04 Maret 2023
11:45 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA – Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meyakini kejadian terbakarnya Depo Plumpang Pertamina sebagai bukti nyata PT Pertamina (Persero) abai dan lalai terhadap sistem keamanan pada aset-aset strategis mereka yang punya risiko tinggi. Apalagi, peristiwa nahas tersebut sampai menelan korban jiwa.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Fahmy menilai seyogianya Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mundur dari jabatannya mengingat jumlah korban yang besar yang disebabkan abainya perusahaan menerapkan sistem keamanan yang belum berstandar internasional.
"Sebagai pertanggungjawaban moral, seharusnya Direktur Pertamina itu mundur, atau diundurkan karena itu sudah merenggut korban jiwa yang besar," papar Fahmy saat dihubungi Validnews dari Jakarta, Sabtu (4/3).
Tanggung jawab itu, kata dia, dikarenakan juga tidak adanya kesadaran Pertamina dalam menangani korban. Menurutnya, ketika Plt Gubernur DKI bersama Pangdam dan Kapolda Metro Jaya sibuk menangani korban kebakaran, ia tidak melihat ada satupun perwakilan PT Pertamina di tempat kejadian perkara (TKP).
Baca Juga: Profil Depo Pertamina Plumpang yang Terbakar, Pasok 20% BBM Nasional
Fahmy menambahkan, terbakarnya Depo Plumpang semalam juga mengindikasikan Pertamina tidak melakukan sistem keamanan yang berstandard internasional. Apalagi, depo tersebut letaknya berdekatan dengan permukiman warga sehingga ketika terbakar, sudah pasti langsung menyambar rumah di sekitarnya.
"Saya pun tidak yakin ada audit internal yang dilakukan oleh kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian ESDM soal standar keamanan Pertamina," kata dia.
Saat peristiwa terjadi, Manager Communication and CSR Pertamina Patra Niaga Wilayah Jawa Bagian Barat Eko Kristiawan mengkonfirmasi kejadian tersebut.
"Telah terjadi kebakaran di Integrated Terminal Jakarta, Plumpang pada Jum'at (3/3) pukul 20.20 WIB," tulisnya dalam keterangan resmi, Jumat (3/3) malam.
Selain menangani kebakaran, Eko menjelaskan pihaknya juga fokus mengevakuasi para pekerja maupun warga di sekitar lokasi ke area yang lebih aman.
"Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat terus berupaya maksimal menanggulangi kejadian ini. Penyebab kejadian masih dalam proses investigasi," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memastikan pasokan BBM tetap aman.
Nicke mengatakan pihaknya menggunakan pasokan cadangan dari terminal bahan bakar minyak terdekat, yaitu Terminal BBM Tanjung Gerem, Terminal BBM Cikampek, dan Terminal BBM Ujung Berung.
"Pasokan BBM juga diamankan melalui dukungan dari Kilang Cilacap dan Balongan yang disalurkan lewat laut ke Terminal BBM Tanjung Priok," kata Nicke di Jakarta, Jumat (3/3).
Terminal BBM Tanjung Gerem memilik stok Pertamax sebanyak 6.559 kiloliter yang cukup untuk 15 hari dan Pertalite sebanyak 17.189 kiloliter (9,6 hari).
Kemudian, Terminal BBM Cikampek memiliki stok Pertamax sebanyak 6.137 kiloliter (11 hari) dan Pertalite sebanyak 20.399 kiloliter (10 hari).
Selanjutnya, Terminal BBM Ujung Berung punya stok Pertamax sebanyak 22.004 kiloliter (29,2 hari) dan Pertalite sebanyak 24.250 kiloliter (11,5 hari).
Lalu, Terminal Transit Utama Balongan punya stok Pertamax sebanyak 50.626 kiloliter (170 hari) dan Pertalite sebanyak 24.250 kiloliter (57 hari). Kegiatan penambahan pasokan bahan bakar minyak dari Kilang Balongan dan Kilang Cilacap dapat dilakukan melalui laut ke Terminal BBM Tanjung Priok.
Pindahkan Depo Plumpang
Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memindahkan Depo Plumpang ke tempat yang lebih aman dan jauh dari permukiman. Tujuannya jelas, supaya kejadian serupa tidak terulang lagi.
"Plumpang ini terlalu dekat dengan permukiman. Jadi, tidak ada cara lain selain memindah depo tersebut ke tempat yang lebih aman dan jauh dari permukiman," imbuhnya.
Dalam menangani peristiwa Plumpang 3 Maret, Fahmy menegaskan PT Pertamina harusnya tidak lagi bicara panjang tentang investasi dan lain sebagainya dalam memindahkan depo tersebut. Menurutnya, masih banyak alternatif lokasi, seperti di kawasan Tanjung Priok yang dekat dengan pelabuhan.
Jika memindahkan depo ke Tanjung Priok, pengangkutan BBM oleh Pertamina tak harus lagi melalui pipa, tetapi bisa menggunakan kapal.
Baca Juga: Kebakaran Depo Plumpang Jadi PR Besar Pertamina
Pasalnya, pengangkutan ke Depo Plumpang saat ini menggunakan pipa yang melalui area permukiman penduduk sehingga jatuhnya korban jiwa tak bisa terhindari jika terjadi kebakaran.
"Sistem di Plumpang itu ketika kebakaran, langsung menyambar rumah penduduk karena pipa-pipanya melalui area permukiman. Jadi, harus segera dipindahkan," tegas Fahmy.
Di sisi lain, Fahmy tak menampik Pertamina punya sikap yang jelas untuk mengatasi persoalan suplai. Ia yakin perusahaan pelat merah itu bisa dengan cepat menangani kebutuhan BBM dari depo yang memasok 20% kebutuhan nasional tersebut ke depo-depo lain terdekat yang masih tersedia.
"Jadi dalam konteks kestabilan pasokan, ada beberapa depo yang bisa digunakan dan tidak jadi masalah. Pertamina tidak perlu melakukan upaya mengatasi pasokan secara serius," ucapnya.