c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 Januari 2023

09:40 WIB

BKF: Pemulihan Manufaktur Berlanjut di Tengah Perlambatan Global

BKF menyebut aktivitas manufaktur yang terus berada di zona ekspansif menandakan resiliensi dan pemulihan yang terus berlanjut di tengah perlambatan manufaktur di berbagai negara.

Penulis: Khairul Kahfi

BKF: Pemulihan Manufaktur Berlanjut di Tengah Perlambatan Global
BKF: Pemulihan Manufaktur Berlanjut di Tengah Perlambatan Global
Pekerja melakukan perakitan ponsel cerdas Nokia C-series di PT Sat Nusapersada di Batam, Kepulauan R iau, Selasa (8/11/2022). Antara Foto/Teguh Prihatna

JAKARTA – Di tengah tren perlambatan global, aktivitas manufaktur nasional masih mencatatkan ekspansi yang lebih tinggi. Pada Desember 2022, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur meningkat ke level 50,9 poin, dari sebelumnya sebesar 50,3 poin pada November 2022. 

"Aktivitas manufaktur yang terus berada di zona ekspansif menandakan resiliensi dan pemulihan yang terus berlanjut di tengah perlambatan manufaktur di berbagai negara. Hal ini merupakan suatu capaian yang perlu kita pertahankan untuk terus menjaga momentum pemulihan,” ujar Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu, Jakarta, Rabu (4/1).

Dengan demikian, aktivitas manufaktur nasional masih tetap terjaga pada zona ekspansif selama enam belas bulan beruntun. 

Optimisme para pelaku industri manufaktur terindikasi membaik, sebagaimana ditunjukkan dengan mulai tumbuhnya persediaan baik barang input maupun barang siap jual, untuk mengantisipasi kenaikan permintaan dalam waktu dekat.

Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Naik Jadi 50,9 pada Akhir 2022

Kondisi tersebut didukung oleh masih kuatnya permintaan dalam negeri sejalan dengan tetap terjaganya tekanan inflasi di dalam negeri, sedangkan permintaan ekspor masih tertahan. 

Meskipun disrupsi pasokan masih terjadi, namun harga barang input mulai terindikasi menurun. 

Meningkatnya aktivitas sektor manufaktur juga diikuti dengan meningkatnya pembukaan lapangan kerja yang senantiasa berada pada zona ekspansif selama enam bulan berturut-turut. 

Febrio menambahkan, secara umum, optimisme pelaku usaha masih cukup terjaga, meski sebagian responden tetap mengantisipasi kondisi ekonomi dunia dan cuaca ekstrem yang dianggap berpotensi menghambat laju distribusi. 

“Untuk itu, risiko perlambatan ke depan masih tetap harus diwaspadai. Sejak Juli 2022, tren PMI Manufaktur Korea Selatan terus melambat sampai akhir tahun ke level 48,2 poin dari bulan sebelumnya di level 49 poin,” ujarnya.

Beberapa negara kawasan ASEAN+3 juga belum berhasil keluar dari zona kontraksi seperti Jepang 48,8 poin (November 49 poin), Vietnam 46,4 poin (November 47,4 poin), dan Malaysia 47,8 (November 47,9 poin). 

Sementara PMI di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris juga menunjukkan tren kontraksi dan perlambatan.

Di sisi lain, aktivitas manufaktur India sebagai salah satu tujuan diversifikasi pasar ekspor bagi Indonesia mengalami penguatan cukup tinggi. PMI Manufaktur India tercatat terekspansi selama 18 bulan terakhir, dan meningkat pada Desember ke level 57,8 poin (November 55,7 poin). 

Susun Strategi Manufaktur
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pihaknya tengah menyusun strategi untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan di sektor industri. Misalnya, industri tekstil, alas kaki, dan furnitur yang merupakan sektor padat karya.

“Kami sedang menyiapkan kebijakan stimulus tersebut, di antaranya adalah larangan terbatas impor, penyesuaian pemeriksaan post border menjadi border, dan fleksibilitas jam kerja. Itu yang kami minta untuk direlaksasi, paling tidak sampai kondisi normal,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (2/1).

Di samping itu, menurut Agus, kebijakan pemberian insentif untuk kendaraan listrik sedang dalam tahap finalisasi. 

“Kebijakan ini diambil untuk mendorong percepatan dalam pengembangan industri berbasis listrik di Indonesia. Tidak hanya mobil, tidak hanya sepeda motor, tetapi juga bus. Syaratnya satu, harus memiliki fasilitas. Artinya, dia harus punya pabrik di Indonesia,” ungkapnya.

Baca Juga: Meski Optimistis, Menperin Waspadai Pertumbuhan Manufaktur Tahun Depan

Bahkan, Agus memperkirakan, realisasi penanaman modal dan kontribusi ekspor di sektor industri masih tumbuh signifikan. Optimisme ini berdampak pada penyerapan tenaga kerja di tengah kondisi menurunnya pesanan global saat ini. 

“Masuknya sejumlah investasi di beberapa sektor diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional,” tuturnya.

Peningkatan investasi di sektor industri juga dinilai akan mendongkrak serapan tenaga kerja. 

Pada 2022, total serapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 19,11 juta orang, sedangkan pada 2023 sebanyak 19,2-20,2 juta orang.

“Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk memperkuat hilirisasi di sektor industri manufaktur. Sebab, selama ini telah memberikan bukti nyata terhadap multiplier effect bagi perekonomian nasional, antara lain adalah meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi masuk di tanah air, menghasilkan devisa besar dari ekspor, dan menambah jumlah serapan tenaga kerja,” ujar Menperin.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar