30 Agustus 2023
12:30 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI akhirnya mengumumkan kinerja untuk periode enam bulan pertama tahun ini. Hasilnya, BRI mencatatkan laba konsolidasian senilai Rp29,56 triliun. Angka ini berhasil tumbuh sebesar 18,83% secara tahunan (yoy).
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, ada sejumlah faktor utama penopang kinerja BRI. Salah satunya adalah pertumbuhan kredit mikro dan CASA yang mencapai double digit.
"Faktor utama penopang kinerja BRI di antaranya adalah pertumbuhan kredit mikro dan CASA yang mencapai double digit, kualitas aset terjaga, rasio efisiensi yang membaik," kata Sunarso pada pemaparan Kinerja Keuangan BRI Triwulan II/2023, Rabu (30/8).
Kemudian, lanjut dia, proporsi fee-based income yang terus tumbuh konsisten, serta semakin solidnya kinerja perusahaan anak yang tergabung dalam BRI Group.
Sampai akhir Juni 2023, BRI Group juga berhasil mencatatkan aset yang terus meningkat, mencapai 9,21% yoy menjadi Rp1.805,15 triliun.
Dari sisi penyaluran kredit, ia menuturkan, hingga akhir kuartal II/2023, BRI berhasil menyalurkan kredit dan pembiayaan senilai Rp1.202,13 triliun dengan penopang utama pertumbuhan, yakni pada segmen mikro yang tumbuh 11,41% yoy menjadi Rp577,94 triliun.
Dengan demikian, porsi kredit mikro telah mencapai 48,08% terhadap total penyaluran kredit BRI.
Baca Juga:BRI Target 1.000 Desa Diberdayakan dalam Desa BRILian 2023
Penyaluran kredit mikro yang tumbuh double digit membuat proporsi kredit UMKM BRI juga terus meningkat. Hingga akhir kuartal II/2023, sebesar 84,48% dari total kredit BRI atau senilai Rp1.015,54 triliun merupakan kredit yang disalurkan kepada segmen UMKM.
“Hal ini menjadi pertama kalinya kredit UMKM BRI menembus di atas Rp1.000 triliun, dan BRI berkomitmen untuk terus meningkatkan porsi kredit UMKM mencapai 85% di tahun 2024," tambah Sunarso.
Khusus untuk perkembangan Holding Ultra Mikro (UMi), hingga akhir kuartal II/2023, Holding UMi telah berhasil mengintegrasikan lebih dari 36 juta nasabah pinjaman dan 162 juta nasabah simpanan mikro dengan didukung 1.013 unit kantor co-location SENYUM (Sentra Layanan Ultra Mikro).
Kemampuan BRI menyalurkan kredit juga diimbangi oleh Perseroan dengan menjaga kualitas kredit yang disalurkan. Non performing loan (NPL) BRI pada akhir kuartal II/2023, tercatat sebesar 2,95% atau membaik apabila dibandingkan dengan NPL pada kuartal II/2022 sebesar 3,26%.
Hal ini membuat Credit Cost BRI menurun, dari semulai 3,11% pada kuartal II/2022 menjadi 2,26% pada kuartal II/2023.
“Keberhasilan BRI me-manage NPL juga diimbangi dengan pencadangan yang memadai. Hingga akhir kuartal II/2023 tercatat NPL Coverage BRI sebesar 248,54%," ujar Sunarso.
Penghimpunan CASA dan Efisiensi
Sementara itu, dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), BRI mencatatkan total DPK senilai Rp1.245,12 triliun.
Menurut Sunarso, penopang utama pertumbuhan DPK BRI bersumber pada dana murah (CASA) yang tercatat tumbuh 10,13% yoy menjadi Rp815,42 triliun.
Porsi CASA (Giro dan Tabungan) BRI pun terus meningkat, dari semula 65,12% pada kuartal II/2022 menjadi 65,49% pada kuartal II/2023.
“BRI memiliki dua strategi utama untuk mendorong penghimpunan CASA ke depan, yakni fokus pada retensi dan akuisisi. Untuk retensi, strategi BRI akan difokuskan pada transaksi digital, mengoptimalkan value chain nasabah wholesale, serta menggunakan big data untuk memaksimalkan peluang dari nasabah. Sedangkan untuk akuisisi, BRI akan menargetkan ekosistem bisnis serta merchant," urai Sunarso.
Dari sisi operasional, business process reengineering yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi dalam operasional bisnis BRI. Hal tersebut tercermin dari rasio BOPO dan CIR yang tercatat membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Kerja Sama Dengan BRI, SOGO Alami Peningkatan Transaksi
Rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) membaik dari semula 69,56% menjadi 67,71% dan CIR (Cost to Income Ratio) membaik dari semula 44,30% menjadi 41,79%
“Rasio efisiensi BRI yang terus membaik tak lepas dari transformasi digital yang terus dijalankan. BRI sendiri terus mengembangkan area digital melalui tiga fokus, yakni Digitizing Core, Digital Ecosystem serta New Digital Proposition," imbuhnya.
Sunarso menjelaskan, transformasi digital yang dilakukan oleh BRI tidak hanya memberikan dampak dari sisi efisiensi, namun juga memberikan dampak signifikan terhadap pencapaian fee-based income perseroan. Fee-based income konsolidasian BRI tercatat tumbuh 9,14% yoy menjadi senilai Rp10,22 triliun.
Hingga akhir kuartal II/2023, likuiditas dan permodalan BRI pun berada di level yang memadai. Tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) Bank sebesar 87,26% dengan CAR (Capital Adequacy Ratio) sebesar 26,65%.
“Ditopang oleh likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat tersebut, BRI optimistis akan mampu mendorong menggerakkan perekonomian nasional melalui pembiayaan dan pemberdayaan UMKM,” pungkas Sunarso.