16 Februari 2024
13:35 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA - CEO Tokocrypto Yudhono Rawis mengungkapkan perbandingan yang mencolok antara Indonesia dan Thailand terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk transaksi perdagangan kripto sangat mengkhawatirkan.
Pasalnya, Thailand telah mengambil langkah dalam regulasi pajak terkait aset digital dengan menghapuskan PPN 7% untuk transaksi perdagangan kripto.
"Terlihat dengan Indonesia, di mana pemerintah masih menerapkan PPN sebesar 0,11% dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1% untuk transaksi yang dilakukan melalui exchange atau pedagang aset kripto terdaftar," kata dia dalam pernyataan resmi, Jumat (16/2).
Menurutnya, keputusan yang dirancang regulator Thailand dilakukan untuk mendukung dan memfasilitasi pertumbuhan industri aset digital di negeri Gajah Putih tersebut. Pembebasan PPN ini ditujukan bagi bursa kripto, pialang, serta platform kripto yang beroperasi di bawah pengawasan ketat dari Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand.
"Dengan berlakunya kebijakan ini efektif per 1 Januari 2024, Thailand menunjukkan komitmen kuatnya untuk mengembangkan ekonomi digitalnya. Langkah ini bukanlah yang pertama, mengingat pada Mei 2023, Thailand telah membebaskan transfer aset kripto dari kewajiban PPN," kata dia.
Baca Juga: Hindari Rugi, Pilih Instrumen Investasi Sesuai Tujuan Keuangan
Melihat hal ini Yudho menekankan agar Indonesia tidak tertinggal dalam penerapan regulasi yang mendukung pertumbuhan ekosistem kripto, dengan mengusulkan beberapa perubahan penting dalam kebijakan pajak kripto di Indonesia.
"Kami berharap Indonesia dapat mengikuti langkah serupa untuk menciptakan regulasi kripto yang lebih ramah dan kompetitif. Hal ini diharapkan dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan industri kripto di dalam negeri, sekaligus memberikan kejelasan hukum yang dapat meningkatkan kepercayaan investor dan pengguna," kata Yudho.
Yudho menyarankan agar Indonesia kembali hanya mengenakan pajak atas keuntungan modal (capital gain) dan merevisi aturan PPN. Hal mengingat bahwa aset kripto, menurut undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), lebih cenderung diklasifikasikan sebagai aset keuangan atau sekuritas daripada komoditas.
Selain itu, ia juga mengusulkan penurunan besaran pajak yang saat ini berlaku, agar lebih kompetitif dan tidak menghambat perkembangan industri kripto di Indonesia.
Permudah Pelaporan Pajak
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) ini, skema capital gain bisa menjadi salah satu solusi karena hanya mengenakan pajak pada keuntungan yang diperoleh dari penjualan aset kripto, dan bukan pada setiap transaksi.
"Pendekatan ini dianggap lebih adil dan efisien, karena investor hanya dikenai pajak ketika mereka benar-benar menerima keuntungan ekonomi. Hal ini dapat mendorong lebih banyak orang untuk berinvestasi dalam aset kripto tanpa khawatir tentang beban pajak yang berat untuk setiap transaksi yang dilakukan," ujar Yudho.
Lebih lanjut, dia menjelaskan skema tersebut dapat memudahkan pelaporan pajak bagi investor, karena mereka hanya perlu melaporkan transaksi yang menghasilkan keuntungan.
Baca Juga: Dipopulerkan Gamers, Kripto Mulai Nyaman Dikoleksi Investor
Diharapkan dengan penerapan skema pajak seperti ini, akan mampu meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak di sektor kripto.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan kebijakan Thailand dalam menghapus PPN untuk transaksi kripto memberikan gambaran tentang bagaimana regulasi yang ramah dapat membantu negara-negara menjalani transisi menuju ekonomi digital yang lebih inklusif dan inovatif.
Indonesia, katanya, dengan potensi ekonomi digital yang besar, dapat mengambil inspirasi dari Thailand untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi pertumbuhan ekonomi digital, termasuk di sektor aset digital.
"Dengan langkah-langkah regulasi yang tepat, kripto dapat menjadi salah satu pendorong utama ekonomi digital Indonesia, membuka peluang baru dan meningkatkan inklusi finansial di seluruh wilayah," pungkas Yudho.