14 Agustus 2025
11:27 WIB
BPJPH Tegaskan Sertifikat Halal Bentuk Kepastian Hukum Produk
Mengutip The State Global Islamic Economy Indicator (SGIE) 2024/2025, pasar makanan halal global mencapai US$1,43 triliun pada 2023.
Penulis: Fin Harini
Penjual melayani pembeli saat acara Gebyar Ekonomi Kreatif dan UMKM di Indramayu, Jawa Barat, Minggu (26/5/2024). Antara Foto/Dedhez Anggara
JAKARTA - Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan menegaskan sertifikat halal juga bertujuan sebagai bentuk kepastian hukum dalam menghadirkan perlindungan kehalalan produk.
“Karena halal itu standar yang mencerminkan kualitas produk. Halal itu sehat, halal itu higienis, halal itu bersih. Jadi produk halal itu berkualitas,” kata Haikal di Jakarta, Kamis (14/8), dikutip dari Antara.
Lantaran mencerminkan kualitas unggul suatu produk, ia mengatakan sertifikat halal juga menambah nilai ekonomi bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan memperdagangkan produknya.
"Bahkan halal telah menjadi standar universal yang telah digunakan oleh dunia, oleh industri siapa pun pemiliknya, terlepas dari latar belakang suku, agama, bangsa, dan sebagainya,” ujar Haikal.
“Saat ini banyak sekali negara-negara yang masyarakatnya non-Muslim berlomba-lomba mengembangkan industri halal, dan mereka berhasil menjadi eksportir produk halal dunia, produknya dipercaya dan dikonsumsi oleh konsumen dunia,” katanya lagi.
Lebih lanjut, Haikal menegaskan, di era perdagangan bebas ini, industri yang tidak mengantongi sertifikat halal justru akan rugi.
Ia menilai, hal ini justru berlawanan dengan tren halal global dengan potensi pasar yang sangat besar dan terus meningkat.
Baca Juga: Kadin: Peru Ingin Indonesia Jadi Hub Industri Halal Latin Amerika
“Karenanya, saya selalu mengimbau, ayo tertib halal. Ekosistem halal kita punya potensi yang sangat besar. Dengan tertib halal, produk kita akan semakin mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional,” kata Haikal.
“Ekosistem halal yang tertib halal dan produktif tentu akan menjadi sektor kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya lagi.
Adapun BPJPH memiliki program sertifikasi halal, termasuk salah satunya program Satu Juta Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) di tahun ini yang telah dijalankan dan dirasakan oleh para penerima manfaat.
Pengusaha mikro dan kecil (UMK) seperti Muhammad Yoso dari Batam, mengatakan sertifikat halal membuat produk makanan olahan keripiknya berhasil menembus pasar-pasar modern dan luar negeri.
“Terima kasih kepada pemerintah, karena kami dipermudah memproses mengurus halal secara gratis. Alhamdulillah produk kami dipercaya di supermarket bahkan bisa masuk ke Singapura karena sudah ada (sertifikat) halalnya,” kata Yoso pula.
Pasar Halal Dunia
Mengutip The State Global Islamic Economy Indicator (SGIE) 2024/2025 yang dipublikasikan oleh DinarStandard bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), pasar makanan halal global mencapai US$1,43 triliun pada 2023. Jumlah ini dibelanjakan oleh sekitar 2 miliar umat Muslim di seluruh dunia.
Diperkirakan pasar makanan halal akan bertumbuh menjadi US$1,94 triliun pada 2028 (6,2% CAGR).
Indonesia jadi penyumbang utama dengan nilai US$159,6 miliar, diikuti Bangladesh US$138,5 miliar dan Mesir US$116,8 miliar.
Lalu ada Turkiye US$102 miliar, Arab Saudi US$93,1 miliar, Nigeria US$97,7 miliar, Pakistan US$83,9 miliar, Iran US$82,2 miliar, India US$63,2 miliar, Algeria US$38,3 miliar dan sisanya US$468,8 dari berbagai negara lainnya.
Sayangnya, Indonesia juga masuk dalam lima besar negara Organisasi Kerja Sama Islam (KI) yang menjadi importir terbesar makanan halal. Laporan ini mencatat pada 2023, impor oleh lima negara OKI ini mencapai US$293,6 miliar.
Rinciannya, Arab Saudi sebesar US$27,4 miliar, Turkiye US$22,5 miliar, Indonesia US$25,5 miliar, Malaysia US$20,8 miliar dan Uni Emirat Arab US$20,7 miliar.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Rantai Pasok Makanan Harus Penuhi Standar Produk Halal
Sementara, di tahun yang sama terdapat lima negara yang menjadi pengekspor makanan halal terbesar ke negara OKI, dengan nilai sebesar US$196,3 miliar. Kelima negara itu adalah Brazil sebesar US$26,5 miliar, India US$21,9 miliar, Rusia US$19,5 miliar, Amerika Serikat US$13,2 miliar dan Turkiye US$13 miliar.
Industri makanan halal juga sudah menarik investasi senilai US$1,3 miliar dengan jumlah kesepakatan mencapai 29 kesepakatan. SGIE 2024/2025 melaporkan ada lima negara yang berhasil menarik investasi terbesar yakni Maroko US$610,1 juta, Uni Emirat Arab US$397,9 juta, Arab Saudi US$144,4 juta, Indonesia US$115,4 juta dan Nigeria US$16,3 juta.
Beberapa hal yang menjadi kunci perkembangan industri makanan halal adalah investasi JBS di Saudi senilai US$50 juta dan meningkatkan output hingga dua kali lipat. Berikutnya, Pakta pengakuan bersama halal baru Indonesia-UEA-Turki-Malaysia mengurangi duplikasi audit dan biaya.
Langkah Isla Delice membeli Gurka dan Takul telah mendorong ekspansi produk makanan halal di Eropa. Lalu, pertanian vertikal menggunakan tenaga surya oleh Pure Food di Uni Emirat Arab telah menghemat penggunaan air hingga 95%. Terakhir, aktivitas mendorong produk minuman kola lokal di beberapa negara telah mendorong penjualan produk tersebut.