15 Agustus 2024
08:53 WIB
Danamon Ramal Rupiah Bisa Sentuh 15.800-an Hingga Akhir Tahun
Nilai tukar rupiah diharapkan bisa keluar dari kepala 16 atau bisa berada di bawah Rp16.000 per dolar AS.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing Dollarasia Money Changer, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Antara Foto/Reno Esnir
JAKARTA - PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) memproyeksikan mata uang rupiah bisa berada di kisaran Rp15.800-an hingga Rp16.000-an per dolar Amerika Serikat (AS).
“Kami sendiri memprediksi sampai dengan akhir tahun masih tetap di kisaran Rp15.800-an sampai dengan Rp16.000-an per dolar AS,” ujar Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon Indonesia Ivan Jaya saat ditemui di Jakarta, Rabu (14/8).
Pihaknya juga berharap agar rupiah bisa keluar dari level Rp16.000 atau bisa berada di bawah Rp16.000 per dolar AS.
Dengan rupiah berada di bawah Rp16.000 per dolar AS, akan berpengaruh positif, terutama ke sektor perbankan.
Baca Juga: Kemenkeu: Pelemahan Rupiah Bebani Subsidi Energi Nasional
“Jadi, semoga bisa keluar dari kepala 16 itu lebih lama, di bawah Rp16.000, karena itu juga akan berpengaruh positif kepada kita, aliran dana asing masuk,” jelas dia.
Tak hanya rupiah, dalam satu pekan terakhir, Danamon juga melihat bahwa tren indeks harga saham gabungan (IHSG) sudah mulai membaik.
“Barusan saya cek juga sudah menyentuh angka 7.400, jadi aliran dana asing sudah mulai masuk, rupiah pun juga sudah membaik. Pagi tadi saya melihat juga sudah di kisaran Rp15.750 per dolar AS,” katanya.
Berdasarkan pantauan Validnews, IHSG pada penutupan perdagangan Rabu (14/8) berada di level 7.436,03, menguat sebesar 79,40 poin atau 1,08%. Sepanjang hari ini, IHSG berada di kisaran level 7.372,89 hingga 7.445,66.
Jika ditilik lebih jauh atau selama sepekan terakhir, IHSG telah menguat sebesar 224,17 poin atau 3,11%.
Rupiah Sentuh Rp15.675
Mata uang rupiah pada perdagangan Rabu (14/8) sore, ditutup menguat tajam 158 poin di level Rp15.675 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp15.832,5 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bahkan juga sempat menguat 160 poin.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, terdapat beberapa faktor baik eksternal maupun internal yang mendorong rupiah menguat dan membuat indeks dolar melemah.
Untuk faktor eksternal, dia menyebutkan data indeks harga produsen yang lebih lemah dari perkiraan pada Selasa meningkatkan harapan inflasi mereda, dan bahwa Federal Reserve akan memiliki lebih banyak dorongan untuk memangkas suku bunga.
Pembacaan tersebut muncul tepat sebelum data inflasi indeks harga konsumen, yang akan dirilis pada Rabu, dan juga diharapkan menunjukkan inflasi mereda pada bulan Juli, meskipun sedikit.
“Prospek pemangkasan suku bunga menghadirkan prospek yang lebih cerah bagi ekonomi AS, terutama di tengah kekhawatiran baru-baru ini bahwa pertumbuhan yang melambat akan membutuhkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut dari Fed,” kata Ibrahim kepada media, Rabu (14/8).
Menurut CME Fedwatch, para pedagang sedikit lebih condong ke arah pemangkasan 50 basis poin pada bulan September dibandingkan pemangkasan 25 bps setelah data Selasa. Selain data inflasi, data produksi industri dan penjualan ritel dari AS dan Tiongkok juga akan dirilis minggu ini.
Ibrahim melanjutkan, pasar juga menunggu tanda-tanda langkah selanjutnya oleh Iran, yang telah bersumpah untuk memberikan tanggapan keras terhadap pembunuhan seorang pemimpin Hamas akhir bulan lalu, yang menurut Teheran dilakukan oleh Israel. Israel tidak membenarkan atau membantah keterlibatannya.
Angkatan Laut AS telah mengerahkan kapal perang dan kapal selam ke Timur Tengah untuk memperkuat pertahanan Israel. Laporan semalam mengatakan Hamas telah meluncurkan beberapa roket ke Tel Aviv.
Baca Juga: BI Optimistis Rupiah Akan Menguat Ke Rp15.800 Hingga Akhir 2024
Sementara untuk faktor internal, pasar merespon positif setelah pemerintah mengungkapkan kondisi ekonomi global tengah mengalami kondisi pelemahan yang dalam. Adapun, sektor manufaktur Indonesia menjadi salah satu ‘korban’ akibat pelemahan tersebut.
Data Indeks Manajer Pembelian/Purchasing Manager’s Index (PMI) yang dirilis S & P Global menunjukkan posisi Indonesia berada di level 49,3 pada Juli 2024. Angka tersebut merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir.
“Pelemahan kinerja manufaktur juga terjadi pada negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat di level 49,6 dan China di level 49,8. Ini menggambarkan lingkungan global tidak stabil, bahkan hostile to each other. Ini menyebabkan ekonomi relatif berhenti atau stagnan,” terang dia.
Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan ekonomi global mengalami tekanan, di antaranya yang paling kentara adalah kondisi ekonomi AS yang dikabarkan terancam resesi.
Hal itu karena para pelaku pasar keuangan memperkirakan AS bakal mengalami hard landing usai mengalami inflasi yang tinggi.
“Inilah yang terjadi pada minggu lalu yang menunjukkan volatilitas besar dari sisi ekonomi AS dan pengaruhnya ke seluruh dunia,” imbuhnya.
Sementara itu, kondisi perekonomian di Eropa masih terpantau rentan karena sentimen geopolitik serta perang antara Ukraina dan Rusia. Kemudian, perekonomian China mengalami pertumbuhan yang melambat pada kuartal II/2024 di angka 4,7%, di antaranya karena masalah pinjaman dalam negeri yang besar.
Dari sisi politik, masalah perang antara Ukraina-Rusia serta perang Timur Tengah yang masih bergejolak usai terbunuhnya Ismail Haniyeh menjadi sentimen yang menggoncangkan kondisi perekonomian global. Sehingga, ekonomi global diperkirakan masih akan melambat.
Untuk perdagangan Kamis (15/8), Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp15.600-Rp15.710.