c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

14 Agustus 2024

19:35 WIB

Blak-Blakan, Luhut Tak Sepakat Eks-Bos Pertamina Dibui Karena Ekspansi Bisnis

Menko Luhut merasa Karen Agustiawan tak mendapat keadilan karena pengadaan LNG dilakukan semata-mata untuk memperkuat bisnis Pertamina.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Blak-Blakan, Luhut Tak Sepakat Eks-Bos Pertamina Dibui Karena Ekspansi Bisnis</p>
<p>Blak-Blakan, Luhut Tak Sepakat Eks-Bos Pertamina Dibui Karena Ekspansi Bisnis</p>

Terdakwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) Karen Agustiawan menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A

JAKARTA - Pemerintah terus mendorong perusahaan-perusahaan BUMN untuk melakukan ekspansi bisnis, tak terkecuali PT Pertamina dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional.

Namun demikian, sejumlah ekspansi yang dilakukan PT Pertamina pada masa lampau justru menjerat pimpinannya ke dalam kasus korupsi. 

Misalnya saja Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina yang dijatuhi hukuman 9 tahun penjara karena diduga melakukan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) periode 2011-2014.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan sejatinya dia tak sepakat apabila Eks-Dirut Pertamina itu dihukum akibat korupsi. 

Dirinya menilai, kebijakan yang dilakukan wanita bernama asli Galaila Karen Kardinah itu semata-mata hanya untuk memperkuat bisnis PT Pertamina. 

"Anda tahu seperti Pertamina dan perusahaan lain, ada beberapa isu mantan CEO dipenjara dua kali. Jujur saja, saya tidak setuju dengan hal itu karena dalam bisnis, terkadang anda bisa turun, terkadang anda bisa naik," tegas Menko Luhut dalam acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta Convention Center, Rabu (14/8). 

Baca Juga: Karen Agustiawan Nilai Dakwaan KPK Keliru

Menurut Luhut, setiap hal yang terjadi punya risikonya masing-masing, termasuk dalam mengupayakan pertumbuhan keuntungan dari sebuah perusahaan.

"Bagaimana anda bisa mempertahankan pertumbuhan untuk selalu menghasilkan keuntungan? Bahkan, pernikahan juga ada risikonya. Jadi, hal seperti ini tidak bisa disalahkan kepada korupsi," kata dia. 

Bahkan, Luhut juga menyampaikan hal tersebut di dalam Rapat Kabinet. Dijelaskannya, hukuman yang dijatuhkan kepada Karen Agustiawan merupakan tindakan yang tidak adil, mengacu pada persoalan risiko ekspansi bisnis.

"Saya tidak sependapat dengan hal itu, anda harus melihat untuk mengaudit sesuatu seperti ini. Saya juga mengusulkan hal ini dalam Rapat Kabinet, saya katakan ini tidak adil," jabar Luhut.

Asal tahu saja, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar US$113,84 juta atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2014.

Karen juga didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan US$113,84 juta atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya perusahaan asal Amerika Serikat, yakni Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$113,84 juta yang berakibat pada kerugian negara.

Baca Juga: KPK Lanjutkan Penanganan Korupsi Pengadaan LNG di Pertamina

Kemudian, Karen turut didakwa memberi persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Negeri Paman Sam tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisa secara teknis dan ekonomis, dan analisa risiko.

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK beberapa waktu lalu pun hadir menjadi saksi meringankan (a de charge) pada sidang Karen Agustiawan. Pada kesempatan itu, JK merasa bingung Karen menjadi terdakwa korupsi hanya karena menjalankan tugas pengadaan gas alam cair.

"Saya bingung kenapa Karen jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," sebut Jusuf Kalla seperti dikutip Antara.

Dirinya menjabarkan pengadaan LNG dilakukan Karen Agustiawan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang ditujukan kepada PT Pertamina.

Pada aturan tersebut, JK mengatakan ada instruksi agar Pertamina mencapai sasaran Kebijakan Energi Nasional, khususnya mewujudkan energi primer yang optimal pada tahun 2025 dengan peranan gas bumi menjadi lebih dari 30% terhadap konsumsi energi nasional.

"Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintahan saat itu," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar