22 Mei 2025
13:37 WIB
Defisit US$800 Juta! Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I/2025 Memburuk
Posisi defisit NPI di kuartal I/2025 ini merosot dibandingkan kuartal IV/2024 yang mencatatkan surplus. Meningkatnya kondisi ketidakpastian pasar keuangan global jadi penyebab
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Logo Bank Indonesia. Antara/BI Dokumentasi
JAKARTA - Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso melaporkan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I/2025 mengalami penurunan kinerja dengan mencatat defisit US$800 juta atau setara Rp13,05 triliun (kurs Rp16.323,04/dolar AS).
Kinerja defisit NPI ini menurun cukup drastis jika dibandingkan NPI kuartal IV/2024 yang mencatatkan surplus sebesar US$7,9 miliar. Hitungan Validnews, dalam kurun waktu tersebut NPI Indonesia turun sebesar US$7,1 miliar atau setara Rp115,91 triliun.
Bank Indonesia mengidentifikasi, terjunnya kondisi NPI tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kondisi ketidakpastian pasar keuangan global. Meski demikian, BI menilai, defisit yang terjadi masih tetap terjaga rendah di tengah kondisi perlambatan ekonomi global.
"Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I/2025 tetap terjaga. Defisit transaksi berjalan tetap rendah di tengah perlambatan ekonomi global," paparnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (22/5).
Baca Juga: BI Pastikan Defisit Neraca Transaksi Berjalan RI Lebih Rendah Dari Proyeksi IMF
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 tercatat tetap tinggi sebesar US$157,1 miliar. Capaian ini masih setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ramdan melanjutkan, neraca transaksi berjalan juga mencatatkan defisit, namun lebih rendah dibandingkan kuartal IV/2024.
"Pada triwulan I/2025, transaksi berjalan mencatat defisit US$0,2 miliar (0,1% dari PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit US$1,1 miliar (0,3% dari PDB) pada triwulan IV/2024," ungkapnya.
Surplus neraca perdagangan barang meningkat, terutama disumbang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas, meski ekspor nonmigas menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan harga komoditas. Di saat bersamaan, impor nonmigas turun lebih dalam khususnya pada kelompok bahan baku dan penolong.
Di sisi lain, defisit neraca jasa meningkat dipengaruhi penurunan surplus jasa perjalanan (travel) sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
"Defisit neraca pendapatan primer juga meningkat dipengaruhi oleh kenaikan pembayaran imbal hasil investasi portofolio," tambah Ramdan.
Transaksi Modal dan Finansial
Selanjutnya, Ramdan juga mengatakan, kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Dengan investasi langsung tetap membukukan surplus sebagai cerminan dari persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian dan iklim investasi domestik yang tetap terjaga.
Investasi portofolio juga meningkat, terutama dipengaruhi aliran masuk modal asing pada surat utang domestik. Sementara itu, investasi lainnya mencatat defisit dipengaruhi oleh penurunan penarikan pinjaman pemerintah dan swasta serta peningkatan investasi swasta pada beberapa instrumen finansial luar negeri.
"Dengan perkembangan tersebut, transaksi modal dan finansial pada triwulan I/2025 mencatat defisit US$0,3 miliar," imbuhnya.
Baca Juga: BI: Tumbuh 4%, ULN RI Kuartal IV/2024 Sentuh US$424,8 M
Lebih lanjut, Ramdan memprakirakan NPI 2025 akan tetap sehat ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang berlanjut dan defisit transaksi berjalan yang terjaga dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB.
Selain itu, surplus transaksi modal dan finansial didukung oleh aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik yang tetap baik dan imbal hasil investasi yang menarik.
"Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait, guna memperkuat ketahanan sektor eksternal," pungkasnya.