14 Januari 2025
20:43 WIB
BKPM: Insentif Jadi Strategi Penambal Gaet Investor Sektor Otomotif
Di Indonesia, insentif menjadi strategi untuk menggaet investor di sektor otomotif. Ada beberapa jenis insentif yang bisa dinikmati di sektor ini.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Ilustrasi pabrik produksi mobil. Shutterstock/dok
JAKARTA - Pemberian insentif di sektor otomotif merupakan strategi untuk menarik para investor. Meski demikian, insentif bukan faktor utama untuk mendongkrak penjualan otomotif.
Hal itu disampaikan Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Dendy Apriandi.
Dendy menerangkan, insentif diperlukan untuk menggaet investor mendirikan pabrik manufaktur otomotif. Nantinya, itu akan mendorong produksi, penjualan, hingga ekspor.
"Insentif itu bukan yang utama, bahkan kami mengatakan, bukan yang segala-galanya. Karena dari survei, insentif itu di urutan belakang," ujarnya dalam diskusi Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah, Jakarta, Selasa (14/1).
Dendy menyampaikan, berdasarkan survei, kedekatan dengan pasar dan konsumen merupakan faktor utama untuk mendongkrak penjualan sektor otomotif.
Baca Juga: Gaikindo: Opsen Pajak Bebani Sektor Otomotif, Pemda Perlu Agresif Menunda
Kemudian disusul oleh aspek ketersediaan tenaga kerja yang terampil, pertumbuhan pasar domestik, hingga dukungan kebijakan pemerintah. Sementara pemberian insentif justru hal terakhir yang dibutuhkan para pelaku industri.
"Tapi, karena kita memiliki kekurangan-kekurangan dari sisi yang lain tadi, insentif inilah penambalnya. Insentif ini sweetener-nya, gula-gulanya, agar tetap menarik buat investor," aku Dendy.
BKPM mencatat, ada beberapa insentif investasi yang digelontorkan di sektor otomotif. Ini termasuk untuk sektor kendaraan Listrik (EV) serta perbaikan regulasi.
Di antaranya, fasilitas tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk. Kemudian, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) 79/2023 yang mengatur pemberian insentif dalam bentuk bea masuk 0% impor, PPnBM 0% yang semuanya berlaku bagi impor KBLBB CBU (dalam keadaan utuh) dan CKD dengan TKDN <40%.
BKPM juga menerapkan beberapa strategi untuk menarik investasi otomotif, seperti menyediakan program pendidikan vokasi untuk membekali keterampilan sesuai dengan kondisi pasar, menyediakan insentif investasi yang kompetitif, terutama untuk sektor EV, serta perbaikan regulasi.
Investasi Sektor Otomotif
Lebih lanjut, Dendy mengungkapkan, investasi sektor otomotif tumbuh 43% dalam lima tahun terakhir. Per September 2024, nilainya mencapai Rp31,7 triliun, terdiri atas penanaman modal asing (PMA) Rp28,15 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp3,6 triliun.
"Untuk lima tahun terakhir, memang dari investasinya dan realisasi sektor otomotif mengalami kenaikan," ucapnya.
Sepanjang 2019-2024, Jepang menanamkan investasi otomotif Rp75 triliun. Lalu diikuti Korea Selatan Rp44,25 triliun, Singapura Rp5,5 triliun, Hong Kong Rp3,59 triliun, dan Tiongkok Rp1,04 triliun.
Selama periode itu, investasi mengalir deras ke industri mobil, sebesar Rp107 triliun. Kemudian, diikuti kendaraan roda dua dan tiga Rp16,7 triliun, dan baterai Rp22,1 triliun.
Senada, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Setia Diarta mengatakan, industri otomotif akan menghadapi tantangan lebih besar pada 2025.
Baca Juga: Gaikindo: Ada 15 Model Kendaraan Yang Punya TKDN Di Atas 70%
Dia menilai, itu seiring dengan adanya implementasi kenaikan PPN serta penerapan kebijakan opsen PKB dan BBNKB. Padahal, menurutnya, pertumbuhan sektor otomotif perlu dijaga karena kontribusinya terhadap perekonomian RI cukup signifikan.
"Adanya insentif di sektor otomotif agar nanti bisa menjadi trigger untuk memberikan pertumbuhan ekonomi dan kontribusi bagi kita terutama dengan beberapa tantangan tadi di 2025," ucap Setia.
Kemenperin mencatat, industri otomotif mencatatkan perkiraan penurunan sebesar Rp4,21 triliun pada 2024. Ini berimbas ke sektor backward linkage sebesar Rp4,11 triliun dan sektor forward linkage sebesar Rp3,51 triliun.
Setia mengungkapkan, beberapa usulan insentif dari Kemenperin meliputi PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3%.
Kemudian, insentif PPN DTP untuk kendaraan EV sebesar 10% untuk mendorong industri kendaraan listrik, dan penundaan atau keringanan pemberlakuan opsen PKB dan BBNKB.
"Menyadari pentingnya sektor otomotif bagi kontribusi ekonomi Indonesia dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2025, Kemenperin secara aktif menyampaikan usulan insentif dan relaksasi kebijakan kepada pemangku kepentingan terkait," ujar Setia.