10 Oktober 2025
08:15 WIB
Dana Rp70 T Masuk BPD, OJK: Likuiditas Aman Tapi Risiko Harus Dijaga
Penempatan dana senilai Rp70 triliun ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk meningkatkan likuiditas BPD, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Pegawai bank DKI memberikan pelayanan kepada nasabah, Jakarta, Rabu (31/1/2024). ANTARA/HO-Bank DKI
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai positif langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang berencana menempatkan dana senilai Rp70 triliun ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk meningkatkan likuiditas BPD, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penempatan dana pemerintah di BPD akan memberikan tambahan ruang bagi bank-bank daerah untuk memperluas fungsi intermediasi, terutama dalam pembiayaan sektor produktif.
"Wacana penempatan dana pemerintah ke BPD sebenarnya positif ya, ini meningkatkan likuiditas BPD dan tentu akan dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Nah, ini mungkin salah satu hal dampak positif yang mungkin timbul," ujar Dian dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (9/10).
Kendati demikian, ia mengingatkan agar kebijakan ini tetap dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola.
Dian juga menilai, agar kebijakan penempatan dana pemerintah ini bisa berjalan efektif, BPD perlu terus memperkuat sistem dan infrastruktur internal. Hal ini mencakup peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), tata kelola kebijakan kredit, serta mitigasi risiko.
Baca Juga: Menkeu Siap Alirkan SAL Sampai Rp10 T Ke Bank DKI dan Bank Jatim
"Guna menjaga agar wacana kebijakan pemerintah itu dapat berjalan efektif, tentu saja BPD agar senantiasa menguatkan infrastruktur baik dari sisi SDM, kebijakan dan juga manajemen risiko, sehingga penempatan dana pemerintah itu dapat efektif dan optimal dalam memberikan manfaat kepada masyarakat dan pelaku usaha di daerah," jelas dia.
Selain itu, Dian meminta pemerintah dalam melakukan penempatan dana agar mempertimbangkan aspek biaya bunga (pricing) yang harus dibayar bank.
"Jadi, tingkat suku bunga yang diharapkan ini bisa ikut menurunkan biaya dana, sehingga ikut menurunkan juga nanti biaya kredit," imbuhnya.
Terkait jangka waktu, Dian menyarankan agar jangka waktu penempatan dana pemerintah yang diberikan kepada BPD tidak pendek.
Lantaran, menurutnya, jangka waktu pengerjaan proyek itu bervariasi. Ada yang satu tahun, tiga tahun, tapi ada juga yang mungkin 10 tahun.
"Kalau kita ingin menjamin, bisa lebih menjangkau berbagai proyek, tentu saja ini harus lebih panjang," ungkapnya.
Tak hanya itu saja, Dian berpesan agar juga mempertimbangkan kemampuan BPD dalam menjalankan fungsi intermediasinya, sehingga kebijakan penempatan dana ini dapat berjalan secara efektif.
"Nah ini juga perlu ada upaya-upaya yang terus menerus yang sebetulnya dilakukan BPD untuk bisa memberikan ekspansi kredit yang tanpa menimbulkan banyak persoalan dengan kredit macet," kata Dian.
Baca Juga: Kemenkeu: Penyaluran Dana Kredit Rp200 T Himbara Lampaui 50%
Kondisi Likuiditas BPD
Lebih lanjut, Dian memaparkan bahwa secara umum kondisi likuiditas BPD saat ini masih tergolong sangat memadai (ample).
Berdasarkan data posisi Agustus 2025, liquidity coverage ratio (LCR) BPD berada di level 217,65%. Kemudian, rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 140,92% dan 30,10%, keduanya di atas ambang batas ketentuan.
“Nah ini sebetulnya mencerminkan bahwa secara agregat, tidak terdapat indikasi permasalahan likuiditas kepada BPD,” tegas dia.
Sementara itu, Loan to Deposit Ratio (LDR) BPD berada di 78,70%, lebih rendah dibandingkan rata-rata industri perbankan nasional yang mencapai 86,03% pada periode yang sama.
Artinya, BPD masih memiliki ruang ekspansi kredit yang lebih besar dibandingkan bank umum lainnya.