18 Juli 2023
17:00 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Chief Marketing Officer Blibli.com Edward Kilian Suwignyo mempertanyakan terminologi dari produk lintas negara yang diperdagangkan di e-commerce. Blibli sendiri saat ini tengah menunggu arah kebijakan regulator.
"Terminologi lintas negara mau seperti apa? Karena kan ini banyak terminologinya. Jadi nanti kita tunggu dari KemenkopUKM, apa yang mereka arahkan dan apa yang mereka definisikan. Nanti kita coba tunggu dulu dari situ karena kan selama itu belum ada nanti kita eksperimental menjawabnya dengan cara yang macam-macam. Nanti kita tunggu aja," katanya kepada Validnews, Selasa (18/7).
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan e-commerce tak bisa memisahkan antara produk lokal UMKM dan produk impor.
Kebingungan itu mengemuka saat pemerintah hendak menelurkan kebijakan subsidi untuk membantu UMKM yang berjualan online pada saat pandemi covid-19.
Baca Juga: Menkop UKM: Ada Bisnis Cross Border Di Tiktok Shop
“Ketika saya mau buat kebijakan subsidi untuk UMKM di platform online saat pandemi covid-19, semua pelaku usaha tidak bisa memisahkan mana produk UMKM dan yang impor. Yang mereka bisa pastikan adalah yang jualan di online adalah UMKM dan mereka tidak bisa pastikan produknya ini,” katanya beberapa waktu yang lalu.
Hal itu diungkapkan Teten, saat dia menyoal kehadiran adanya perdagangan lintas batas di social commerce, yang dianggap menjadi ancaman bagi produk UMKM.
Menurut Teten, platform baik social media maupun e-commerce kesulitan membedakan produk lokal maupun produk impor.
Edward mengatakan, Blibli sebagai pemain di bidang e-commerce akan melihat lebih jauh program yang akan digalakkan oleh pemerintah terkait perdagangan lintas batas, serta akan mempersiapkan masukan maupun dukungan yang akan dibutuhkan.
Edward juga menerangkan soal persaingan bisnis antara social commerce dengan e-commerce. Menurutnya, segmen social commerce masih tergolong baru, dan diperlukan waktu panjang untuk mempersiapkan infrastruktur penting.
Hal yang sama pernah dialami e-commerce. Ia merinci, di dunia e-commerce membutuhkan keamanan siber yang mumpuni seperti halnya verifikasi untuk melihat siapa yang berjualan di dalam ekosistemnya. Untuk itu, menurutnya, penting bagi pelaku industri agar cermat dalam mempersiapkan infrastruktur agar bisa mendukung baik penjual dan pembeli.
"Jadi bukan suatu proses yang simpel sebetulnya untuk memastikan bahwa berbagai macam layanan dan juga perlindungan bagi keduanya, pelanggan maupun dari sisi seller. Itu harus terpenuhi. Tetapi secara nanti kebijakannya bagaimana, ya kita lihat saja nanti seperti apa," imbuhnya.
Riset Google, Temasek dan Bain yang bertajuk 'e-Conomy SEA 2021' memprediksi, nilai ekonomi digital Indonesia akan mencapai US$70 miliar atau Rp998 triliun (kurs Rp14.260 per US$) tahun ini. Dari sejumlah layanan itu, kontribusi terbesar disumbang oleh layanan e-commerce dan layanan transportasi dan pesan antar makanan.
Baca Juga: Ini Alasan Kehadiran Social Commerce Meresahkan
Riset tersebut memasukkan layanan ekonomi digital seperti e-commerce, berbagi tumpangan (ride hailing) dan pesan-antar makanan, media digital, online travel, serta layanan finansial.
Laporan itu menyebutkan bahwa sektor e-commerce yang menyumbang transaksi paling besar bagi ekonomi digital di Indonesia akan mencapai US$53 miliar atau Rp755 triliun tahun ini. Di sisi lain, BI pernah merilis proyeksi transaksi e-commerce mencapai Rp403 triliun pada tahun ini.
Nilainya diperkirakan melesat menjadi US$104 miliar pada 2045. Nilai transaksi sektor transportasi online dan pesan-antar makanan tahun ini sebesar US$6,9 miliar atau Rp98,4 triliun. Nilai itu menjadi US$16,8 miliar dalam empat tahun mendatang.
Adapun BI memperkirakan total nilai transaksi e-commerce pada 2022 lalu mencapai Rp489 triliun. Pada kondisi normal, transaksi e-commerce setiap bulannya bisa mencapai Rp40-50 triliun.
Target transaksi e-commerce diproyeksikan naik 17% tahun ini menjadi Rp572 triliun. Kenaikan ini didukung ekosistem yang semakin luas, inovasi, dan akseptasi pengguna belanja online.