c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

14 Agustus 2024

18:56 WIB

Celios: Ekonomi Kelas Menengah Kini Terjerat Tingginya Biaya Pendidikan

Celios menilai pemerintah dinilai tidak tepat mengubah formulasi biaya pendidikan, karena sekarang beban masyarakat ekonomi kelas menengah sedang membludak, dan daya belinya lesu.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>Celios: Ekonomi Kelas Menengah Kini Terjerat Tingginya Biaya Pendidikan</p>
<p>Celios: Ekonomi Kelas Menengah Kini Terjerat Tingginya Biaya Pendidikan</p>

Ilustrasi. Mahasiswa Universitas Sriwijaya melakukan aksi di halaman Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Palembang, Sumsel. Antara Foto/Feny Selly

JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, beban masyarakat ekonomi kelas menengah sedang membludak, di antaranya menghadapi kenaikan harga bahan pangan, suku bunga tinggi, sempitnya lapangan kerja di sektor formal, membayar sewa rumah.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kini beban kelas menengah makin bertambah dengan adanya risiko kenaikan biaya pendidikan, termasuk kuliah. Imbasnya, daya beli kelompok menengah jadi lesu. 

"Risiko kenaikan biaya pendidikan akibat Permendikbud 2/2024 berdampak pada inflasi komponen pendidikan sub pendidikan tinggi, sehingga dapat mengurangi daya beli kelompok menengah dan menengah rentan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8).

Untuk diketahui, pemerintah menerbitkan Permendikbud Ristek 2/2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; yang secara teknis mengatur soal formula pengenaan biaya kuliah.

Bhima menyampaikan, tiap kebijakan terkait dengan perubahan formulasi biaya perguruan tinggi yang berlaku secara nasional perlu memperhitungkan kondisi makro-ekonomi. Itu karena berdampak pada ability to pay atau kemampuan membayar jasa pendidikan bagi masyarakat.

Baca Juga: Ekonom: APBN Memungkinkan Sediakan Kuliah Gratis

Dia mengingatkan, kelompok menengah merupakan penopang perekonomian Indonesia. Namun kondisi mereka saat ini justru menghadapi tekanan dari kenaikan sederet biaya yang telah dipaparkan di atas.

Bhima pun tidak heran apabila jumlah kelompok menengah menyusut. Bukan karena naik kelas, tapi terperosok menjadi kelompok bawah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah menurun dari 60 juta orang pada 2018 menjadi 52 juta orang pada 2023. 

"Indikator shrinking middle class atau menyusutnya kelas menengah menjadi alarm bahwa setiap inflasi biaya pendidikan termasuk biaya perguruan tinggi berdampak pada tekanan daya beli kelompok menengah," terangnya.

Bhima pun memaparkan faktor-faktor yang membuat perekonomian kelompok menengah lesu. Adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bakal berdampak ke stabilitas ekonomi keluarga mahasiswa. Itu karena bakal menyebabkan kenaikan berbagai komponen biaya hidup, khususnya pangan yang sensitif terhadap perubahan biaya impor. 

Selain karena faktor kenaikan harga pangan, masyarakat kelas menengah juga tertekan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang bakal naik dari 11% menjadi 12%. Seperti diketahui, PPN sebesar 12% ini sudah harus diberlakukan mulai 2025.

Baca Juga: Cita-cita Terganjal Biaya Pendidikan Tinggi

"Orang tua mahasiswa di kelompok pengeluaran menengah dan menengah rentan sudah tertekan oleh tarif PPN 11% dan ekspektasi tarif PPN menjadi 12% diberlakukan tahun 2025," kata Bhima.

Di sisi lain, kondisi pendapatan orang tua mahasiswa juga perlu menjadi pertimbangan utama dalam formulasi biaya perguruan tinggi. Tidak semua pekerjaannya sedang baik-baik saja, ditambah lagi beberapa lapangan usaha di Indonesia justru sedang mengalami krisis.

Celios mencatat, sektor perikanan pertumbuhannya terkontraksi sebesar 3,05% (yoy), industri tekstil pakaian jadi kontraksi 0,03% (yoy), lalu disusul industri furnitur anjlok 0,66% (yoy), industri mesin dan perlengkapan kontraksi 1,8% (yoy), industri otomotif juga kontraksi 1,58% (yoy), sedangkan industri alas kaki tumbuh tipis 1,9% (yoy).

Dengan adanya sederet tantangan tersebut, Bhima menyarankan agar pemerintah menimbang ulang perubahan komponen biaya pendidikan. Jangan sampai, katanya, membebani masyarakat kelas menengah yang mau mengemban pendidikan di perguruan tinggi.

"Pemerintah sebaiknya menimbang ulang perubahan komponen biaya pendidikan karena momentum yang tidak pas, saat pemerintah agresif mengeluarkan kebijakan perpajakan yang bersifat regresif," tutur Direktur Eksekutif Celios itu.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar