c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

28 Oktober 2025

12:23 WIB

CELIOS: Rencana Pinjaman Pusat Ke Daerah Jadi Ajang 'Jebakan Utang'

CELIOS menilai kebijakan peminjaman uang yang dapat dilakukan Pemda ke Pemerintah pusat dalam PP 38/2025, disebut sebagai jebakan utang yang dapat mempersempit ruang fiskal daerah.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p>CELIOS: Rencana Pinjaman Pusat Ke Daerah Jadi Ajang &#39;Jebakan Utang&#39;</p>
<p>CELIOS: Rencana Pinjaman Pusat Ke Daerah Jadi Ajang &#39;Jebakan Utang&#39;</p>

Ilustrasi - Pemda sedang menghitung fiskal daerah. Dok SDPDN Kemendagri

JAKARTA - Center of Economic Law and Studies (CELIOS) mengkritik aturan yang memperbolehkan Pemerintah Daerah (Pemda) mengajukan pinjaman ke Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 38/2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.

Kebijakan pinjaman yang dimaksud, dinilai kontradiktif dengan efisiensi dana Transfer Ke Daerah (TKD) di mana Pemda mengalami pemotongan anggaran transfer mencapai 24,7% di 2026. CELIOS menganggap kebijakan tersebut bakal makin menekan kondisi sekitar 41,3% pemda di seluruh Indonesia yang berstatus fiskal rentan.

“Ketika pemda sedang tertekan, pemerintah pusat justru beri fasilitas pinjaman. Jelas Pemda hampir sulit mengembalikan dananya. Ini jebakan utang,” jelas Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira dalam pernyataan resmi, Jakarta, dikutip Selasa (28/10).

Baca Juga: Potensi Rp100 T, Purbaya Bakal Terbitkan SPN Demi Bantu Keuangan Pemda

CELIOS membeberkan, cicilan pinjaman yang nantinya harus dibayar pemda dari APBD dapat mempersempit ruang fiskal untuk layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.

Dampaknya, demi menutup kekurangan, pemda kemungkinan akan menaikkan pajak dan retribusi daerah, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, atau pajak konsumsi. 

Pada gilirannya, beban kenaikan pajak tersebut akhirnya justru akan ditanggung kelas menengah yang saat ini sudah mengalami kesulitan ekonomi. 
Resentralisasi dan Problematik
Pada saat bersamaan, kebijakan pinjaman antara pemda dan pemerintah pusat juga dinilai mencederai prinsip otonomi daerah yang terekam dalam UU 23/2014 terkait Pemerintah Daerah dan kemandirian fiskal daerah dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Sebab, daerah akan kehilangan posisi sebagai entitas otonom yang menentukan arah pembangunan berdasarkan kebutuhan lokal dan harus memohon pinjaman kepada pusat.

“Kebijakan ini juga menunjukkan menguatnya gejala resentralisasi fiskal, kekuasaan fiskal kembali terpusat di tangan presiden, sehingga reformasi kita berjalan mundur,” tambah Direktur Kebijakan Publik CELIOS Media Wahyudi.

Baca Juga: Bingungnya Daerah Menyiasati Fiskal Akibat Pemangkasan TKD

Ditambah lagi dari sisi politik anggaran, penganggaran program melalui utang akan membuat pengelolaan anggaran daerah ke tahun anggaran berikutnya menjadi tidak terukur. Sebab, akan ada syarat pemotongan anggaran dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) tahun berikutnya, yang membuat pemda ke depan mempunyai beban berat dari pemda saat ini.

Dengan berjalannya skema utang berulang yang terjadi secara tahunan, sistem penganggaran daerah diyakini tidak akan bertahan. Lebih lanjut, Media juga menyorot alasan pemerintah pusat mengenai pengendalian korupsi terhadap kebijakan keuangan daerah yang dinilai tidak masuk akal.

“Alasan mengendalikan korupsi daerah sebagai pembenaran skema keuangan daerah lewat pinjaman ini juga problematik, sebab secara empiris, korupsi jumbo dan inefisiensi justru terjadi di level pusat,” tandas Media.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar