siap mempercepat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium, sejalan proyeksi kebutuhan nasional yang diprediksi melonjak hingga 600% dalam tiga dekade mendatang.
Selama 2018-2024, lanjutnya, kebutuhan aluminium nasional masih sangat bergantung pada pasokan impor yang mencapai 54%, sementara kontribusi Inalum baru berada di level 46%. Menurutnya, ketergantungan ini tidak ideal terutama karena aluminium merupakan bahan baku strategis untuk berbagai sektor industri masa depan.
Secara khusus, peningkatan konsumsi aluminium nasional akan meningkat pesat terutama kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan ekspansi energi baru terbarukan untuk pembangunan pembangkit energi surya yang membutuhkan aluminium dalam jumlah besar.
“Satu battery pack EV menggunakan sekitar 18% aluminium, dan pembangunan pembangkit surya membutuhkan sekitar 21 ton aluminium untuk setiap 1 MW. Kebutuhan ini menjelaskan urgensi percepatan hilirisasi,” kata Arif dalam agenda Gathering Forum Wartawan Industri (Forwin) di Sentul, Bogor, Jumat (14/11).
Baca Juga: MIND ID Bidik Produksi Aluminium 900 Ribu Ton Per Tahun
Karenanya, Indonesia membutuhkan percepatan pembangunan fasilitas Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) serta smelter aluminium baru mengantisipasi lonjakan konsumsi. Untuk menghasilkan 1 ton aluminium, dibutuhkan sekitar 6 ton bauksit untuk diolah menjadi 2 ton alumina, sebelum melalui proses elektrolisis di smelter.
“Tahapan ini membuat investasi hulu dan hilir harus berjalan paralel dan terencana. Inilah sebabnya Inalum menempatkan pengembangan SGAR tahap I dan tahap II, serta pembangunan smelter baru dan ekspansi potline sebagai agenda prioritas perusahaan,” jelasnyaa.
Kini, Inalum mengoperasikan smelter aluminium primer dengan kapasitas 275 ribu ton per tahun, smelter sekunder berkapasitas 30 ribu ton, serta pembangkit listrik tenaga air (hydropower) sebesar 603 MW untuk mendukung kebutuhan energi operasional.
Inalum menargetkan peningkatan kapasitas produksi aluminium menjadi 900 ribu ton per tahun dalam lima tahun mendatang. “Untuk menjawab kebutuhan nasional yang meningkat pesat, perusahaan telah menyiapkan rencana ekspansi besar-besaran,” ungkapnya.
Arif menjelaskan, ekspansi ini mencakup pembangunan Potline-4 dengan kapasitas awal 100 ribu ton dengan opsi perluasan hingga 200 ribu ton, berikut revamping fasilitas produksi lama potline 1 dan potline 3 yang akan menambah kapasitas sekitar 45 ribu ton.
Dia menegaskan, ekspansi ini bukan sekadar peningkatan volume, tetapi membangun fondasi bagi industrial estate aluminium yang terintegrasi, kompetitif, dan berkelanjutan.
“Ini akan memperkuat kemampuan Indonesia untuk memasok kebutuhan nasional sekaligus menjadi pemain penting di pasar aluminium global,” katanya lagi.
Dengan roadmap hilirisasi dan ekspansi produksi tersebut, Inalum optimistis dapat menjadi motor utama percepatan industrialisasi aluminium Indonesia dan mendukung agenda besar pemerintah dalam transisi energi, penguatan rantai pasok nasional, serta peningkatan nilai tambah dalam negeri.
Industri Aluminium Harus Berbasis Energi Hijau
Arif mengingatkan, hilirisasi aluminium tidak bisa dilakukan Inalum sendiri. Perlu dukungan pemerintah untuk memastikan semua proyek hilirisasi dapat berjalan cepat. Menurutnya, ekosistem industri aluminium bergantung pada dukungan lintas kementerian terutama terkait pasokan energi, tata ruang, lingkungan, pembiayaan hingga regulasi industri.
Misalnya, percepatan pembangunan SGAR dan smelter baru membutuhkan koordinasi erat antara Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian ATR/BPN, serta Pemerintah Daerah Kalimantan Barat yang menjadi lokasi proyek.
“Industri aluminium adalah industri energi intensif. Konsistensi pasokan listrik, lebih baik lagi jika berbasis energi hijau, menjadi faktor penentu daya saing. Karena itu, dukungan pemerintah sangat penting untuk memastikan semua proyek hilirisasi dapat berjalan cepat,” tegas Arif.
Baca Juga: Inalum Proyeksi Permintaan Aluminium Naik 6 Kali Lipat Dalam 30 Tahun
Dia menekankan, Inalum berkomitmen menjadi perusahaan global berbasis aluminium terpadu ramah lingkungan dan keberlanjutan melalui peningkatan kompetensi SDM) secara berkelanjutan, operasional aman, serta pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat.
“Kami selalu berkomitmen menjaga kesinambungan lingkungan dan memperkuat kapasitas SDM. Ekspansi industri harus berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penguatan ekonomi nasional,” pungkasnya.