17 September 2025
19:02 WIB
BI: The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga Acuan FFR Besok
BI mengatakan proyeksi penurunan FFR didasarkan pada naiknya tingkat pengangguran dan tren penurunan inflasi di AS. Probabilitas FFR turun melebihi 90%.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memproyeksi Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) bakal memangkas suku bunga acuannya (Fed Fund Rate/FFR) pada September 2025 ini.
"Kami memprakirakan dengan probabilitas melebihi 90%, Fed Fund Rate akan mulai turun besok," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara daring, Jakarta, Rabu (17/9).
Baca Juga: Tekanan The Fed Bikin Dolar AS Lemah, Rupiah Menguat ke Rp16.380
Lebih lanjut, Perry mengatakan, proyeksi tersebut didasarkan pada naiknya tingkat pengangguran di AS dan tren penurunan inflasi di negara tersebut.
"Probabilitas penurunan Fed Fund Rate yang semakin tinggi tadi, sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran di Amerika Serikat dan juga tren penurunan inflasi di sana," jelasnya.
Perry menjelaskan, kondisi tersebut memperbesar kemungkinan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) untuk menempuh kebijakan moneter akomodatif.
Ekspektasi penurunan FFR juga tercermin dari melemahnya imbal hasil (yield) US Treasury. Di sisi lain, pasar keuangan global mulai merespons dengan menekan indeks dolar Amerika Serikat (DXY).
"Di pasar keuangan global, imbal hasil (yield) US Treasury juga menurun sejalan dengan ekspektasi penurunan FFR dan mendorong pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY)," tutur dia.
Dengan masih tingginya ketidakpastian, kata Perry, aliran modal global ke komoditas emas semakin meningkat. Sedangkan, aliran modal ke negara berkembang (emerging market/EM) tertahan.
"Ke depan, volatilitas pasar keuangan global masih terus berlanjut, sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan berbagai respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri," terang dia.
Proyeksi Perekonomian Dunia Lebih Lambat
Secara keseluruhan, Perry menyampaikan, perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak penerapan tarif resiprokal AS dan ketidakpastian yang masih tinggi. Berbagai indikator menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sebagian besar negara disertai dengan disparitas pertumbuhan antarnegara.
Di AS, keyakinan pelaku ekonomi menurun seiring implementasi kebijakan tarif yang berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan naiknya tingkat pengangguran.
Baca Juga: Agresif! BI-Rate September Dipangkas 25 Bps Jadi 4,75%
Kinerja ekonomi China juga melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS sebagai dampak tarif resiprokal AS serta melemahnya permintaan domestik khususnya investasi.
Selain itu, ekonomi Eropa dan Jepang pun turut dalam tren menurun, sejalan dengan tertekannya kinerja ekspor. Sementara itu, ekonomi India justru sedikit meningkat ditopang oleh stimulus fiskal untuk mendorong konsumsi.
"Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 masih berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar 3,0%," jelasnya.