12 Juli 2023
16:43 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, kehadiran social commerce di Indonesia menjadi mengkhawatirkan, lantaran belum jelasnya regulasi dari negara terkait penggunaan dan penerapannya.
Salah satu social commerce yang tengah menjadi pusat perhatian adalah TikTok Shop. Dengan berbagai fitur yang menggabungkan dengan hiburan, penjualan TikTok Shop terus melambung.
"Peraturan atau regulasinya belum jelas, karena itu banyak keresahan di mana-mana. Saya pribadi melihat e-commerce dengan social commerce harus mempunyai peraturan yang serupa,” katanya saat dihubungi Validnews, Rabu (12/7).
Serupa, artinya dia melihat kedua platform belanja tersebut harus melindungi masyarakat, baik pembeli maupun penjual. Kemudian baik e-commerce maupun social commerce juga harus memperhatikan kombinasi antara produk lokal serta persaingan usaha yang sehat.
Baca Juga: Menkop UKM: Ada Bisnis Cross Border Di Tiktok Shop
Meski begitu, dia menilai dengan semakin banyaknya platform bagi UMKM Indonesia justru menciptakan ekosistem yang lebih luas lagi.
"Bagi masyarakat artinya adalah semakin banyak platform digital untuk dia bisa berjualan. Artinya di sini ada peluang bagi mereka untuk bisa berjualan di banyak tempat," kata dia.
Dia menjelaskan TikTok Shop merupakan kanal jualan yang baru dan bisa meningkatkan pasarnya. Pada saat yang sama, banyaknya platform berjualan ini akan meningkatkan konsumsi masyarakat.
"Tapi, memang Tiktok Shop ini kan belum diatur ya, seperti e-commerce. Artinya ini bagi negara tidak ada pendapatan yang masuk dari transaksi yang masuk di Tiktok Shop," sebutnya.
Untuk itu, dia berpendapat, pemerintah perlu melakukan penyetaraan bagi e-commerce maupun social commerce, terutama dalam pemenuhan hak dan kewajibannya.
Menurutnya semua aktor penjualan online harus taat ke aturan terkait, termasuk ke PP Nomor 80 Tahun 2019 mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
"Baik itu membayar pajak, menjaga data, melindungi konsumen dan lain sebagainya," ujarnya.
Untuk itu, dia menyarankan bagi TiktokShop dan social commerce lainnya untuk menaati aturan yang juga telah diterapkan pada e-commerce, yaitu melindungi produk lokal.
"Tiktok Shop ini dia sebagai platform itu wajib untuk beritikad baiklah, untuk menyediakan produk produk lokal. Mereka ini kan sistemnya P2P (person to person) ya jadi memang saya lihat ini akan bergantung pada pasar," tandasnya.
Baca Juga: SIRCLO Buka Studio Live Commerce
Sebagai informasi, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) sebelumnya mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Disebutkan revisi ini diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh kehadiran Project S TikTok Shop. Project ini dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan, untuk mengatasi ancaman ini sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020.
Apalagi, revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit. Padahal, ada banyak UMKM yang bisnisnya mulai redup lantaran belum muncul juga kebijakan terbaru tentang PSME.
"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draf perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya," kata Menteri KemenkopUKM Teten Masduki.