17 Januari 2024
16:34 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Pemerintah membidik lifting minyak bumi mencapai 1 juta barel per hari (BOPD) pada tahun 2030 mendatang. Target itu tersebut diakui sulit untuk dicapai, mengingat tren penurunan produksi yang dialami banyak lapangan minyak.
Terbaru, realisasi produksi tahun 2023 hanya mencapai 605,5 ribu BOPD atau jauh dari harapan yang tercantum dalam APBN sebesar 660 ribu BOPD.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengakui target lifting minyak sebesar 1 juta BOPD tahun 2030 memang sangat berat untuk dicapai.
"Minyak mentah ada program 1 juta barel tapi ya ini masih sangat berat sekali," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DEN, Rabu (17/1).
Baca Juga: Sumur Tua Jadi Penyebab Lifting Minyak RI Terus Turun
Djoko menerangkan dalam strategi nasional, ada empat cara untuk menggenjot produksi minyak nasional, yakni eksplorasi, Enhanced Oil Recovery (EOR), Reserve to Production (RtoP), serta Bussiness as Usual.
Tren penurunan produksi minyak yang saat ini terjadi, sambungnya, sangatlah wajar karena skema terbesar yang digunakan adalah Business as Usual.
Dia menjelaskan, setiap lapangan minyak memiliki titik puncak produksi. Setelah itu, tren produksi akan turun atau yang kerap disebut decline.
"Setiap lapangan minyak itu dari tajam, tajam, lama-lama mendatar (produksi). Tiap lapangan ditetapkan POD jumlah sumur maksimum untuk pengeboran maksimal, saat mencapai peak akan turun, berapa pun dibor di tempat yang sama faktanya tetap decline kan," jabarnya.
Karena itu, produksi minyak semestinya juga dilakukan dengan memaksimalkan tiga skema lainnya, khususnya skema EOR dan RtoP. Khusus Reserve to Production, Djoko menyebutkan ada 33 blok migas yang POD-nya sudah mendapat 'lampu hijau' dari SKK Migas dan tinggal dibor.
"Tapi masalahnya apa? Baik EOR maupun RtoP itu perlu insentif. Misalnya, gas sudah diberi insentif jadi US$6 tidak apa-apa, negara tidak dapat tidak apa-apa, negara sudah dapat dari pajak dan FTP saja," kata Djoko.
Jika EOR dan RtoP dimaksimalkan, Djoko optimis produksi minyak bisa naik. Setidaknya, dapat memenuhi target lifting baik yang tercantum dalam APBN maupun Work Program and Budget (WP&B) yang disusun bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Kalau hanya BAU, ngebor, workover, well service, faktanya kan turun tuh. Sudah ribuan sumur dibor tetap decline dan declinenya itu turun," tambahnya.
Kerjakan Pararel
Untuk itu, dia mengingatkan agar seluruh pihak jangan membanggakan skema Business as Usual. Pasalnya, produksi minyak pada sebuah lapangan secara alamiah akan menurun, sehingga skema lain harus diterapkan.
Eksplorasi yang berhasil menemukan cadangan-cadangan cukup menjanjikan, tambahnya, harus secara paralel dilanjutkan dengan produksi menggunakan skema RtoP.
Baca Juga: Lifting Migas 2023 Merosot Dari Target, Ini Sebabnya
"Yang sudah ditemukan, RtoP harus dilanjutkan. Misalnya Masela itu sudah beberapa tahun ditemukan tapi tidak dikembangkan. Minta insentif, sudah dikasih terus tapi tidak dikembangkan," tuturnya.
Jika keempat skema tersebut diterapkan secara paralel, Djoko menyebutkan bukan tidak mungkin target lifting minyak 1 juta BOPD tahun 2030 bisa tercapai.
"Jadi 2030 bisa atau tidak, dengan catatan empat-empatnya paralel dan semua mendukung, termasuk pemerintah kasih insentif," tandas Djoko Siswanto.