31 Agustus 2024
17:58 WIB
Bukan Indonesia, Brazil Jadi Top Eksportir Makanan Halal ke Negara OKI
Brazil dan Indonesia sama-sama masuk Top 5 eksportir makanan halal ke negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), tapi Brazil menduduki peringkat pertama, sedangkan RI kelima.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Seorang pengunjung mengambil makanan di sebuah restoran di Jakarta yang sudah memasang label halal untuk produk yang dijajakannya. ValidNews.ID/ Faisal Rachman
JAKARTA - Peringkat Indonesia ternyata berada di bawah Brazil selaku pengekspor terbesar produk makanan halal ke negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau Organisation of Islamic Cooperation (OIC).
Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) tahun 2023, Brazil menduduki peringkat pertama dari lima besar negara eksportir makanan halal ke OKI. Sementara Indonesia berada di peringkat kelima.
Melihat hal itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Associate sekaligus anggota DPR 2014-2019 Hakam Naja menilai, posisi Indonesia sebagai eksportir produk-produk halal masih perlu digenjot lagi.
Baca Juga: Produk Keuangan Syariah RI Kalah Saing, Ini Pesan Akademisi Buat Prabowo
"Eksportir makanan terbesar ke negara OKI adalah Brazil yang pertama, lalu India, Amerika, Rusia baru Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (31/8).
Untuk diketahui, sampai sekarang OKI memiliki 57 negara anggota. Indonesia adalah salah satunya sedangkan Brazil bukan merupakan anggota OKI. Namun, tercatat negara dengan mayoritas penduduk non muslim itu mampu menjadi eksportir produk halal mengalahkan Indonesia.
Berdasarkan SGIE Reports 2023, ada Top 5 negara eksportir makanan halal ke negara anggota OKI. Terdiri dari Brazil dengan total nilai ekspor US$27,9 miliar, lalu disusul India senilai US$24,3 miliar, Amerika Serikat US$15,4 miliar, Rusia US$14,4 miliar, dan Indonesia senilai US$13,1 miliar.
Selain itu, SGIE Reports 2023 juga mencatat ada Top 5 pasar ekspor atau konsumen makanan halal. Kali ini, Indonesia berada di peringkat pertama, lalu disusul oleh Mesir, Bangladesh, Nigeria dan Iran.
Menurut Hakam, seharusnya Indonesia bisa menjadi eksportir besar produk makanan halal, dan tidak hanya menjadi pasar atau konsumen saja. Dia mengaku khawatir apabila nantinya negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand yang justru ikut menjadi pemain global makanan halal.
"Maka dapat diambil kesimpulan bahwa di negara kita sendiri belum bisa dioptimalkan, apa lagi ke negara luar," kata Hakam.
Baca Juga: Pengamat: Halal Value Chain RI Cukup Rendah, Dua Faktor Ini Bisa Jadi Pendongkrak
Adapun masalah tersebut menjadi sorotan dalam diskusi yang diadakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Universitas Paramadina, dan UIN Jakarta. Diskusi itu bertema Prospek Kebijakan Pengembangan Ekonomi Keuangan Syariah di Era Prabowo.
Pada kesempatan yang sama, Ekonom Senior Indef Didik J. Rachbini menyampaikan, diskusi itu membahas pentingnya penggabungan ekonomi syariah dengan ekonomi normatif ke depannya. Tidak hanya produk keuangan, tapi juga ekonomi syariah lain termasuk makanan halal dan pariwisata halal.
"Kita bersama memiliki tujuan untuk menjalankan riset yang lebih advance, membangun training dan pendidikan, terlibat dalam advokasi, community empowerment dan kolaborasi," imbuh Didik.